Friday, February 19, 2021

Sistem Reproduksi Pada Wanita

 

Sistem Reproduksi  Pada Wanita

( Hasmadianti Hasan, S.Pd)


Gambar: 1 Sistem Reproduksi Wanita


Sistem reproduksi wanita meliputi organ reproduksi, oogenesis, hormon pada wanita, fertilisasi, kehamilan, persalinan dan laktasi.

1.                  Organ Reproduksi

 

Organ reproduksi wanita terdiri dari organ reproduksi dalam dan organ reproduksi luar.

a.         Organ Reproduksi Dalam

Organ reproduksi dalam wanita terdiri dari ovarium dan saluran reproduksi (saluran kelamin). Ovarium (indung telur) berjumlah sepasang, berbentuk oval dengan panjang 3 – 4 cm. Ovarium berada di dalam rongga badan, di daerah pinggang. Umumnya setiap ovarium menghasilkan ovum setiap 28 hari. Ovum yang dihasilkan ovarium akan bergerak ke saluran reproduksi.
Fungsi ovarium yakni menghasilkan ovum (sel telur) serta hormon estrogen dan progesteron. Saluran reproduksi (saluran kelamin) terdiri dari oviduk, uterus dan vagina.

Oviduk (tuba falopii) atau saluran telur berjumlah sepasang (di kanan dan kiri ovarium) dengan panjang sekitar 10 cm. Bagian pangkal oviduk berbentuk corong yang disebut infundibulum. Pada infundibulum terdapat jumbai-jumbai (fimbrae). Fimbrae berfungsi menangkap ovum yang dilepaskan oleh ovarium. Ovum yang ditangkap oleh infundibulum akan masuk ke oviduk. Oviduk berfungsi untuk menyalurkan ovum dari ovarium menuju uterus.

Uterus (kantung peranakan) atau rahim merupakan rongga pertemuan oviduk kanan dan kiri yang berbentuk seperti buah pir dan bagian bawahnya mengecil yang disebut serviks (leher rahim). Uterus manusia berfungsi sebagai tempat perkembangan zigot apabila terjadi fertilisasi. Uterus terdiri dari dinding berupa lapisan jaringan yang tersusun dari beberapa lapis otot polos dan lapisan endometrium. Lapisan endometrium (dinding rahim) tersusun dari sel-sel epitel dan membatasi uterus. Lapisan endometrium menghasilkan banyak lendir dan pembuluh darah. Lapisan endometrium akan menebal pada saat ovulasi (pelepasan ovum dari ovarium) dan akan meluruh pada saat menstruasi.

Vagina merupakan saluran akhir dari saluran reproduksi bagian dalam pada wanita. Vagina bermuara pada vulva. Vagina memiliki dinding yang berlipat-lipat dengan bagian terluar berupa selaput berlendir, bagian tengah berupa lapisan otot dan bagian terdalam berupa jaringan ikat berserat. Selaput berlendir (membran mukosa) menghasilkan lendir pada saat terjadi rangsangan seksual. Lendir tersebut dihasilkan oleh kelenjar Bartholin. Jaringan otot dan jaringan ikat berserat bersifat elastis yang berperan untuk melebarkan uterus saat janin akan dilahirkan dan akan kembali ke kondisi semula setelah janin dikeluarkan.[1]

 

b.        Organ Reproduksi Luar

Organ reproduksi luar pada wanita berupa vulva. Vulva merupakan celah paling luar dari organ kelamin wanita. Vulva terdiri dari mons pubis. Mons pubis (mons veneris) merupakan daerah atas dan terluar dari vulva yang banyak menandung jaringan lemak. Pada masa pubertas daerah ini mulai ditumbuhi oleh rambut. Di bawah mons pubis terdapat lipatan labium mayor (bibir besar) yang berjumlah sepasang. Di dalam labium mayor terdapat lipatan labium minor (bibir kecil) yang juga berjumlah sepasang. Labium mayor dan labium minor berfungsi untuk melindungi vagina. Gabungan labium mayor dan labium minor pada bagian atas labium membentuk tonjolan kecil yang disebut klitoris.

Klitoris merupakan organ erektil yang dapat disamakan dengan penis pada pria. Meskipun klitoris secara struktural tidak sama persis dengan penis, namun klitoris juga mengandung korpus kavernosa. Pada klitoris terdapat banyak pembuluh darah dan ujung-ujung saraf perasa. Pada vulva bermuara dua saluran, yaitu saluran uretra (saluran kencing) dan saluran kelamin (vagina). Pada daerah dekat saluran ujung vagina terdapat himen atau selaput dara. Himen merupakan selaput mukosa yang banyak mengandung pembuluh darah.[2]

 

2.                  Oogenesis

 

 

 


 

                                       Gambar: 2  Proses Oegenesis



Oogenesis merupakan proses pembentukan ovum di dalam ovarium. Di dalam ovarium terdapat oogonium (oogonia = jamak) atau sel indung telur. Oogonium bersifat diploid dengan 46 kromosom atau 23 pasang kromosom. Oogonium akan memperbanyak diri dengan cara mitosis membentuk oosit primer.

