Monday, February 15, 2021

Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning

 

Konsep Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching Learning

( Diisusun oleh: Zaman Hurri, S.Ag.M.Pd)

 

Seperti yang sudah dijelaskan terdahulu bahwa pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang memungkinkan dikembangkannya strategi belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu siswa menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk siswa belajar dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa.

Pemanduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang kuat dan mendalam sehingga siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara penyelesaiannya.

Dalam hal ini siswa perlu mengerti makna belajar dan manfaatnya bagi kehidupan dan bagaimana cara mencapainya. Mereka harus sadar bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya. Sehingga mereka dapat menempatkan diri sendiri untuk membekali diri di dalam hidupnya. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya mencapainya. Dalam upaya ini, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.

Pembelajaran kontekstual/CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual yang efektif, yaitu konstruktifisme (constructivism), bertanya (question), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment)[1]

Di kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Tugas guru lebih banyak berkaitan dengan strategi daripada memberi informasi, mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas. Pengetahuan dan keterampilan dapat ditemukan oleh siswa, bukan dari apa kata guru. Pendekatan kontekstual merupakan strategi pembelajaran yang mendekatkan pengetahuan yang diperoleh siswa dengan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual mempunyai tujuh komponen yang terintegrasi dalam suatu rencana pembelajaran.

Sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal, kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan , kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi. Untuk itu diperlukan strategi belajar yang baru yang lebih memberdayakan siswa. Melalui landasan filosofis konstruktivisme, CTL dipromosikan menjadi alternative strategi belajar yang baru. Melalui pendekatan CTL , siswa diharapkan belajar melalui ‘mengalami” bukan “menghafal”.[2]. Ada beberapa komponen yang berkaitan dengan CTL sebagai berikut :

 

a.         Konstruktivisme

Teori belajar tentang konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus membangun pengetahuan di dalam benak mereka sendiri. Setiap pengetahuan dapat dikuasai dengan baik jika siswa secara aktif mengkontruksi pengetahuannya

di dalam pikirannya. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir atau filosofis pendekatan kontekstual. Kontekstual yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks terbatas dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap diambil atau diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.

Oleh karena itu pengetahuan menjadi proses mengkontruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam pandangan konstruktivisme, strategi lebih diutamakan daripada seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan:

1.      menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,

2.      memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri,

3.      menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.

 

b.        Menemukan (inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri. Guru selalu merangsang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi yang diajukan. Siklus inquiry yaitu merumuskan masalah, observasi, bertanya, mengajukan dugaan (hipotesis), pengumpulan data dan penyimpulan.

Adapun langkah-langkah kegitan belajar dalam kegiatn menemukan           ( inquiri) adalah sbb :

a.    Merumuskan masalah.

b.    Mengamati atau melakukan observasi.

c.    Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar laporan, bagan, tabel, atau karya lainya.

d.   Mengomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang lain.

 

c.         Bertanya (Questioning)

Questioning atau bertanya adalah salah satu strategi pembentukan pendekatan kontekstual. Bagi guru, bertanya dipandang sebagai kegiatan untuk mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, membimbing dan menilai kemampuan siswa. Bagi siswa, bertanya merupakan kegiatan penting dalam melaksanakan pembelajaran

berbasis inquiry.

Dalam sebuah pembelajaran yang produtif, kegiatan bertanya berguna untuk :

a.    Menggali informasi baik administrasi maupun akademis.

b.    Mengecek pemahaman siswa.

c.    Membangkitkan respons kepada siswa.

d.   Mengetahui sejauh mana keingintauhan siswa.

e.    Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.

f.     Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.

g.    Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.

h.    Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa.

i.      Untuk menyegarkan kembali pengetahuan.

 

d.        Permodelan (Modelling)

Modelling atau permodelan adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang kita inginkan. Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu selalu ada model yang dapat dicontoh dan diamati siswa. Guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar” misalnya guru member contoh tentang cara belajar sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas.

Dalam pendekatan CTL guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirangsang dengan melibatkan siswa-siswa ditunjuk untuk memberi contoh temannya mendemonstrasikan keterampilan.

 

e.         Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing dengan teman, antar kelompok, antara yang tahu dengan yang belum tahu. Dalam kelas kontekstual guru selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya heterogen.

Praktik motode ini dalam pembelajaran terwujud dalam :

a.    Pembentukan kelompok kecil

b.    Pembentukan kelompok besar.

c.    Mendatangkan ahli ke kelas.

d.   Bekerja dengan kelas sederajat.

e.    Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya.

f.     Belajar dengan masyarakat.

 

f.          Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan. Siswa menyimpan apa yang telah dipelajari sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengatahuan yang baru diterima. Implementasi pada akhir pembelajaran guru memberi waktu sebentar agar siswa melakukan refleksi berupa:

1.      peryataan langsung tentang apa yang diperoleh hari itu,

2.      catatan atau jurnal di buku siswa,

3.      kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu,

4.      diskusi,

5.      hasil kerja.

 

g.         Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assesment)

Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberi gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran itu perlu diperoleh guru agar dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Apabila data yang dikumpulkan guru untuk mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan belajar.

Penilaian dilakukan bersama secara terintegrasi dari kegiatan pembelajaran. Data yang dikumpulkan harus dari kegiatan yang nyata yang dikerjakan siswa pada proses pembelajaran. Jika guru ingin mengetahui perkembangan siswa, maka guru harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat siswa melakukan kegiatan atau percobaan. Penilaian autentik didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa. Karakteristik penilaian sebenarnya dilakukan sebagai berikut.

1.      Dilaksanakan selama dan sesudah pembelajaran

2.      Dapat digunakan untuk formatif atau sumatif

3.      Yang diukur adalah keterampilan dan performannya bukan mengingat fakta

4.      Berkesinambungan

5.      Terintegrasi

6.      Dapat digunakan sebagai feed back[3]

 



[1] Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum Berbasis Kompetensi. (Jakarta. Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas.2002) hal. 10

[2] Yatim Riyanto, Paradigma baru …, hal. 161

[3] Nurhadi. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) dan Penerapannya dalam KBK.( Malang: Universitas Negeri Malang Press. 2003) hal. 23-27

 

No comments:

Post a Comment