Sunday, December 30, 2012

IMPLEMENTASI PELAJARAN AL-QUR’AN HADITH


IMPLIMENTASI PELAJARAN AL-QUR’AN HADITH
Oleh: Zaman Hurri

A.    Pengertian Al-Qur’an Hadith
            Secara Bahasa Qara’a mempunyai arti: mengumpulkan, atau menghimpun menjadi satu Kata Qur’an n dan Qira’ah keduanya merupakan masdar (infinitif) diambil dari kata kerja lampau (Fi’il Madhi) yaitu. Qara’a- Qiraatan- Quranan.[1]

            Kata Qur’anah pada ayat di atas berarti qiraatuhu yaitu bacaannya atau cara membacanya. Terdapat berbagai macam definisi Qur’an, diantaranya definisi menurut Abdul Wahhab Khalaf, yaitu: Firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah Saw dengan peerntara Jibril dalam bahasa Arab. Dan, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah. Ia terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat Al- Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan, serta terjaga dari perubahan dan pergantian.
            Selanjutnya al-Qur'an secara istilah adalah “Firman Allah SWT yang menjadi mu’jizat abadi kepada Rasulullah yang tidak mungkin bisa ditandingi oleh manusia, diturunkan ke dalam hati Rasulullah SAW, diturunkan ke generasi berikutnya secara mutawatir, ketika dibaca bernilai ibadah dan berpahala besar”.[2]
            Al-Qur'an merupakan wahyu Allah dan sekaligus sebagai pedoman atau panduan hidup bagi umat manusia.[3] Banyak ilmu yang lahir dari Al-Qur'an, baik itu yang berhubungan langsung dengannya seperti Ulumul Qur'an, Ilmu Tafsir dan yang lainnya, atau tidak berhubungan langsung namun terinspirasi dari Al-Qur'an seperti ilmu alam, ilmu ekonomi dan yang lainnya. Al-Qur'an menekankan pada kebutuhan manusia untuk mendengar, menyadari, merefleksikan, menghayati, dan memahami. Maka, mau tidak mau Al-Qur'an harus mampu menjawab berbagai problematika yang terjadi dalam masyarakat.[4]
            Selanjutnya Istilah Hadits telah digunakan secara luas dalam studi keislaman untuk merujuk kepada teladan dan otoritas Nabi saw atau sumber kedua hukum Islam setelah al-Qur’an. Meskipun begitu, pengertian kedua istilah tersebut tidaklah serta merta sudah jelas dan dapat dipahami dengan mudah. Para ulama dari masing-masing disiplin ilmu menggunakan istilah tersebut didasarkan pada sudut pandang yang berbeda sehingga mengkonskuensikan munculnya rumusan pengertian keduanya secara berbeda pula.
            Kata hadits merupakan isim (kata benda) yang secara bahasa berarti kisah, cerita, pembicaraan, percakapan atau komunikasi baik verbal maupun lewat tulisan. Bentuk jamak dari hadits yang lebih populer di kalangan ulama muhadditsin adalah ahadits,  dibandingkan bentuk lainnya yaitu hutsdan atau hitsdan.[5]  Masyarakat Arab di zaman Jahiliyyah telah menggunakan kata hadits ini dengan makna “pembicaraan”, hal itu bisa dilihat dari kebiasaan mereka untuk menyatakan  “hari-hari mereka yang terkenal” dengan sebutan ahadits.[6]
Jadi Al-Qur’an Hdith yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada Madrasah Ibtidaiyah yang dimaksudkan untuk memberikan motivasi, bimbingan, pemahaman, kemampuan dan penghayatan terhadap isi yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadith sehingga dapat diwujudkan dalam perilaku sehari-hari sebagai perwujudan iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Saturday, December 29, 2012

SUPERVISI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR


SUPERVISI PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

TUGAS :

MATA KULIAH : SUPERVISI PENDIDIKAN

 

OLEH :

KELOMPOK  V

 ADI WARDANA

ZAMAN HURRI

SAIFUL ARDI


1. Pengertian Supervisi
Supervisi pendidikan, peningkatan kualitas, guru, instrumen. Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Isi . Pada Rumawi V sub B disebutkan bahwa: 1. Supervisi proses pembelajaran dilakukan pada tahap  perencanaan, pelaksanaan dan penilaian hasil pembelajaran. 2. Supervisi pembelajaran diselenggarakan dengan cara pemberian contoh, diskusi, pelatihan dan konsultasi. 3. Kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala   dan pengawas satuan pendidikan.
Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007, tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, bahwa pada kompetensi Supervisi Kepala sekolah yaitu :
1. Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka  peningkatan  profesional guru. 2. Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan  menggunakan pendekatan dan tehnik supervisi yang tepat. 3. Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
 Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dinyatakan bahwa esensi otonomi daerah adalah mendekatkan masyarakat pada akses perumusan kebijakan pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan di daerahnya. Berlandaskan otonomi daerah, pemerintah daerah, DPRD, dan masyarakat mempunyai kewenangan yang lebih besar dalam menyejahterakan dan menyiapkan masyarakatnya untuk bersaing dalam perdagangan global (Djam’an, 1999). Dalam otonomi daerah, dapat dikatakan bahwa ada kebebasan daerah untuk mengatur dan menyusun anggaran rumah tangganya. Hal ini juga berlaku dalam lembaga pendidikan.