Oogenesis telah dimulai saat bayi perempuan masih di dalam kandungan, yaitu pada saat bayi berusia sekitar 5 bulan dalam kandungan. Pada saat bayi perempuan berumur 6 bulan, oosit primer akan membelah secara meiosis. Namun, meiosis tahap pertama pada oosit primer ini tidak dilanjutkan sampai bayi perempuan tumbuh menjadi anak perempuan yang mengalami pubertas. Oosit primer tersebut berada dalam keadaan istirahat (dorman).
Pada saat bayi perempuan lahir, di dalam setiap ovariumnya mengandung sekitar 1 juta oosit primer. Ketika mencapai pubertas, anak perempuan hanya memiliki sekitar 200 ribu oosit primer saja. Sedangkan oosit lainnya mengalami degenerasi selama pertumbuhannya.

Saat memasuki masa pubertas, anak perempuan akan mengalami perubahan hormon yang menyebabkan oosit primer melanjutkan meiosis tahap pertamanya. Oosit yang mengalami meiosis I akan menghasilkan dua sel yang tidak sama ukurannya. Sel oosit pertama merupaakn oosit yang berukuran normal (besar) yang disebut oosit sekunder, sedangkan sel yang berukuran lebih kecil disebut badan polar pertama (polosit primer). Selanjutnya, oosit sekunder meneruskan tahap meiosis II (meiosis kedua). Namun pada meiosis II, oosit sekunder tidak langsung diselesaikan sampai tahap akhir, melainkan berhenti sampai terjadi ovulasi. Jika tidak terjadi fertilisasi, oosit sekunder akan mengalami degenerasi. Namun jika ada sperma masuk ke oviduk, meiosis II pada oosit sekunder akan dilanjutkan kembali. Akhirnya, meiosis II pada oosit sekunder akan menghasilkan satu sel besar yang disebut ootid dan satu sel kecil yang disebut badan polar kedua (polosit sekunder). Badan polar pertama juga membelah menjadi dua badan polar kedua. Akhirnya, ada tiga badan polar dan satu ootid yang akan tumbuh menjadi ovum dari oogenesis setiap satu oogonium.

Oosit dalam oogonium berada di dalam suatu folikel telur. Folikel telur (folikel) merupakan sel pembungkus penuh cairan yang menglilingi ovum. Folikel berfungsi untuk menyediakan sumber makanan bagi oosit. Folikel juga mengalami perubahan seiring dengan perubahan oosit primer menjadi oosit sekunder hingga terjadi ovulasi. Folikel primer muncul pertama kali untuk menyelubungi oosit primer. Selama tahap meiosis I pada oosit primer, folikel primer berkembang menjadi folikel sekunder. Pada saat terbentuk oosit sekunder, folikel sekunder berkembang menjadi folikel tersier. Pada masa ovulasi, folikel tersier berkembang menjadi folikel de Graaf (folikel matang). Setelah oosit sekunder lepas dari folikel, folikel akan berubah menjadi korpus luteum. Jika tidak terjaid fertilisasi, korpus luteum akan mengkerut menjadi korpus albikan.[3]

 

 

3.                  Hormon pada Wanita

 

Pada wanita, peran hormon dalam perkembangan oogenesis dan perkembangan reproduksi jauh lebih kompleks dibandingkan pada pria. Salah satu peran hormon pada wanita dalam proses reproduksi adalah dalam siklus menstruasi. Menstruasi (haid) adalah pendarahan secara periodik dan siklik dari uterus yang disertai pelepasan endometrium. Menstruasi terjadi jika ovum tidak dibuahi oleh sperma. Siklus menstruasi sekitar 28 hari. Pelepasan ovum yang berupa oosit sekunder dari ovarium disebut ovulasi, yang berkaitan dengan adanya kerjasama antara hipotalamus dan ovarium. Hasil kerjasama tersebut akan memacu pengeluaran hormon-hormon yang mempengaruhi mekanisme siklus menstruasi. Untuk mempermudah penjelasan mengenai siklus menstruasi, patokannya adalah adanya peristiwa yang sangat penting, yaitu ovulasi. Ovulasi terjadi pada pertengahan siklus (½ n) menstruasi. Untuk periode atau siklus hari pertama menstruasi, ovulasi terjadi pada hari ke-14 terhitung sejak hari pertama menstruasi. Siklus menstruasi dikelompokkan menjadi empat fase, yaitu fase menstruasi, fase pra-ovulasi, fase ovulasi, fase pasca-ovulasi.[4]

