Sistem Reproduksi Pada Wanita
( Hasmadianti Hasan, S.Pd)
Sistem reproduksi wanita meliputi organ reproduksi, oogenesis, hormon
pada wanita, fertilisasi, kehamilan, persalinan dan laktasi.
1.
Organ
Reproduksi
Organ
reproduksi wanita terdiri dari organ reproduksi dalam dan organ reproduksi
luar.
a.
Organ Reproduksi Dalam
Organ
reproduksi dalam wanita terdiri dari ovarium dan saluran reproduksi (saluran
kelamin). Ovarium (indung telur) berjumlah sepasang, berbentuk oval dengan
panjang 3 – 4 cm. Ovarium berada di dalam rongga badan, di daerah pinggang.
Umumnya setiap ovarium menghasilkan ovum setiap 28 hari. Ovum yang dihasilkan
ovarium akan bergerak ke saluran reproduksi.
Fungsi ovarium yakni menghasilkan ovum (sel telur) serta hormon estrogen dan
progesteron. Saluran reproduksi (saluran kelamin) terdiri dari oviduk, uterus
dan vagina.
Oviduk
(tuba falopii) atau saluran telur berjumlah sepasang (di kanan dan kiri
ovarium) dengan panjang sekitar 10 cm. Bagian pangkal oviduk berbentuk corong
yang disebut infundibulum. Pada infundibulum terdapat jumbai-jumbai (fimbrae).
Fimbrae berfungsi menangkap ovum yang dilepaskan oleh ovarium. Ovum yang
ditangkap oleh infundibulum akan masuk ke oviduk. Oviduk berfungsi untuk
menyalurkan ovum dari ovarium menuju uterus.
Uterus
(kantung peranakan) atau rahim merupakan rongga pertemuan oviduk kanan dan kiri
yang berbentuk seperti buah pir dan bagian bawahnya mengecil yang disebut
serviks (leher rahim). Uterus manusia berfungsi sebagai tempat perkembangan
zigot apabila terjadi fertilisasi. Uterus terdiri dari dinding berupa lapisan
jaringan yang tersusun dari beberapa lapis otot polos dan lapisan endometrium.
Lapisan endometrium (dinding rahim) tersusun dari sel-sel epitel dan membatasi
uterus. Lapisan endometrium menghasilkan banyak lendir dan pembuluh darah.
Lapisan endometrium akan menebal pada saat ovulasi (pelepasan ovum dari ovarium)
dan akan meluruh pada saat menstruasi.
Vagina
merupakan saluran akhir dari saluran reproduksi bagian dalam pada wanita.
Vagina bermuara pada vulva. Vagina memiliki dinding yang berlipat-lipat dengan
bagian terluar berupa selaput berlendir, bagian tengah berupa lapisan otot dan
bagian terdalam berupa jaringan ikat berserat. Selaput berlendir (membran
mukosa) menghasilkan lendir pada saat terjadi rangsangan seksual. Lendir
tersebut dihasilkan oleh kelenjar Bartholin. Jaringan otot dan jaringan ikat
berserat bersifat elastis yang berperan untuk melebarkan uterus saat janin akan
dilahirkan dan akan kembali ke kondisi semula setelah janin dikeluarkan.[1]
b.
Organ
Reproduksi Luar
Organ
reproduksi luar pada wanita berupa vulva. Vulva merupakan celah paling luar
dari organ kelamin wanita. Vulva terdiri dari mons pubis. Mons pubis (mons
veneris) merupakan daerah atas dan terluar dari vulva yang banyak menandung
jaringan lemak. Pada masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi oleh rambut. Di
bawah mons pubis terdapat lipatan labium mayor (bibir besar) yang berjumlah
sepasang. Di dalam labium mayor terdapat lipatan labium minor (bibir kecil)
yang juga berjumlah sepasang. Labium mayor dan labium minor berfungsi untuk
melindungi vagina. Gabungan labium mayor dan labium minor pada bagian atas
labium membentuk tonjolan kecil yang disebut klitoris.