Sunday, December 23, 2012

Hubungan Manajemen Stratejik Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan



HUBUNGAN MANJEMEN STRATEJIK DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

Oleh:
Zaman Hurri
NIM. 1009200050069

A. Latar Belakang Masalah
Pembaharuan  yang dasar  telah diterapkan pada  pengelolaan pendidikan di Indonesia. Hal ini telah ditetapkan  dalam undang undang Sistem pendidian Nasional Nomor 20 tahun 2003  Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1 dan 2 yaitu:
“Pendidikan adalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman”( UU Nomor 20 Tahun 2003)

Dimana dalam Undang-undang tersebut menegaskan bahwa bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana dalam rangka untuk mewujud kegiatan belajar mengajar yang aktif untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang diharapkan.
Hasil pendidikan yang diharapkan adalah mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang paripurna dalam berbagai bidang. Dengan kata lain, pelayanan yang prima yang dapat memenuhi dan memuaskan  harapan masyarakat merupakan hasil yang ingin dicapai dalam pengelolaan pendidikan.
Untuk memenuhi keinginan masyarakat tersebut tentu harus dilayani dengan peningkatan kualitas hasil dari proses pengelolaan pendidikan atau yang dikenal dengan mutu pendidikan. Menurut Komariah ( 2005 : 8 ), mutu pendidikan adalah kualitas produk yang dihasilkan lembaga pendidikan atau sekolah. Yaitu dapat diidentifikasi dari banyaknya siswa yang memiliki prestasi, baik prestasi akademik maupun yang lain, serta lulusannya relevan dengan tujuan.
Merealisasi harapan  tersebut perlu adanya pengelolaan pendidikan tersebut secara terencana, efesien, efektif dan inovatif. Pengelolan pendidikan tidak hanya mencakup pengelolaan kegiatan proses belajar mengajar yang terjadi di sekolah, tetapi lebih jauh mencakup aspek manajemen pengelolaan pendidikan.
Salah satu alternatif adalah penerapan manajemen stratejik dalam pengelolaan pendidikan untuk mencapai mutu pendidikan yang diharapkan. Menurut Gunawan ( 2009) berpendapat bahwa “ manajemen Stratejik mampu mengkombinasikan pola pikir Strategi dalam manajemen, karena segala sesuatu yang Strategi tidak hanya berhenti pada proses perencanaan saja tetapi juga dilanjutkan pada tingkat operasional dan pengawasan”
Jadi untuk melihat  hubungan manajemen Stratejik dalam meningkatkan mutu pendidikan secara mendalam penulis akan membahas makalah dengan judul : Hubungan Manjemen Stratejik Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.

Thursday, May 31, 2012

PENGERTIAN DAN PERAN GURU AGAMA


PENGERTIAN DAN PERAN GURU AGAMA ISLAM

1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam
Guru agama adalah seseorang yang mengajar dan mendidik agama Islam dengan membimbing, menuntun, memberi tauladan dan membantu mengantarkan anak didiknya ke arah kedewasaan jasmani dan rohani. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan agama yang hendak di capai yaitu membimbing anak agar menjadi seorang muslim yang sejati, beriman, teguh, beramal sholeh dan berakhlak mulia, serta berguna bagi masyarakat, agama dan Negara.[1]
Sebelum penulis membicarakan tentang pengertian guru pendidikan agama Islam, perlulah kiranya penulis awali dengan menguraikan pengertian guru agama secara umum, hal ini sebagai titik tolak untuk memberikan pengertian guru agama Islam.

14


­­______________
Secara ethimologi (harfiah) ialah dalam literatur kependidikan Islam seorang guru biasa disebut sebagai ustadz, mu`alim, murabbiy, mursyid, mudarris, dan mu`addib, yang artinya orang memberikan ilmu pengetahuan dengan  tujuan  mencerdaskan  dan  membina   akhlak   peserta   didik  agar
menjadi orang yang berkepribadian baik.[2]
Menurut Muhaimin bahwa guru adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid-murid, baik secara individual ataupun klasikal. Baik disekolah maupun diluar sekolah. [3]
Zakiah Daradjat dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam menguraikan bahwa seorang guru adalah pendidik Profesional, karenanya secara implicit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan.[4]
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam setiap melakukan pekerjaan yang tentunya dengan kesadaran bahwa yang dilakukan atau yang dikerjakan merupakan profesi bagi setiap individu yang akan menghasilkan sesuatu dari pekerjaannya. Dalam hal ini yang dinamakan guru dalam arti yang sederhana adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.[5]
M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Ilmu Pendidikan Praktis dan Teoritis menjelaskan guru adalah orang yang telah memberikan suatu ilmu/ kepandaian kepada yang tertentu kepada seseorang/ kelompok orang.[6]