 

 

                              Gambar: 3  Siklus Menstruasi dan Hormon Wanita


a.         Fase Menstruasi

 

Fase menstruasi terjadi bila ovum tidak dibuahi oleh sperma, sehingga korpus luteum akan menghentikan produksi hormon estrogen dan progesteron. Turunnya kadar estrogen dan progesteron menyebabkan lepasnya ovum dari dinding uterus yang menebal (endometrium). Lepasnya ovum tersebut menyebabkan endometrium sobek atau meluruh, sehingga dindingnya menjadi tipis. Peluruhan pada endometrium yang mengandung pembuluh darah menyebabkan terjadinya pendarahan pada fase menstruasi. Pendarahan ini biasanya berlangsung selama lima hari. Volume darah yang dikeluarkan rata-rata sekitar 50mL.

b.        Fase Pra-Ovulasi

 

Pada fase pra-ovulasi atau akhir siklus menstruasi, hipotalamus mengeluarkan hormon gonadotropin. Gonadotropin merangsang hipofisis untuk mengeluarkan FSH. Adanya FSH merangsang pembentukan folikel primer di dalam ovarium yang mengelilingi satu oosit primer. Folikel primer dan oosit primer akan tumbuh sampai hari ke-14 hingga folikel menjadi matang atau disebut folikel de Graaf dengan ovum di dalamnya. Selama pertumbuhannya, folikel juga melepaskan hormon estrogen. Adanya estrogen menyebabkan pembentukan kembali (proliferasi) sel-sel penyusun dinding dalam uterus dan endometrium. Peningkatan konsentrasi estrogen selama pertumbuhan folikel juga mempengaruhi serviks untuk mengeluarkan lendir yang bersifta basa. Lendir yang bersifat basa berguna untuk menetralkan sifat asam pada serviks agar lebih mendukung lingkungan hidup sperma.

c.         Fase Ovulasi

 

Pada saat mendekati fase ovulasi atau mendekati hari ke-14 terjadi perubahan produksi hormon. Peningkatan kadar estrogen selama fase pra-ovulasi menyebabkan reaksi umpan balik negatif atau penghambatan terhadap pelepasan FSH lebih lanjut dari hipofisis. Penurunan konsentrasi FSH menyebabkan hipofisis melepaskan LH. LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf. Pada saat inilah disebut ovulasi, yaitu saat terjadi pelepasan oosit sekunder dari folikel de Graaf dan siap dibuahi oleh sperma. Umunya ovulasi terjadi pada hari ke-14.

d.        Fase Pasca-Ovulasi

 

Pada fase pasca-ovulasi, folikel de Graaf yang ditinggalkan oleh oosit sekunder karena pengaruh LH dan FSH akan berkerut dan berubah menjadi korpus luteum. Korpus luteum tetap memproduksi estrogen (namun tidak sebanyak folikel de Graaf memproduksi estrogen) dan hormon lainnya, yaitu progesteron. Progesteron mendukung kerja estrogen dengan menebalkan dinding dalam uterus atau endometrium dan menumbuhkan pembuluh-pembuluh darah pada endometrium.

Progesteron juga merangsang sekresi lendir pada vagina dan pertumbuhan kelenjar susu pada payudara. Keseluruhan fungsi progesteron (juga estrogen) tersebut berguna untuk menyiapkan penanaman (implantasi) zigot pada uterus bila terjadi pembuahan atau kehamilan. Proses pasca-ovulasi ini berlangsung dari hari ke-15 sampai hari ke-28. Namun, bila sekitar hari ke-26 tidak terjadi pembuahan, korpus luteum akan berubah menjadi korpus albikan. Korpus albikan memiliki kemampuan produksi estrogen dan progesteron yang rendah, sehingga konsentrasi estrogen dan progesteron akan menurun. Pada kondisi ini, hipofisis menjadi aktif untuk melepaskan FSH dan selanjutnya LH, sehingga fase pasca-ovulasi akan tersambung kembali dengan fase menstruasi berikutnya.[5]


4.                  Fertilisasi

 

 

 


 

 

                                               Gambar: 2.4  Fertilisasi


Fertilisasi atau pembuahan terjadi saat oosit sekunder yang mengandung ovum dibuahi oleh sperma. Fertilisasi umumnya terjadi segera setelah oosit sekunder memasuki oviduk. Namun, sebelum sperma dapat memasuki oosit sekunder, pertama-tama sperma harus menembus berlapis-lapis sel granulosa yang melekat di sisi luar oosit sekunder yang disebut korona radiata. Kemudian, sperma juga harus menembus lapisan sesudah korona radiata, yaitu zona pelusida. Zona pelusida merupakan lapisan di sebelah dalam korona radiata, berupa glikoprotein yang membungkus oosit sekunder.