Klitoris
merupakan organ erektil yang dapat disamakan dengan penis pada pria. Meskipun
klitoris secara struktural tidak sama persis dengan penis, namun klitoris juga
mengandung korpus kavernosa. Pada klitoris terdapat banyak pembuluh darah dan
ujung-ujung saraf perasa. Pada vulva bermuara dua saluran, yaitu saluran uretra
(saluran kencing) dan saluran kelamin (vagina). Pada daerah dekat saluran ujung
vagina terdapat himen atau selaput dara. Himen merupakan selaput mukosa yang
banyak mengandung pembuluh darah.[2]
2.
Oogenesis
Gambar: 2 Proses Oegenesis
Oogenesis
merupakan proses pembentukan ovum di dalam ovarium. Di dalam ovarium terdapat
oogonium (oogonia = jamak) atau sel indung telur. Oogonium bersifat diploid
dengan 46 kromosom atau 23 pasang kromosom. Oogonium akan memperbanyak diri
dengan cara mitosis membentuk oosit primer.
Oogenesis
telah dimulai saat bayi perempuan masih di dalam kandungan, yaitu pada saat
bayi berusia sekitar 5 bulan dalam kandungan. Pada saat bayi perempuan berumur
6 bulan, oosit primer akan membelah secara meiosis. Namun, meiosis tahap
pertama pada oosit primer ini tidak dilanjutkan sampai bayi perempuan tumbuh
menjadi anak perempuan yang mengalami pubertas. Oosit primer tersebut berada
dalam keadaan istirahat (dorman).
Pada saat bayi perempuan lahir, di dalam setiap ovariumnya mengandung sekitar 1
juta oosit primer. Ketika mencapai pubertas, anak perempuan hanya memiliki
sekitar 200 ribu oosit primer saja. Sedangkan oosit lainnya mengalami
degenerasi selama pertumbuhannya.
Saat
memasuki masa pubertas, anak perempuan akan mengalami perubahan hormon yang menyebabkan
oosit primer melanjutkan meiosis tahap pertamanya. Oosit yang mengalami meiosis
I akan menghasilkan dua sel yang tidak sama ukurannya. Sel oosit pertama
merupaakn oosit yang berukuran normal (besar) yang disebut oosit sekunder,
sedangkan sel yang berukuran lebih kecil disebut badan polar pertama (polosit
primer). Selanjutnya, oosit sekunder meneruskan tahap meiosis II (meiosis
kedua). Namun pada meiosis II, oosit sekunder tidak langsung diselesaikan
sampai tahap akhir, melainkan berhenti sampai terjadi ovulasi. Jika tidak
terjadi fertilisasi, oosit sekunder akan mengalami degenerasi. Namun jika ada
sperma masuk ke oviduk, meiosis II pada oosit sekunder akan dilanjutkan
kembali. Akhirnya, meiosis II pada oosit sekunder akan menghasilkan satu sel besar
yang disebut ootid dan satu sel kecil yang disebut badan polar kedua (polosit
sekunder). Badan polar pertama juga membelah menjadi dua badan polar kedua.
Akhirnya, ada tiga badan polar dan satu ootid yang akan tumbuh menjadi ovum
dari oogenesis setiap satu oogonium.
Oosit
dalam oogonium berada di dalam suatu folikel telur. Folikel telur (folikel)
merupakan sel pembungkus penuh cairan yang menglilingi ovum. Folikel berfungsi
untuk menyediakan sumber makanan bagi oosit. Folikel juga mengalami perubahan
seiring dengan perubahan oosit primer menjadi oosit sekunder hingga terjadi
ovulasi. Folikel primer muncul pertama kali untuk menyelubungi oosit primer.
Selama tahap meiosis I pada oosit primer, folikel primer berkembang menjadi
folikel sekunder. Pada saat terbentuk oosit sekunder, folikel sekunder
berkembang menjadi folikel tersier. Pada masa ovulasi, folikel tersier
berkembang menjadi folikel de Graaf (folikel matang). Setelah oosit sekunder
lepas dari folikel, folikel akan berubah menjadi korpus luteum. Jika tidak
terjaid fertilisasi, korpus luteum akan mengkerut menjadi korpus albikan.[3]
3.
