Konsep
Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching Learning
( Diisusun oleh: Zaman Hurri,
S.Ag.M.Pd)
Seperti yang sudah dijelaskan terdahulu bahwa pendekatan
kontekstual adalah pendekatan yang memungkinkan dikembangkannya strategi
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari.
Pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu siswa menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk siswa belajar dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa.
Pemanduan
materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang kuat dan
mendalam sehingga siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara penyelesaiannya.
Dalam
hal ini siswa perlu mengerti makna belajar dan manfaatnya bagi kehidupan dan
bagaimana cara mencapainya. Mereka harus sadar bahwa apa yang mereka pelajari
berguna bagi hidupnya. Sehingga mereka dapat menempatkan diri sendiri untuk
membekali diri di dalam hidupnya. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi
dirinya dan berupaya mencapainya. Dalam upaya ini, mereka memerlukan guru
sebagai pengarah dan pembimbing.
Pembelajaran kontekstual/CTL (Contextual Teaching and Learning)
adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari. Ada tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual yang efektif,
yaitu konstruktifisme (constructivism), bertanya (question),
menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community),
pemodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (authentic assesment)[1]
Di
kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Tugas
guru lebih banyak berkaitan dengan strategi daripada memberi informasi, mengelola
kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru
bagi anggota kelas. Pengetahuan dan keterampilan dapat ditemukan oleh siswa,
bukan dari apa kata guru. Pendekatan kontekstual merupakan strategi
pembelajaran yang mendekatkan pengetahuan yang diperoleh siswa dengan pengalamannya
dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan kontekstual mempunyai tujuh komponen
yang terintegrasi dalam suatu rencana pembelajaran.
Sejauh
ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai
perangkat fakta-fakta yang harus dihafal, kelas masih berfokus pada guru
sebagai sumber utama pengetahuan , kemudian ceramah menjadi pilihan utama
strategi. Untuk itu diperlukan strategi belajar yang baru yang lebih
memberdayakan siswa. Melalui landasan filosofis konstruktivisme, CTL
dipromosikan menjadi alternative strategi belajar yang baru. Melalui pendekatan
CTL , siswa diharapkan belajar melalui ‘mengalami” bukan “menghafal”.[2].
Ada beberapa komponen yang berkaitan dengan CTL sebagai berikut :
a.
Konstruktivisme
Teori
belajar tentang konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus membangun
pengetahuan di dalam benak mereka sendiri. Setiap pengetahuan dapat dikuasai
dengan baik jika siswa secara aktif mengkontruksi pengetahuannya
di dalam
pikirannya. Konstruktivisme merupakan landasan berpikir atau filosofis
pendekatan kontekstual. Kontekstual yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia
sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks terbatas dan tidak
secara tiba-tiba. Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang
siap diambil atau diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.
Oleh
karena itu pengetahuan menjadi proses mengkontruksi bukan menerima pengetahuan.
Dalam pandangan konstruktivisme, strategi lebih diutamakan daripada seberapa
banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah
memfasilitasi proses tersebut dengan:
1.
menjadikan pengetahuan bermakna dan
relevan bagi siswa,
2. memberi
kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri,
3.
menyadarkan siswa agar menerapkan
strategi mereka sendiri dalam belajar.
b.
Menemukan
(inquiry)
Menemukan
merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran CTL. Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri. Guru selalu merangsang kegiatan
yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi yang diajukan. Siklus inquiry
yaitu merumuskan masalah, observasi, bertanya, mengajukan dugaan
(hipotesis), pengumpulan data dan penyimpulan.
Adapun
langkah-langkah kegitan belajar dalam kegiatn menemukan ( inquiri) adalah sbb :
a.
Merumuskan masalah.
b.
Mengamati atau melakukan observasi.
c.
Menganalisis dan menyajikan hasil dalam
tulisan, gambar laporan, bagan, tabel, atau karya lainya.
d.
Mengomunikasikan atau menyajikan hasil
karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang lain.
c.