Sperma dapat menembus oosit sekunder karena baik sperma maupun oosit sekunder saling mengeluarkan enzim dan atau senyawa tertentu, sehingga terjadi aktivitas yang saling mendukung. Pada sperma, bagian kromosom mengeluarkan:
(1) hialuronidase,  Enzim yang dapat melarutkan senyawa hialuronid pada korona radiata. (2) Akrosin, Protease yang dapat menghancurkan glikoprotein pada zona pelusida. (3) Antifertilizin,  Antigen terhadap oosit sekunder sehingga sperma dapat melekat pada oosit sekunder. Oosit sekunder juga mengeluarkan senyawa tertentu, yaitu fertilizin yang tersusun dari glikoprotein dengan fungsi :

  • Mengaktifkan sperma agar bergerak lebih cepat.
  • Menarik sperma secara kemotaksis positif.
  • Mengumpulkan sperma di sekeliling oosit sekunder.

Pada saat satu sperma menembus oosit sekunder, sel-sel granulosit di bagian korteks oosit sekunder mengeluarkan senyawa tertentu yang menyebabkan zona pelusida tidak dapat ditembus oleh sperma lainnya. Adanya penetrasi sperma juga merangsang penyelesaian meiosis II pada inti oosit sekunder , sehingga dari seluruh proses meiosis I sampai penyelesaian meiosis II dihasilkan tiga badan polar dan satu ovum yang disebut inti oosit sekunder.
Segera setelah sperma memasuki oosit sekunder, inti (nukleus) pada kepala sperma akan membesar. Sebaliknya, ekor sperma akan berdegenerasi. Kemudian, inti sperma yang mengandung 23 kromosom (haploid) dengan ovum yang mengandung 23 kromosom (haploid) akan bersatu menghasilkan zigot dengan 23 pasang kromosom (2n) atau 46 kromosom.[6]


 

5.                  Gestasi (Kehamilan)

 

 

                                                      Gambar: 2.5.  Gestasi



Zigot akan ditanam (diimplantasikan) pada endometrium uterus. Dalam perjalannya ke uterus, zigot membelah secara mitosis berkali-kali. Hasil pembelahan tersebut berupa sekelompok sel yang sama besarnya, dengan bentuk seperti buah arbei yang disebut tahap morula. Morula akan terus membelah sampai terbentuk blastosit. Tahap ini disebut blastula, dengan rongga di dalamnya yang disebut blastocoel (blastosol). Blastosit terdiri dari sel-sel bagian luar dan sel-sel bagian dalam.

Sel-sel bagian luar blastosit merupakan sel-sel trofoblas yang akan membantu implantasi blastosit pada uterus. Sel-sel trofoblas membentuk tonjolan-tonjolan ke arah endometrium yang berfungsi sebagai kait. Sel-sel trofoblas juga mensekresikan enzim proteolitik yang berfungsi untuk mencerna serta mencairkan sel-sel endometrium. Cairan dan nutrien tersebut kemudian dilepaskan dan ditranspor secara aktif oleh sel-sel trofoblas agar zigot berkembang lebih lanjut. Kemudian, trofoblas beserta sel-sel lain di bawahnya akan membelah (berproliferasi) dengan cepat membentuk plasenta dan berbagai membran kehamilan.Berbagai macam membran kehamilan berfungsi untuk membantu proses transportasi, respirasi, ekskresi dan fungsi-fungsi penting lainnya selama embrio hidup dalam uterus. Selain itu, adanya lapisan-lapisan membran melindungi embrio terhadap tekanan mekanis dari luar, termasuk kekeringan. Adapun membran tersebuat adalah:

a.         Sakus vitelinus (kantung telur) adalah membran berbentuk kantung yang pertama kali dibentuk dari perluasan lapisan endoderm (lapisan terdalam pada blastosit). Sakus vitelinus merupakan tempat pembentukan sel-sel darah dan pembuluh-pembuluh darah pertama embrio. Sakus vitelinus berinteraksi dengan trofoblas membentuk korion.

b.        Korion merupakan membran terluar yang tumbuh melingkupi embrio. Korion membentuk vili korion (jonjot-jonjot) di dalam endometrium. Vili korion berisi pembuluh darah emrbrio yang berhubungan dengan pembuluh darah ibu yang banyak terdapat di dalam endometrium uterus. Korion dengan jaringan endometrium uterus membentuk plasenta, yang merupakan organ pemberi nutrisi bagi embrio.