Hormon
pada Wanita
Pada
wanita, peran hormon dalam perkembangan oogenesis dan perkembangan reproduksi
jauh lebih kompleks dibandingkan pada pria. Salah satu peran hormon pada wanita
dalam proses reproduksi adalah dalam siklus menstruasi. Menstruasi (haid)
adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang disertai
pelepasan endometrium. Menstruasi terjadi jika ovum tidak dibuahi oleh sperma.
Siklus menstruasi sekitar 28 hari. Pelepasan ovum yang berupa oosit sekunder
dari ovarium disebut ovulasi, yang berkaitan dengan adanya kerjasama antara
hipotalamus dan ovarium. Hasil kerjasama tersebut akan memacu pengeluaran
hormon-hormon yang mempengaruhi mekanisme siklus menstruasi. Untuk mempermudah
penjelasan mengenai siklus menstruasi, patokannya adalah adanya peristiwa yang
sangat penting, yaitu ovulasi. Ovulasi terjadi pada pertengahan siklus (½ n)
menstruasi. Untuk periode atau siklus hari pertama menstruasi, ovulasi terjadi
pada hari ke-14 terhitung sejak hari pertama menstruasi. Siklus menstruasi
dikelompokkan menjadi empat fase, yaitu fase menstruasi, fase pra-ovulasi, fase
ovulasi, fase pasca-ovulasi.[4]
Gambar: 3 Siklus Menstruasi dan Hormon Wanita
a.
Fase Menstruasi
Fase
menstruasi terjadi bila ovum tidak dibuahi oleh sperma, sehingga korpus luteum
akan menghentikan produksi hormon estrogen dan progesteron. Turunnya kadar
estrogen dan progesteron menyebabkan lepasnya ovum dari dinding uterus yang
menebal (endometrium). Lepasnya ovum tersebut menyebabkan endometrium sobek
atau meluruh, sehingga dindingnya menjadi tipis. Peluruhan pada endometrium
yang mengandung pembuluh darah menyebabkan terjadinya pendarahan pada fase
menstruasi. Pendarahan ini biasanya berlangsung selama lima hari. Volume darah
yang dikeluarkan rata-rata sekitar 50mL.
b.
Fase
Pra-Ovulasi
Pada
fase pra-ovulasi atau akhir siklus menstruasi, hipotalamus mengeluarkan hormon gonadotropin.
Gonadotropin merangsang hipofisis untuk mengeluarkan FSH. Adanya FSH merangsang
pembentukan folikel primer di dalam ovarium yang mengelilingi satu oosit
primer. Folikel primer dan oosit primer akan tumbuh sampai hari ke-14 hingga
folikel menjadi matang atau disebut folikel de Graaf dengan ovum di dalamnya.
Selama pertumbuhannya, folikel juga melepaskan hormon estrogen. Adanya estrogen
menyebabkan pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel penyusun dinding dalam
uterus dan endometrium. Peningkatan konsentrasi estrogen selama pertumbuhan
folikel juga mempengaruhi serviks untuk mengeluarkan lendir yang bersifta basa.
Lendir yang bersifat basa berguna untuk menetralkan sifat asam pada serviks
agar lebih mendukung lingkungan hidup sperma.
c.
Fase Ovulasi
Pada
saat mendekati fase ovulasi atau mendekati hari ke-14 terjadi perubahan
produksi hormon. Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan
reaksi umpan balik negatif atau penghambatan terhadap pelepasan FSH lebih
lanjut dari hipofisis. Penurunan konsentrasi FSH menyebabkan hipofisis
melepaskan LH. LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf.
Pada saat inilah disebut ovulasi, yaitu saat terjadi pelepasan oosit sekunder
dari folikel de Graaf dan siap dibuahi oleh sperma. Umunya ovulasi terjadi pada
hari ke-14.
d.
Fase
Pasca-Ovulasi
Pada
fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh oosit sekunder
karena pengaruh LH dan FSH akan berkerut dan berubah menjadi korpus luteum.