­­______________
Dari  rumusan  pengertian  guru  diatas  dapat  disimpulkan bahwa guru
adalah orang yang memberikan pendidikan atau ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan tujuan agar peserta didik mampu memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Sedangkan pengertian guru pendidikan agama Islam, adalah seorang pendidik yang mengajarkan ajaran Islam dan membimbing anak didik ke arah pencapaian kedewasaan serta membentuk kepribadian muslim yang berakhlak, sehingga terjadi keseimbangan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Sebagai guru pendidikan agama Islam haruslah taat kepada Tuhan, mengamalkan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Bagaimana ia akan dapat menganjurkan dan mendidik anak untuk berbakti kepada Tuhan kalau ia sendiri tidak mengamalkannya, jadi sebagai guru agama haruslah berpegang teguh kepada agamanya, memberi teladan yang baik dan menjauhi yang buruk. Anak mempunyai dorongan meniru, segala tingkah laku dan perbuatan guru akan ditiru oleh anak-anak. Bukan hanya terbatas pada hal itu saja, tetapi sampai segala apa yang dikatakan guru itulah yang dipercayai murid, dan tidak percaya kepada apa yang tidak dikatakannya.
Dengan demikian seorang guru pendidikan agama Islam ialah merupakan figure seorang pemimpin yang mana disetiap perkataan atau perbuatannya akan menjadi panutan bagi anak didik, maka disamping sebagai profesi seorang guru agama hendaklah menjaga kewibawaannya agar   jangan   sampai   seorang   guru   agama   melakukan  hal-hal  yang  bisa
menyebabkan hilangnya kepercayaan yang telah diberikan masyarakat.[7]
Ahmad Tafsir mengutip pendapat dari Al-Ghazali mengatakan bahwa siapa yang memilih pekerjaan mengajar, ia sesungguhnya telah memilih pekerjaan besar dan penting. Karena kedudukan guru pendidikan agama Islam yang demikian tinggi dalam Islam dan merupakan realisasi dari ajaran Islam itu sendiri, maka pekerjaan atau profesi sebagai guru agama Islam tidak kalah pentingnya dengan guru yang mengajar pendidikan umum.[8]
Dengan demikian pengertian guru pendidikan agama Islam yang dimaksud disini adalah mendidik dalam bidang keagamaan, merupakan taraf pencapaian yang diinginkan atau hasil yang telah diperoleh dalam menjalankan pengajaran pendidikan agama Islam baik di tingkat dasar, menengah atau perguruan tinggi.
2. Peran Guru Pendidikan Agama Islam

­­______________
Menurut Syaiful Bahri Djamarah mengatakan bahwa sehubungan dengan peranan guru sebagai “Pengajar”, “Pendidik” dan “Pembimbing”, juga masih ada berbagai peranan guru lainnya. Dan peranan guru ini senantiasa akan menggambarkan pola tingkah laku yang diharapkan dalam berbagai interaksinya, baik dengan siswa, guru maupun dengan staf yang lain. Dari berbagai kegiatan interaksi belajar mengajar, dapat dipandang guru sebagai sentral bagi peranannya. Sebab baik disadari atau tidak bahwa sebagian dari waktu dan perhatian guru banyak di curahkan untuk menggarap proses belajar mengajar dan berinteraksi dengan siswanya.[9]
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya “Guru Dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, menyebutkan peranan guru agama Islam adalah seperti diuraikan di bawah ini:[10]
1. Korektor
Sebagai korektor, guru harus bisa membedakan mana nilai yang baik dan mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda itu harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyarakat. Kedua nilai ini mungkin telah anak didik miliki dan mungkin pula telah mempengaruhinya sebelum anak didik masuk sekolah. Latar belakang kehidupan anak didik yang berbeda-beda sesuai dengan sosio-kultural masyarakat dimana anak didik tinggal akan mewarnai kehidupannya.
Semua nilai yang baik harus guru pertahankan dan semua nilai yang buruk harus disingkirkan dari jiwa dan watak anak didik. Bila guru membiarkannya, berarti guru telah mengabaikan peranannya sebagai seorang korektor, yang menilai dan mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didik. Koreksi yang harus guru lakukan terhadap sikap dan sifat anak didik tidak hanya disekolah, tetapi diluar sekolah pun harus dilakukan.