c.         Amnion merupakan membran yang langsung melingkupi embrio dalam satu ruang yang berisi cairan amnion (ketuban). Cairan amnion dihasilkan oleh membran amnion. Cairan amnion berfungsi untuk menjaga embrio agar dapat bergerak dengan bebas, juga melindungi embrio dari perubahan suhu yang drastis serta guncangan dari luar.

d.        Alantois merupakan membran pembentuk tali pusar (ari-ari). Tali pusar menghubungkan embrio dengan plasenta pada endometrium uterus ibu. Di dalam alantois terdapat pembuluh darah yang menyalurkan zat-zat makanan dan oksigen dari ibu dan mengeluarkan sisa metabolisme, seperti karbon dioksida dan urea untuk dibuang oleh ibu.[7]

Selanjutnya, Sel-sel bagian dalam blastosit akan berkembang menjadi bakal embrio (embrioblas). Pada embrioblas terdapat lapisan jaringan dasar yang terdiri dari lapisan luar (ektoderm) dan lapisan dalam (endoderm). Permukaan ektoderm melekuk ke dalam sehingga membentuk lapisan tengah (mesoderm). Selanjutnya, ketiga lapisan tersebut akan berkembang menjadi berbagai organ (organogenesis) pada minggu ke-4 sampai minggu ke-8. Ektoderm akan membentuk saraf, mata, kulit dan hidung. Mesoderm akan membentuk tulang, otot, jantung, pembuluh darah, ginjal, limpa dan kelenjar kelamin. Endoderm akan membentuk organ-organ yang berhubungan langsung dengan sistem pencernaan dan pernapasan.

Selanjutnya, mulai minggu ke-9 sampai beberapa saat sebelum kelahiran, terjadi penyempurnaan berbagai organ dan pertumbuhan tubuh yang pesat. Masa ini disebut masa janin atau masa fetus.

 

 

 

                  Gambar: 2.6.  Perkembangan Embrio 1 sd. 9 Bulan


6.                  Persalinan

 

Persalinan merupakan proses kelahiran bayi. Pada persalinan, uterus secara perlahan menjadi lebih peka sampai akhirnya berkontraksi secara berkala hingga bayi dilahirkan. Penyebab peningkatan kepekaan dan aktifitas uterus sehingga terjadi kontraksi yang dipengaruhi faktor-faktor hormonal dan faktor-faktor mekanis. Hormon-hormon yang berpengaruh terhadap kontraksi uterus, yaitu estrogen, oksitosin, prostaglandin dan relaksin.

Estrogen dihasilkan oleh plasenta yang konsentrasinya meningkat pada saat persalinan. Estrogen berfungsi untuk kontraksi uterus. Oksitosin dihasilkan oleh hipofisis ibu dan janin. Oksitosin berfungsi untuk kontraksi uterus. Prostaglandin dihasilkan oleh membran pada janin. Prostaglandin berfungsi untuk meningkatkan intensitas kontraksi uterus. Relaksin dihasilkan oleh korpus luteum pada ovarium dan plasenta. Relaksin berfungsi untuk relaksasi atau melunakkan serviks dan melonggarkan tulang panggul sehingga mempermudah persalinan.


7.                  Laktasi

 

Kelangsungan bayi yang baru lahir bergantung pada persediaan susu dari ibu. Produksi air susu (laktasi) berasal dari sepasang kelenjar susu (payudara) ibu. Sebelum kehamilan, payudara hanya terdiri dari jaringan adiposa (jaringan lemak) serta suatu sistem berupa kelenjar susu dan saluran-saluran kelenjar (duktus kelenjar) yang belum berkembang. Pada masa kehamilan, pertumbuhan awal kelenjar susu dirancang oleh mammotropin. Mammotropin merupakan hormon yang dihasilkan dari hipofisis ibu dan plasenta janin.

Selain mammotropin, ada juga sejumlah besar estrogen dan progesteron yang dikeluarkan oleh plasenta, sehingga sistem saluran-saluran kelenjar payudara tumbuh dan bercabang. Secara bersamaan kelenjar payudara dan jaringan lemak disekitarnya juga bertambah besar. Walaupun estrogen dan progesteron penting untuk perkembangan fisik kelenjar payudara selama kehamilan, pengaruh khusus dari kedua hormon ini adalah untuk mencegah sekresi dari air susu.

Sebaliknya, hormon prolaktin memiliki efek yang berlawanan, yaitu meningkatkan sekresi air susu. Hormon ini disekresikan oleh kelenjar hipofisis ibu dan konsentrasinya dalam darah ibu meningkat dari minggu ke-5 kehamilan sampai kelahiran bayi. Selain itu, plasenta mensekresi sejumlah besar somatomamotropin korion manusia, yang juga memiliki sifat laktogenik ringan, sehingga menyokong prolaktin dari hipofisis ibu[8].