Korpus luteum tetap memproduksi estrogen (namun tidak sebanyak folikel de Graaf
memproduksi estrogen) dan hormon lainnya, yaitu progesteron. Progesteron
mendukung kerja estrogen dengan menebalkan dinding dalam uterus atau
endometrium dan menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah pada endometrium.
Progesteron
juga merangsang sekresi lendir pada vagina dan pertumbuhan kelenjar susu pada
payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga estrogen) tersebut berguna untuk
menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada uterus bila terjadi pembuahan atau
kehamilan. Proses pasca-ovulasi ini berlangsung dari hari ke-15 sampai hari
ke-28. Namun, bila sekitar hari ke-26 tidak terjadi pembuahan, korpus luteum
akan berubah menjadi korpus albikan. Korpus albikan memiliki kemampuan produksi
estrogen dan progesteron yang rendah, sehingga konsentrasi estrogen dan
progesteron akan menurun. Pada kondisi ini, hipofisis menjadi aktif untuk
melepaskan FSH dan selanjutnya LH, sehingga fase pasca-ovulasi akan tersambung
kembali dengan fase menstruasi berikutnya.[5]
4.
Fertilisasi
Gambar:
2.4 Fertilisasi
Fertilisasi
atau pembuahan terjadi saat oosit sekunder yang mengandung ovum dibuahi oleh
sperma. Fertilisasi umumnya terjadi segera setelah oosit sekunder memasuki
oviduk. Namun, sebelum sperma dapat memasuki oosit sekunder, pertama-tama
sperma harus menembus berlapis-lapis sel granulosa yang melekat di sisi luar
oosit sekunder yang disebut korona radiata. Kemudian, sperma juga harus
menembus lapisan sesudah korona radiata, yaitu zona pelusida. Zona pelusida
merupakan lapisan di sebelah dalam korona radiata, berupa glikoprotein yang
membungkus oosit sekunder.
Sperma
dapat menembus oosit sekunder karena baik sperma maupun oosit sekunder saling
mengeluarkan enzim dan atau senyawa tertentu, sehingga terjadi aktivitas yang saling
mendukung. Pada sperma, bagian kromosom mengeluarkan:
(1) hialuronidase, Enzim yang dapat
melarutkan senyawa hialuronid pada korona radiata. (2) Akrosin, Protease yang dapat menghancurkan
glikoprotein pada zona pelusida. (3) Antifertilizin, Antigen
terhadap oosit sekunder sehingga sperma dapat melekat pada oosit sekunder. Oosit
sekunder juga mengeluarkan senyawa tertentu, yaitu fertilizin yang tersusun
dari glikoprotein dengan fungsi :
- Mengaktifkan
sperma agar bergerak lebih cepat.
- Menarik
sperma secara kemotaksis positif.
- Mengumpulkan
sperma di sekeliling oosit sekunder.
Pada
saat satu sperma menembus oosit sekunder, sel-sel granulosit di bagian korteks
oosit sekunder mengeluarkan senyawa tertentu yang menyebabkan zona pelusida
tidak dapat ditembus oleh sperma lainnya. Adanya penetrasi sperma juga
merangsang penyelesaian meiosis II pada inti oosit sekunder , sehingga dari
seluruh proses meiosis I sampai penyelesaian meiosis II dihasilkan tiga badan
polar dan satu ovum yang disebut inti oosit sekunder.
Segera setelah sperma memasuki oosit sekunder, inti (nukleus) pada kepala
sperma akan membesar. Sebaliknya, ekor sperma akan berdegenerasi. Kemudian,
inti sperma yang mengandung 23 kromosom (haploid) dengan ovum yang mengandung
23 kromosom (haploid) akan bersatu menghasilkan zigot dengan 23 pasang kromosom
(2n) atau 46 kromosom.[6]
5.
Gestasi
(Kehamilan)
Zigot
akan ditanam (diimplantasikan) pada endometrium uterus. Dalam perjalannya ke
uterus, zigot membelah secara mitosis berkali-kali. Hasil pembelahan tersebut
berupa sekelompok sel yang sama besarnya, dengan bentuk seperti buah arbei yang
disebut tahap morula. Morula akan terus membelah sampai terbentuk blastosit.