­­______________


2. Inspirator
Sebagai inspirator, guru harus dapat memberikan ilham yang baik bagi kemajuan belajar anak didik. Persoalan belajar adalah masalah utama anak didik. Guru harus dapat memberikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Petunjuk itu tidak mesti harus bertolak dari sejumlah teori-teori belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tetapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi anak didik.
3. Informator
Sebagai informatory, guru harus bisa memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi yang baik dan efektif diperlukan dari guru. Kesalahan informasi adalah racun bagi anak didik. Untuk menjadi informatory yang baik dan efektif, penguasaan bahasalah sebagai kuncin, ditopang dengan penguasaan bahan yang akan diberikan kepada anak didik. Informator yang baik adalah guru yang mengerti apa kebutuhan anak didik dan mengabdi untuk anak didik.
4. Organisator
Sebagai organisator, adalah sisi lain dari peranan yang diperlukan dari guru. Dalam bidang ini guru memiliki kegiatan pengelolaan kegiatan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik, dan sebagainya. Semua diorganisasikan sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri anak didik.
5. Motivator
Sebagai motivator guru hendaklah dapat mendorong anak didik agar bergairah dan aktif belajar. Dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motiv-motiv yang melatarbelakangi anak didik malas belajar dan menurun prestasinya di sekolah. Setiap saat guru harus bertindak sebagai motivator, karena dalam interaksi edukatif tidak mustahil ada diantara anak didik yang malas belajar dan sebagainya.
Motivasi dapat efektif bila dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan anak didik. Penganekaragaman cara belajar memberikan penguatan dan sebagainya, juga dapat memberikan motivasi pada anak didik untuk lebih bergairah dalam belajar. Peranan guru sebagai motivator sangat penting dalam interaksi edukatif, karena menyangkut esensi pekerjaan mendidik yang membutuhkan kemahiran sosial, menyangkut performance dalam personalisasi dan sosialisasi diri.[11]

­­______________
Guru sebagai motivator hendaknya dapat mendorong agar siswa mau melakukan kegiatan belajar, guru harus menciptakan kondisi kelas yang merangsang siswa melakukan kegiatan belajar, baik kegiatan individual maupun kelompok. Stimulasi atau rangsangan belajar para siswa bisa ditumbuhkan dari dalam diri siswa dan bisa ditumbuhkan dari luar diri siswa.
6. Inisiator
Dalam peranannya sebagai inisiator guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. Proses interaksi edukatif yang ada sekarang harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pendidikan. Kompetensi guru harus diperbaiki, keterampilan penggunaan media pendidikan dan pengajaran harus diperbaharui sesuai kemajuan media komunikasi dan informasi abad ini. Guru harus menjadikan dunia pendidikan, khususnya interaksi edukatif agar lebih baik dari dulu. Bukan mengikuti terus tanpa mencetuskan ide-ide inovasi bagi kemajuan pendidikan dan pengajaran.
7. Fasilitator
Sebagai fasilitator guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan kemudahan kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, menyebabkan anak didik malas belajar. Oleh karena  itu  menjadi  tugas  guru  bagaimana  menyediakan   fasilitas, sehingga akan tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan anak didik.
8. Pembimbing
Peranan guru yang tidak kalah pentingnya dari semua peran yang telah disebutkan di atas, adalah sebagai pembimbing. Peranan yang harus lebih di pentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan, anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. Kekurangmampuan anak didik menyebabkan lebih banyak tergantung pada bantuan guru. Tetapi semakin dewasa, ketergantungan anak didik semakin berkurang. Jadi, bagaimanapun juga bimbingan dari guru sangat diperlukan pada saat anak didik belum mampu berdiri sendiri (mandiri).
9. Pengelola Kelas
Sebagai pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif. Sebaliknya, kelas yang tidak dikelola dengan baik akan menghambat kegiatan pengajaran. Anak didik tidak mustahil akan merasa bosan untuk tinggal lebih lama di kelas. Hal ini akan berakibat mengganggu jalannya proses interaksi edukatif. Kelas yang terlalu padat dengan anak didik, pertukaran udara kurang, penuh kegaduhan, lebih banyak tidak menguntungkan bagi terlaksananya unteraksi edukatif yang optimal.
Hal ini tidak sejalan dengan tujuan umum dari pengelolaan kelas, yaitu menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar agar mencapai hasil yang baik dan optimal. Berdasaerkan kondisi demikian sangat diperlukan motivasi dari guru.
10. Evaluator
Sebagai evaluator, guru dituntut  untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Penilaian terhadap aspek intrinsik lebih menyentuh pada aspek kepribadian anak didik. Oleh karena itu guru harus bisa memberikan penilaian dalam dimensi yang luas. Jadi penilaian itu pada hakikatnya diarahkan pada perubahan kepribadian anak didik agar menjadi manusia susila dan cakap.
Sebagai evaluator, guru tidak hanya menilai produk (hasil pengajaran), tetapi juga menilai proses (jalannya pengajaran). Dari kedua kegiatan ini akan mendapatkan umpan balik (feedback) tentang pelaksanaan interaksi edukatif yang telah dilakukan.