 

 



[1] Sibagariang, Eva Ellya, dkk. Kesehatan Reproduksi Wanita..., hal. 122

[2] Ibid. Hal. 123

[3] Gurungeblog, Sistem Reproduksi Pada wanita (online)(2013) (http://gurungeblog. wordpress.com/2008/10/31/sistem-reproduksi-pada-manusia-wanita/ diaksese pada tanggal 12 Desember 2013) hal. 2

[4] Gurungeblog, Sistem Reproduksi Pada wanita ...,hal. 6

[5] Pinem, Sahora. Kesehatan Reproduksi Dan Kontrasepsi.  (Jakarta : CV. Trans Info Medika, 2009) hal. 82

[6] Gurungeblog, Sistem Reproduksi Pada wanita ..., hal. 8

[7] Gurungeblog, Sistem Reproduksi Pada wanita ...,hal. 9

[8] Gurungeblog, Sistem Reproduksi Pada wanita ...,hal. 12

LEVEL KESUKARAN ( KOGNITIVE) PENYUSUNAN SOAL

 

LEVEL KESUKARAN ( KOGNITIVE) PENYUSUNAN SOAL



 

Penilaian merupakan salah satu kegiatan yang harus dilakukan oleh guru setelah kegiatan pembelajaran dilakukan. Penilaian ini dapat dilakukan setelah penyampaian  materi, bab atau pun satu semester. Penilain ini dapat berbentuk formatif ataupun sumatif. Penilaian formatif merupakan penilaian  yang dilakukan setiap akhir pembahasan, satu bab atau topik bahasan. Sedangkan Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu. Di dalam penilaian sumatif mencakup lebih dari satu pokok bahasan yang dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah dapat berpindah dari suatu unit pembelajaran ke unit pembelajaran berikutnya.[1]

Penilaian yang dilakukan oleh guru berupa penyusunan soal-soal berisi materi-materi yang telah diberikan yang nantinya akan diberikan kepada siswa. Dalam penyusunan soal, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru yang pertama guru harus memiliki kisi-kisi soal. Penyusunan kisi-kisi soal, yang harus diperhatikan guru adalah guru harus memperhatikan KD dan indikator. Selanjutnya guru harus memperhatikan Level kognitif sebagai tuntutan kurikulum yang harus dicapai oleh siswa setelah pembelajaran. Dalam penyusunan soal seorang guru juga harus berpedoman pada taksonomi ini sebagai pedoman tingkat kesukaran soal yang dinamakan dengan Level ranah Soal yang umumnya disingkat dengan L1, L2 dan L3.

Level kognitif, secara sederhana dapat dipahami merupakan tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang disusun dalam tingkat kemampuan pemahaman siswa berdasarkan taksonomi Bloom. Menurut Wikipedia taksonomi bloom adalah  Taksonomi merujuk pada taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Taksonomi ini pertama kali disusun oleh Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali ke dalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hierarkinya. Menurut Bloom tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:

1.     Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.

2.     Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minatsikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.

3.     Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.[2]

Dalam hal ranah cognitive, Bloom menyusun ranah dalam 3 level utama, yaitu level 1 (knowing), level 2 (applying), dan level 3 (reasoning), Setiap level memiliki level kognitif sesuai dengan taksonomi Bloom yang dijabarkan dalam bentuk ranah C1 sampai C6. Pada setiap level C1 sampai C6 tersebut terdapat kata kerja operasional (KKO) yang bisa digunakan oleh guru untuk membuat indikator soal sehingga tergambar level kognitif soal tersebut.

 

Kata-kata Operasional

Level 1 (knowing)

Level ini memuat didalamnya  berupa ranah kemampuan kognitif  yang dapat dikuasai siswa berupa C1 (mengetahui) dan C2 (memahami). Adapun Kata kerja operasional yang bisa digunakan dalam indikator soal untuk C1 di antaranya mengingat kembali, membaca, menyebutkan, menyusun daftar, menggaris bawahi, menjodohkan, memilih, menyatakan, dan mendefinisikan. Level kognitif selanjutnya merupakan tingkat yang lebih dari sekedar mengetahui, level kognitif ini dikenal dengan istilah C2 (pemahaman). Kata kerja operasional yang digunakan untuk menggambarkan level kognitif pemahaman di antaranya memperkirakan, mengkategorikan, menjelaskan, membedakan, menyimpulkan, mengklasifikasikan, menerangkan, menggambarkan, menginterpretasikan, dan lainnya. Dalam penyusunan soal pada L1 ini guru harus mempedomani kriteria level 1 dengan mencerminkan pada kata-kata operasional pada C1 dan C2.