Tahap ini disebut blastula, dengan rongga di dalamnya yang disebut blastocoel
(blastosol). Blastosit terdiri dari sel-sel bagian luar dan sel-sel bagian
dalam.
Sel-sel
bagian luar blastosit merupakan sel-sel trofoblas yang akan membantu implantasi
blastosit pada uterus. Sel-sel trofoblas membentuk tonjolan-tonjolan ke arah
endometrium yang berfungsi sebagai kait. Sel-sel trofoblas juga mensekresikan
enzim proteolitik yang berfungsi untuk mencerna serta mencairkan sel-sel
endometrium. Cairan dan nutrien tersebut kemudian dilepaskan dan ditranspor
secara aktif oleh sel-sel trofoblas agar zigot berkembang lebih lanjut.
Kemudian, trofoblas beserta sel-sel lain di bawahnya akan membelah
(berproliferasi) dengan cepat membentuk plasenta dan berbagai membran
kehamilan.Berbagai macam membran kehamilan berfungsi untuk membantu proses
transportasi, respirasi, ekskresi dan fungsi-fungsi penting lainnya selama
embrio hidup dalam uterus. Selain itu, adanya lapisan-lapisan membran
melindungi embrio terhadap tekanan mekanis dari luar, termasuk kekeringan.
Adapun membran tersebuat adalah:
a.
Sakus vitelinus (kantung telur)
adalah membran berbentuk kantung yang pertama kali dibentuk dari perluasan
lapisan endoderm (lapisan terdalam pada blastosit). Sakus vitelinus merupakan
tempat pembentukan sel-sel darah dan pembuluh-pembuluh darah pertama embrio.
Sakus vitelinus berinteraksi dengan trofoblas membentuk korion.
b.
Korion merupakan membran terluar
yang tumbuh melingkupi embrio. Korion membentuk vili korion (jonjot-jonjot) di
dalam endometrium. Vili korion berisi pembuluh darah emrbrio yang berhubungan
dengan pembuluh darah ibu yang banyak terdapat di dalam endometrium uterus.
Korion dengan jaringan endometrium uterus membentuk plasenta, yang merupakan
organ pemberi nutrisi bagi embrio.
c.
Amnion merupakan membran yang
langsung melingkupi embrio dalam satu ruang yang berisi cairan amnion
(ketuban). Cairan amnion dihasilkan oleh membran amnion. Cairan amnion
berfungsi untuk menjaga embrio agar dapat bergerak dengan bebas, juga
melindungi embrio dari perubahan suhu yang drastis serta guncangan dari luar.
d.
Alantois merupakan membran
pembentuk tali pusar (ari-ari). Tali pusar menghubungkan embrio dengan plasenta
pada endometrium uterus ibu. Di dalam alantois terdapat pembuluh darah yang
menyalurkan zat-zat makanan dan oksigen dari ibu dan mengeluarkan sisa
metabolisme, seperti karbon dioksida dan urea untuk dibuang oleh ibu.[7]
Selanjutnya,
Sel-sel bagian dalam blastosit akan berkembang menjadi bakal embrio
(embrioblas). Pada embrioblas terdapat lapisan jaringan dasar yang terdiri dari
lapisan luar (ektoderm) dan lapisan dalam (endoderm). Permukaan ektoderm
melekuk ke dalam sehingga membentuk lapisan tengah (mesoderm). Selanjutnya,
ketiga lapisan tersebut akan berkembang menjadi berbagai organ (organogenesis)
pada minggu ke-4 sampai minggu ke-8. Ektoderm akan membentuk saraf, mata, kulit
dan hidung. Mesoderm akan membentuk tulang, otot, jantung, pembuluh darah,
ginjal, limpa dan kelenjar kelamin. Endoderm akan membentuk organ-organ yang
berhubungan langsung dengan sistem pencernaan dan pernapasan.
Selanjutnya,
mulai minggu ke-9 sampai beberapa saat sebelum kelahiran, terjadi penyempurnaan
berbagai organ dan pertumbuhan tubuh yang pesat. Masa ini disebut masa janin
atau masa fetus.