B. Pengertian, Macam-macam dan Funfsi Motivasi Belajar
1. Pengertian Motivasi
Sardiman AM. Mengemukakan bahwa motivasi adalah: “usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelakkan perasaan tidak suka itu”.[12]
Menurut Westy Soemanto motivasi, yaitu : “kondisi-kondisi atau keadaan yang mengatifkan atau memberi dorongan kepada makhluk untuk bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut”.[13]
Sedangkan Muhaimin, menjelaskan bahwa:

­­______________
Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan tertentu. Ada tidaknya motivasi dalam diri peserta didik  dapat diamati dari observasi
tingkah lakunya. Apabila peserta didik mempunyai motivasi, ia akan: (1) bersungguh-sungguh, menunjukkan minat, mempunyai perhatian dan rasa ingin tahu yang kuat untuk ikut serta dalam kegiatan belajar, (2) berusaha keras dan memberikan waktu yang cukup untuk melakukan kegiatan tersebut dan (3) terus bekerja sampai tugas-tugas tersebut terselesaikan.[14]

Selanjutnya M. Ngalim Purwanto, juga menjelaskan bahwa: Motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan, dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.[15]
2. Macam-macam Motivasi
Secara umum motivasi dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik, yakni motivasi yang datang dari dalam peserta didik; dan motivasi ekstrinsik, yakni motivasi yang datang dari lingkungan di luar diri peserta didik.[16]
Untuk lebih jelasnya, maka akan diuraikan kedua macam motivasi tersebut pada bab berikut:
1. Motivasi Intrinsik
Menurut  Sardiman AM. Yang   dimaksud   dengan   motivasi  intrinsik

­­______________
adalah ”Motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu”.[17] Motivasi ini sering juga disebut motivasi murni, motivasi yang sebenarnya, yang timbul dari dalam diri anak sendiri.[18]
Jadi yang dimaksud motivasi intrinsik adalah dorongan untuk melakukan sesuatu yang berasal dari dalam anak sendiri tanpa dirangsang dari luar. Dalam hal ini pujian, hadiah, atau sejenisnya tidak diperlukan karena tidak akan menyebabkan peserta didik bekerja atau belajar untuk mendapat pujian atau hadiah itu. Jadi jelas bahwa motivasi intrinsik bersifat riel dan motivasi sesungguhnya.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya rangsangan dari luar.[19] Sebagai contoh seseorang itu belajar, karena tahu besok  paginya  akan ujian dengan  harapan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya, atau temannya. Jadi yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik, atau agar mendapat hadiah.

­­______________
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi seperti angka, kredit, ijazah, tingkatan, hadiah, medali, dan persaingan. Yang bersifat negatif adalah sindiran tajam, cemoohan, dan hukuman. Motivasi ekstrinsik ini tetap diperlukan di sekolah, sebab pengajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat peserta didik atau sesuai dengan kebutuhannya.[20] Oleh karena itu, motivasi terhadap pelajaran itu perlu dibangkitkan oleh guru sehingga peserta didik akan mau dan ingin belajar.
Dari definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi ekstrinsik pada hakekatnya adalah suatu dorongan yang berasal dari seseorang baik itu berupa hal-hal yang tidak berwujud, misalnya: pemberian hadiah, pujian dan sebagainya.
3. Fungsi Motivasi
Menurut Sadirman AM, fungsi motivasi adalah :
1.      Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2.      Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
3.      Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisikan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.[21]

Disamping itu motivasi dapat berfungsi sebagai pendorong usaha pencapaian prestasi seseorang melakukan suatu usaha karena adanya motivasi. Demikian posisi motivasi yang sangat vital, namun bukan berarti seseorang dapat mencapai hasil belajar yang baik, karena berhasil tidaknya seseorang anak dalam belajar itu tidak hanya dipengaruhi oleh motivasi saja, melainkan banyak faktor yang mempengaruhinya.

­­______________
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi dapat berfungsi:
1.      Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan, seperti timbulnya dorongan untuk belajar.
2.      Motivasi berfungsi sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan ke pencapaian tujuan yang diinginkan.
3.      Motivasi berfungsi sebagai penggerak, artinya besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu perbuatan.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu.[22]
1. Faktor Intern
Dalam faktor intern dibagi menjadi tiga faktor, yaitu: faktor jasmaniah, faktor psikologi dan faktor kelelahan.
a. Faktor Jasmaniah
1. Faktor Kesehatan