Bertanya
(Questioning)
Questioning
atau
bertanya adalah salah satu strategi pembentukan pendekatan kontekstual. Bagi
guru, bertanya dipandang sebagai kegiatan untuk mendorong siswa untuk
mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, membimbing
dan menilai kemampuan siswa. Bagi siswa, bertanya merupakan kegiatan penting
dalam melaksanakan pembelajaran
berbasis inquiry.
Dalam sebuah pembelajaran yang produtif, kegiatan
bertanya berguna untuk :
a. Menggali informasi baik administrasi maupun
akademis.
b. Mengecek pemahaman siswa.
c. Membangkitkan respons kepada siswa.
d. Mengetahui sejauh mana keingintauhan siswa.
e. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.
f. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.
g. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang
dikehendaki guru.
h. Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari
siswa.
i.
Untuk
menyegarkan kembali pengetahuan.
d.
Permodelan
(Modelling)
Modelling
atau
permodelan adalah kegiatan pemberian model dengan tujuan untuk membahasakan
gagasan yang kita pikirkan, mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para
siswa untuk belajar atau melakukan sesuatu yang kita inginkan. Dalam sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu selalu ada model yang dapat
dicontoh dan diamati siswa. Guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar”
misalnya guru member contoh tentang cara belajar sesuatu, sebelum siswa
melaksanakan tugas.
Dalam pendekatan
CTL guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirangsang dengan melibatkan
siswa-siswa ditunjuk untuk memberi contoh temannya mendemonstrasikan
keterampilan.
e.
Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Konsep
Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing dengan
teman, antar kelompok, antara yang tahu dengan yang belum tahu. Dalam kelas
kontekstual guru selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok
belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya heterogen.
Praktik
motode ini dalam pembelajaran terwujud dalam :
a.
Pembentukan kelompok kecil
b.
Pembentukan kelompok besar.
c.
Mendatangkan ahli ke kelas.
d.
Bekerja dengan kelas sederajat.
e.
Bekerja kelompok dengan kelas di
atasnya.
f.
Belajar dengan masyarakat.
f.
Refleksi
(Reflection)
Refleksi
adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang
tentang apa-apa yang sudah dilakukan. Siswa menyimpan apa yang telah dipelajari
sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi
dari pengatahuan yang baru diterima. Implementasi pada akhir pembelajaran guru
memberi waktu sebentar agar siswa melakukan refleksi berupa:
1.
peryataan langsung tentang apa yang
diperoleh hari itu,
2. catatan
atau jurnal di buku siswa,
3. kesan
dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu,
4. diskusi,
5. hasil
kerja.
g.
Penilaian
yang sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian
adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberi gambaran
perkembangan belajar siswa. Gambaran itu perlu diperoleh guru agar dapat
memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Apabila data
yang dikumpulkan guru untuk mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan
dalam belajar, maka guru segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa
terbebas dari kemacetan belajar.
Penilaian
dilakukan bersama secara terintegrasi dari kegiatan pembelajaran. Data yang dikumpulkan
harus dari kegiatan yang nyata yang dikerjakan siswa pada proses pembelajaran.
Jika guru ingin mengetahui perkembangan siswa, maka guru harus mengumpulkan
data dari kegiatan nyata saat siswa melakukan kegiatan atau percobaan.
Penilaian autentik didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh
siswa. Karakteristik penilaian sebenarnya dilakukan sebagai berikut.
1.
Dilaksanakan selama dan sesudah
pembelajaran
2. Dapat
digunakan untuk formatif atau sumatif
3. Yang
diukur adalah keterampilan dan performannya bukan mengingat fakta
4. Berkesinambungan
5. Terintegrasi
6.
Dapat digunakan sebagai feed back[3]
[1] Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum
Berbasis Kompetensi. (Jakarta.
Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas.2002) hal. 10
[2] Yatim Riyanto, Paradigma baru …, hal. 161
[3] Nurhadi. Pembelajaran
Kontekstual (Contextual Teaching Learning) dan Penerapannya dalam KBK.( Malang: Universitas Negeri Malang
Press. 2003) hal. 23-27
No comments:
Post a Comment