Gambar:
2.6. Perkembangan Embrio 1 sd. 9 Bulan
6.
Persalinan
Persalinan
merupakan proses kelahiran bayi. Pada persalinan, uterus secara perlahan
menjadi lebih peka sampai akhirnya berkontraksi secara berkala hingga bayi
dilahirkan. Penyebab peningkatan kepekaan dan aktifitas uterus sehingga terjadi
kontraksi yang dipengaruhi faktor-faktor hormonal dan faktor-faktor mekanis. Hormon-hormon
yang berpengaruh terhadap kontraksi uterus, yaitu estrogen, oksitosin,
prostaglandin dan relaksin.
Estrogen
dihasilkan oleh plasenta yang konsentrasinya meningkat pada saat persalinan.
Estrogen berfungsi untuk kontraksi uterus. Oksitosin dihasilkan oleh hipofisis
ibu dan janin. Oksitosin berfungsi untuk kontraksi uterus. Prostaglandin
dihasilkan oleh membran pada janin. Prostaglandin berfungsi untuk meningkatkan
intensitas kontraksi uterus. Relaksin dihasilkan oleh korpus luteum pada
ovarium dan plasenta. Relaksin berfungsi untuk relaksasi atau melunakkan
serviks dan melonggarkan tulang panggul sehingga mempermudah persalinan.
7. Laktasi
Kelangsungan
bayi yang baru lahir bergantung pada persediaan susu dari ibu. Produksi air
susu (laktasi) berasal dari sepasang kelenjar susu (payudara) ibu. Sebelum
kehamilan, payudara hanya terdiri dari jaringan adiposa (jaringan lemak) serta
suatu sistem berupa kelenjar susu dan saluran-saluran kelenjar (duktus kelenjar)
yang belum berkembang. Pada masa kehamilan, pertumbuhan awal kelenjar susu
dirancang oleh mammotropin. Mammotropin merupakan hormon yang dihasilkan dari
hipofisis ibu dan plasenta janin.
Selain
mammotropin, ada juga sejumlah besar estrogen dan progesteron yang dikeluarkan
oleh plasenta, sehingga sistem saluran-saluran kelenjar payudara tumbuh dan
bercabang. Secara bersamaan kelenjar payudara dan jaringan lemak disekitarnya
juga bertambah besar. Walaupun estrogen dan progesteron penting untuk
perkembangan fisik kelenjar payudara selama kehamilan, pengaruh khusus dari
kedua hormon ini adalah untuk mencegah sekresi dari air susu.
Sebaliknya,
hormon prolaktin memiliki efek yang berlawanan, yaitu meningkatkan sekresi air
susu. Hormon ini disekresikan oleh kelenjar hipofisis ibu dan konsentrasinya
dalam darah ibu meningkat dari minggu ke-5 kehamilan sampai kelahiran bayi.
Selain itu, plasenta mensekresi sejumlah besar somatomamotropin korion manusia,
yang juga memiliki sifat laktogenik ringan, sehingga menyokong prolaktin dari
hipofisis ibu[8].
[1]
Sibagariang, Eva Ellya, dkk. Kesehatan
Reproduksi Wanita..., hal. 122
[2] Ibid. Hal.
123
[3]
Gurungeblog, Sistem
Reproduksi Pada wanita (online)(2013) (http://gurungeblog. wordpress.com/2008/10/31/sistem-reproduksi-pada-manusia-wanita/ diaksese pada tanggal 12 Desember 2013) hal. 2
[4]
Gurungeblog, Sistem
Reproduksi Pada wanita ...,hal. 6
[5]
Pinem, Sahora. Kesehatan
Reproduksi Dan Kontrasepsi. (Jakarta : CV. Trans Info Medika, 2009) hal. 82
[6]
Gurungeblog, Sistem
Reproduksi Pada wanita ..., hal. 8
[7]
Gurungeblog, Sistem
Reproduksi Pada wanita ...,hal. 9
[8]
Gurungeblog, Sistem
Reproduksi Pada wanita ...,hal. 12
No comments:
Post a Comment