­­______________
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/bebas dari penyakit. Kesehatan seseorang berpengaruhi terhadap belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan-gangguan/kelainan-kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya.
Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang belajar dan lain sebagainya.
2. Cacat Tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/badan. Cacat itu dapat berupa buta, setengah buta, tuli, setengah tuli, lumpuh dan lain-lain.
Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantuagar dpat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya itu.
b. Faktor Psikologis
Ada tujuh faktor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor itu adalah: inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.
1. Inteligensi
Inteligensi adalah kecakapan yang terdiri dari tiga jenis yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui/menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
Inteligensi besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. Dalam situasi
yang sama, siswa yang mempunyai inteligensi yang tinggi akan lebih berhasil daripada yang mempunyai tingkat inteligensi yang rendah. Walaupun begitu siswa yang mempunyai tingkat inteligensi yang tinggi belum pasti berhasil dalam belajarnya. Hal ini disebabkan karena belajar adalah proses yang kompleks dengan banyakfaktor yang mempengaruhinya, sedangkan inteligensi adalah salah satu faktor di antara faktor yang lain.
2. Perhatian
Perhatian menurut Gazali adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada suatu objek (benda/hal) atau sekumpulan objek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai dengan hobi dan bakatnya.
3. Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasan.
Minat besar  pengaruhnya  terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran
yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar dengan sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Ia tidak memperoleh kepuasan dari pelajaran itu. Bahan pelajaran yang menarik minat siswa, lebih mudah dipelajari dan disimpan, karena minat menambah kegiatan belajar.
Jika terdapat siswa yang kurang berminat terhadap belajar, dapatlah diusahakan agar ia mempunyai minat yang lebih besar dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan serta hal-hal yang berhubungan dengan cita-cita serta kaitannya dengan bahan pelajaran yang dipelajari itu.
4. Bakat
Bakat atau aptitude menurut Hilgard adalah ”the capacity to learn”. Dengan perkataan lain bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Orang yang berbakat mengetik, misalnya  akan lebih cepat dapat mengetik dengan lancar dibandingkan dengan orang lain yang kurang/tidak berbakat di bidang itu.
Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya itu. Adalah penting untuk mengetahui bakat siswa dan menempatkan siswa belajar di sekolah yang sesuai dengan bakatnya.

5. Motif
Jadi motif erat sekali hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai. Di dalam menentukan tujuan itu dapat disadari atau tidak, akan tetapi untuk mencapai tujuan itu perlu berbuat, sedangkan yang menjadi penyebab berbuat adalah motif itu sendiri sebagai daya penggerak/pendorongnya.
Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar dengan baik atau padanya mempunyai motif untuk berpikir dan memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan/menunjang belajar. Motif-motif di atas dapat juga ditanamkan kepada diri siswa dengan cara memberikan latihan-latihan/kebiasaan-kebiasaan yang kadang-kadang juga di pengaruhi oleh keadaan lingkungan.
6. Kesiapan
Kesiapan adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan, karena kematangan berarti kesiapan untuk melaksanakan kecakapan.[23] Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses belajar, karena jika siswa belajar dan padanya sudah ada kesiapan, maka hasil belajarnya akan lebih baik.
2. Faktor Ekstern

­­______________


­­______________
Faktor  ekstern   yang   berpengaruh   terhadap   belajar  dapat
dikelompokkan menjadi tiga faktor, yaitu: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.
a. Faktor Keluarga
Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia”. Melihat pernyataan diatas, dapatlah dipahami betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan anaknya.
Orang tua yang kurang/tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh terhadap belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan/melengkapi alat belajarnya, tidak memperhatikan anak belajar atau tidak, tidak mau tahu bagaimanakah kemajuan belajar anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajar dan lain-lain, dapat menyebabkan anak tidak/kurang berhasil dalam belajarnya.
Mendidik anak dengan cara memanjakannya adalah cara mendidik yang tidak baik. Orang tua yang terlalu kasihan terhadap anaknya tak sampai hati untuk memaksa anaknya belajar, bahkan membiarkan saja jika anaknya tidak belajar dengan alasan segan, adalah tidak benar, karena jika hal itu dibiarkan berlarut-larut anak menjadi nakal, berbuat seenaknya saja, pastilah belajarnya menjadi kacau.
Di sinilah bimbingan dan penyuluhan memegang peranan yang penting. Anak/siswa yang mengalami kesukaran-kesukaran di atas dapat ditolong dengan memberikan bimbingan belajar yang sebaik-bainya. Tentu saja keterlibatan orang tua akan sanagt mempengaruhi keberhasilan bimbingan tersebut.
b. Faktor Sekolah
Faktor sekolah yang mempenagruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, dan disiplin sekolah.
Kedisiplinan sekolah erat hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolahdan juga dalam belajar. kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan guru dalam mengajar dengan melaksanakan tata tertib, kedisplinan pegawai/karyawan dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan/keteraturan kelas, gedung sekolah, halaman dan lain-lain, kedisiplinan kepala sekolah dalam mengelola seluruh staf beserta siswa-siswanya dan kedisiplinan tim BP dalam pelayanannya kepada siswa.
c. Faktor Masyarakat
Masyarakat  merupakan  faktor ekstern  yang  juga  berpengaruh   terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat. Pada uraian berikut ini membahas tentang kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat, yang semuanya mempengaruhi belajar.

D. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Yang dimaksud upaya guru pendidikan agama Islam dalam pembahasan ini adalah usaha yang dilakukan oleh para guru dalam menumbuhkan dan memberikan motivasi belajar keapada siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat W.J.S. Perwadarminta bahwa upaya adalah usaha (syarat) untuk menyampaikan sesuatu maksud, memecahkan persoalan.[24]
Memberikan motivasi belajar kepada siswa bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, karena tidak semua motivasi yang diberikan guru itu baik, akan tetapi motivasi tersebut juga ada yang merusak prestasi belajar sisawa. Adapun motivasi yang sering digunakan di sekolah adalah motivasi ekstrinsik. Dalam hal ini guru mempunyai peranan penting untuk menyiapkan kebutuhan dan motivasi belajar siswa agar mereka terdorong untuk belajar sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Adapun cara-cara yang sering digunakan guru dalam meningkatkan motivasi belajar siswa diantaranya adalah : memberi tugas, memberi ulangan, memberi nilai, memberi ganjaran, memberi hukuman, mengadakan persaingan / kompetensi, minat dan tujuan yang jelas dan diakui.

­­______________
Ada empat (4) fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan cara  pemeliharaan  dan  peningkatan  motivasi  belajar  anak  didik, yaitu guru
harus dapat menggairahkan anak didik, memberikan harapan yang realistis, memberikan insentif, dan mengarahkan perilaku anak didik ke arah yang menunjang tercapainya tujuan pengajaran.[25]
1. Menggairahkan anak Didik
Dalam kegiatan rutin  di kelas sehari-hari guru  harus berusaha menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan. Guru harus memelihara minat anak didik dalam belajar, yaitu dengan memberikan kebebasan tertentu untuk berpindah dari satu aspek ke lain aspek pelajaran dalam situasi belajar.discovery learning dan metode sumbang saran (brain storming) memberikan kebebasan semacam ini. Untuk dapat meningkatkan kegairahan anak didik, guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai awal setiap anak didiknya.
2. Memberikan Harapan Realitis
Guru harus memelihara harapan-harapan anak didik yang realitis dan memodifikasi harapan-harapan yang kurang atau tidak realitis. Untuk itu guru perlu memiliki pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan atau kegagalan akademis setiap anak didik di masa lalu. Dengan demikian, guru dapat membedakan antara harapan-harapan yang realitis, pesimistis, atau terlalu optimis.
3. Memberikan Insentif

­­______________
Bila anak didik  mengalami keberhasilan, guru diharapkan memberikan
hadiah kepada anak didik (dapat berupa pujian, angka yang baik, dan sebagainya) atas keberhasilannya, sehingga anak didik terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Insentif yang demikian diakui keampuhannya untuk membangkitkan motivasi secara signifikan.
4. Mengarahkan Perilaku Anak Didik
Mengarahkan perilaku anak didik adalah tugas guru. Guru dituntut untuk memberikan respons terhadap anak didik yang tak terlibat langsung dalam kegiatan belajar di kelas. Anak didik yang diam, yang membuat keributan, yang berbicara semaunya, dan sebagainya harus diberikan teguran secara arif dan bijaksana. Cara mengarahkan perilaku anak didik adalah dengan memberikan penugasan, bergerak mendekati, memberikan hukuman yang mendidik, menegur dengan sikap lemah lembut dan dengan perkataan yang ramah dan baik.
a. Pergunakan Pujian Verbal
Kata-kata seperti ”bagus”, ”baik”, ”pekerjaanmu baik”, yang diucapkan segera setelah anak didik selesai mengerjakan pekerjaan yang diperintahkan atau mendekati tingkah laku yang diinginkan, merupakan pembangkit motivasi yang besar.[26]
b. Pergunakan tes dan nilai secara bijaksana

­­______________
Memberikan  tes  dan  nilai  mempunyai  efek  dalam  memotivasi anak
didik untuk belajar. tetapi tes dan nilai harus dipakai secara bijaksana, yaitu untuk memberikan informasi kepada anak didik dan untuk menilai penguasaan dan kemajuan anak didik, bukan untuk menghukum atau membanding-bandingkannya dengan anak didik lainnya. Penilaian diberikan sesuai dengan prestasi kerja dan perilaku yang ditunjukkan oleh anak didik dan bukan atas kemauan guru yang semena-mena. Penyalahgunaan tes dan nilai akan mengakibatkan menurunnya keinginan anak didik untuk berusaha belajar dengan baik.
c. Membangkitkan rasa ingin tahu dan hasrat eksplorasi
Di dalam diri anak didik ada potensi yang besar yaitu rasa ingin tahu terhadap sesuatu. Potensi ini dapat ditumbuhkan dengan menyediakan lingkungan belajar yang kreatif. Rasa ingin tahu pada anak didik melahirkan kegiatan yang positif. Keinginan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru dalam situasi yang baru merupakan desakan eksploratif dari dalam diri anak didik. Kebangkitan motivasi tak dapat dibendung bila di dalam diri anak sudah membara rasa ingin tahu dan hasrat eksplorasi.
d. Merangsang hasrat anak didik
Hasrat anak didik perlu dirangsang dengan memberikan kepada anak didik sedikit contoh hadiah yang akan diterimanya bila ia berusaha dan berprestasi dalam belajar. berikan kepada anak didik penerimaan sosial, sehingga ia tahu apa yang dapat diperolehnya bila berusaha lebih lanjut. Dalam menerapkan hal ini guru perlu membuat urutan pengajaran, sehingga anak didik dapat memperoleh sukses dalam tugas-tugas permulaan.
f. Memanfaatkan apersepsi anak didik
Pengalaman anak didik baik yang didapat di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah dapat dimanfaatkan ketika guru sedang menjelaskan materi pengajaran. Anak didik mudah menerima atau menyerap materi pelajaran dengan mengasosiasikannya dengan bahan pelajaran yang telah dikuasainya. Dengan cara asosiasi, anak didik berusaha menghubungkan materi pelajaran yang akan diserap dengan pengalaman yang telah dikuasai. Bahan apersepsi merupakan seperangkat materi yang dikuasai yang melicinkan jalan menuju penguasaan materi pelajaran yang baru.
Hal ini menguatkan belajar yang lain dan sekaligus menanamkan suatu penghargaan pada diri anak didik, bahwa apa yang sedang dipelajarinya sekarang, juga berhubungan dengan pengajaran yang akan datang.