 

Level 2 (applying)

Di level ini siswa dihadapkan untuk menguasai satu level kognitif yang harus dikuasai, yaitu menerapkan (C3). Level kognitif ini tentu saja lebih dari sekedar mengetahui dan memahami, namun tuntutannya siswa harus bisa menerapkan. Adapun kata-kata operasional yang mencakup pada ranah C3 adalah: antaranya mengimplementasikan, menggunakan, menentukan, memproseskan, menghitung, memperagakan, menghubungkan, membuktikan, menemukan, menyesuaikan dan lain-lain. Guru dalam membuat soal harus mempedomani kata-kata opersional yang ada dalam ranah C3.

 

Level 3 (reasoning)

 

Level 3 ini, siswa dituntut untuk menguasai ranah penalaran dan logika. Ranah kognitif pada level ini terdiri dari 3 level  yaitu C4 (analisis), C5 (evaluasi), dan C6 (sintesis). Level kognitif pada level 3 ini sudah masuk pada kategori HOTS, di mana dalam penyelesaian soal-soalnya memerlukan beberapa tahapan berpikir. Kata kerja operasional untuk level kognitif C4 di antaranya mengorganisasikan, merinci, menelaah, meneteksi, mengaitkan, membandingkan, menyeleksi, memilih, membagi, menguraikan, dan lainnya



[1] Dvcodes.com, Perbedaan Penilaian formatif dan Sumatif.(https://dvcodes.com/perbedaan-penilaian-formatif-dan-sumatif-beserta-contohnya dikutip pada tanggal 19 Februari 2021)

[2] Wikipedia, taksonomi Bloom, (https://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom diaksese pada tanggal 19 Februari 2021)

Wednesday, February 17, 2021

Pengertian Tugas Terstruktur dalam Pembelajaran

 Pengertian Tugas Terstruktur dalam Pembelajaran

( Hasmadianti hasan, S,Pd)



Pemberian tugas adalah merupakan suatu teknik mengajar yang diterapkan dalam proses belajar mengajar, yang biasa disebut dengan teknik pemberian tugas. Biasanya guru memberikan tugas itu sebagai pekerjaan rumah. Akan tetapi sebenarnya ada perbedaan antara pekerjaan rumah dan pemberian tugas seperti halnya yang dikemukakan : Roestiyah dalam bukunya “Didaktik Metodik” yang mengatakan : “ Untuk pekerjaan rumah, guru menyuruh membaca dari buku dirumah, dua hari lagi memberikan pertanyaan dikelas. Tetapi dalam pemberian tugas guru menyuruh membaca. Juga  menambah tugas ,cari buku lain untuk membedakan, pelajari keadaan orangnya”[1].

            Dalam buku lainnya yang berjudul Startegi Belajar Mengajar  hal.132, Roestiyah mengatakan teknik pemberian tugas memiliki tujuan agar siswa menghasilkan hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu menjadi lebih terintegrasi.[2]

            Dengan pengertian lain tugas ini jauh lebih luas dari pekerjaan rumah karena metode pemberian tugas diberikan dari guru kepada siswa untuk diselesaikan dan dipertanggung jawabkan. Siswa dapat menyelesaikan di sekolah, atau dirumah atau di tempat lain yang kiranya dapat menunjang penyelesaian tugas tersebut, baik secara individu atau kelompok.

            Tujuannya untuk melatih atau menunjang terhadap materi yang diberikan dalam kegiatan intra kurikuler, juga melatih tanggung jawab akan tugas yang diberikan. Lingkup kegiatannya adalah tugas guru bidang studi di luar jam pelajaran tatap muka. Tugas ditetapkan batas waktunya, dikumpulkan, diperiksa, dinilai, dan dibahas tentang hasilnya.

            Teknik pemberian tugas ini dalam pelaksanaannya memiliki beberapa kelebihan disamping juga mempunyai beberapa kelemahan. Adapun kelebihan metode pemberian tugas  diantaranya adalah Metode ini merupakan aplikasi pengajaran modern disebut juga azas aktivitas dalam mengajar yaitu guru mengajar harus merangsang siswa agar melakukan berbagai aktivitas sehubungan dengan apa yang dipelajari, sehingga :

1.      Dapat memupuk rasa percaya diri sendiri

2.      Dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari, mengolah menginformasikan dan dan mengkomunikasikan sendiri.

3.      Dapat mendorong belajar, sehingga tidak cepat bosan

4.      Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa

5.      Dapat mengembangkan kreativitas siswa

6.      Dapat mengembangkan pola berfikir dan ketrampilan anak[3].

 

Selanjutnya, Tugas terstruktur adalah salah satu bentuk kegiatan kurikuler sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap proses kegiatan pasti ada arah tujuan yang hendak dicapai, demikian halnya belajar mengajar yang dilakukan guru. Guru diharapkan memiliki strategi tertentu dalam melaksanakan pembelajaran, agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien.

 

1.      Tujuan dan Lingkup Tugas Tersetruktur

Tugas terstruktur dapat diberikan kepada siswa di luar proses pembelajaran. Tujuan pemberian tugas terstruktur adalah untuk menunjang pelaksanaan program intrakurikuler. Tujuan tersebut juga agar siswa dapat lebih menghayati bahan-bahan pelajaran yang telah dipelajarinya serta melatih siswa untuk melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.

Ruang lingkup kegiatan tugas terstruktur dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat), sebagai berikut:

a.       Guru memberikan tugas kepada siswa untuk dikerjakan di luar jam pelajaran tatap muka (di rumah)

b.      Tugas diperkirakan dapat diselesaikan dalam waktu separoh dari jam tatap muka suatu pokok bahasan.

c.       Siswa mengerjakan tugas tersebut secara individu maupun kelompok.

d.      Pengumpulan tugas sekaligus dilakukan pemeriksaan, dan penilaian.

 

2.      Azas Pelaksanaan

Kegiatan terstruktur dapat dilaksanakan di rumah, di perpustakaan atau di tempat lain. Bentuknya juga dapat disesuaikan dengan materi pokok bahasan yang sedang dipelajari. Misalnya dapat berupa membuat laporan, mengarang, mengerjakan soal-soal, membaca buku, dan sebagainya.

Pelaksanaan kegiatan tugas terstruktur harus memperhatikan azas-azas sebagai berikut:

a.     Menunjang langsung kegiatan intrakurikuler.

b.    Hubungannya jelas dengan pokok bahasan yang diajarkan.

c.     Menunjang kebutuhan siswa memanfaatkan ilmunya untuk menghadapi tantangan dalam kehidupannya.

d.    Tidak menjadi beban yang berlebihan bagi siswa yang dapat mengakibatkan gangguan fisik ataupun psikologis.

e.     Tidak menimbulkan beban pembiayaan yang memberatkan siswa maupun orang tua siswa.

f.     Perlu pengadministrasian yang baik dan teratur.

Jadi pemberian tugas terstruktur yang tidak berdasarkan azas-azas tersebut dapat berakibat pada beban fisik maupun psikologis pada siswa, oleh sebab itu guru harus mempertimbangkan pelaksanaannya secara baik.

 

3.      Bentuk Pelaksanaan Tugas Terstruktur

Kegiatan tugas terstruktur dapat dilaksanakan secara perorangan maupun kelompok. Kerja kelompok mempunyai arti yang sangat penting untuk mengembangkan sikap bergotong-royong, tenggang rasa, persaingan sehat, kerjasama dalam kelompok dan kemampuan memimpin.

Jenis tugas hendaknya juga disesuaikan dengan jumlah anggota kelompok, sehingga tugas benar-benar dapat dilakukan secara kelompok. Jadi tugas yang tidak seharusnya diberikan secara kelompok dapat menimbulkan kesulitan-kesulitan baru bagi siswa, sedangkan tugas perorangan mempunyai makna untuk mengembangkan sikap mandiri dan memungkinkan penyesuaian kegiatan belajar dan minat serta kemampuan siswa.

 

4.      Langkah-langkah Pelaksanaan

Pelaksanaan tugas terstruktur meliputi tiga kegiatan pokok, yaitu: persiapan, pelaksanaan, dan penilaian. Persiapan dilakukan oleh guru dengan cara menyiapkan, merencanakan bahan atau materi yang akan ditugaskan kepada siswa. Kemudian menginformasikan tugas tersebut kepada siswa disertai penjelasan yang menyangkut pelaksanaan tugas tersebut. Pelaksanaan dilakukan oleh siswa, yaitu siswa mulai mengerjakan tugas tersebut secara perorangan maupun kelompok seperti yang dikehendaki guru. Peyelesaian tugas tersebut dapat dalam satu kali tatap muka (1 minggu) atau dalam beberapa kali tatap muka (beberapa minggu).

Penilaian kegiatan terstruktur dilakukan terutama terhadap hasil kegiatan terstruktur. Penilaian kegiatan terstruktur dilakukan setelah siswa selesai mengerjakan tugas terstruktur, dan hasil penilaian tersebut dipertimbangkan dalam menentukan nilai rapor.[4]

 



[1] Roestiyah, Didaktik Metodik.( Jakarta : Raja Grafindo  , 2002) Hal: 75

 

[2] Roestiyah, Startegi Belajar Mengajar .(Bandung;Wacana Prima; 2004) Hal: 132

 

[3] Ibid. Hal. 133

[4] Zaifbio.Wordpress, Pengemebangan Model pembelajaran,(online)(2011)...,