E. Pembelajaran Pendidikan Agama di SMP
Kata pembelajaran diinterpretasikan sebagai aktivitas guru yang merencanakan atau merancang kegiatan belajar dan siswa yang melakukan aktivitas belajar. Sifat proses tersebut adalah perubahan perilaku dalam konteks pengalaman yang sebagian besar sengaja dirancang.[27]

­­______________
Menurut Muahaimin pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik   dengan   pendidik dan  sumber  belajar  pada  suatu  lingkungan  belajar
dimana seseorang bereaksi terhadap kondisi tertentu.[28]
Selanjutnya bila dikaitkan dengan pengertian pembelajaran Pendidikan Agama Islam, maka diperoleh pengertian menurut Muhaimin bahwa Pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah upaya membuat peserta didik dapat belajar, butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar, dan tertarik untuk terus menerus mempelajari agama Islam, baik untuk kepentingan mengetahui bagaimana cara beragama yang benar, maupun belajar Islam sebagai pengetahuan.[29]
Dari pengertian ini dapat dicermati, pembelajaran Pendidikan Agama Islam telah memberikan dorongan kepada peserta didik dengan mengajak mereka untuk tertarik dan terus menerus mempelajari ajaran agama Islam, sehingga dapat mengaplikasikan dalam kehidupannya sehari-hari. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah dilaksanakan bukan hanya untuk penguasaan materi pada aspek kognitif saja, tetapi juga penguasaannya pada aspek afektif dan psikomotorik.
Selanjutnya pembelajaran pendidikan agama Islam di SMP bertujuan:
1.      Mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja
2.     

­­______________
Menerapkan nilai-nilai kejujuran dan keadilan
3.      Memahami keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi.
4.      Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun yang mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk tuhan.
5.      Menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang sesuai dengan tuntunan agamanya
6.      Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab
7.      Menghargai perbedaan pendapat dalam menjalankan ajaran agama.
Jadi pembelajaran pendidikan agama Islam berarti upaya sadar dan terencana yang dilaksanakan oleh guru SMP dalam menyiapkan siswa-siswanya untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci Alqur’an dan hadis, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan, serta penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam masyarakat hingga terwujudnya kesatuan dan persatuan.



[1]Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Aksara, 1994), hlm. 45.

[2]Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 44-49
[3]Muhaimin dkk, Strategi Belajar Mengajar, (Surabaya: Citra Media, 1996), hal. 70.
[4]Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Angkasa, 1984), hal. 39.
[5]Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 31.
[6]M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988), hal. 169.

[7]M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan…, hal. 170.
[8]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hal.76.

[9]Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak…, hal. 37.
[10]Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak…, hal. 43-48.

[11]Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak…, hal. 48.

[12]Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi…, hal. 75.
[13]Westy Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), hal. 205.

[14]Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), hal. 138.
[15]M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990), hal. 73.
[16]Muhaimin, Paradigma Pendidikan…, hal. 138.

[17] Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi …, hal. 89
[18]A. Tabrani Rusyan, dkk, Pendekatan Dalam…,hal. 120.
[19]Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi …, hal. 90.

[20]Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi…, hal. 121.
[21]Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi…, hal. 122.

[22]Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 54-72.

[23]Sukmadinata dan  Nana Syaodih, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), hal. 43.

[24]W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976), hal. 1132

[25]Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi belajar…, hal. 134-140

[26]Sukmadinata dan  Nana Syaodih, Landasan Psikologi…, hal. 56.

[27]Sutiah, Buku Ajar Teori Belajar dan Pembelajaran, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2003), hal, 379.

[28]Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam Upaya pengefektifan PAI di Sekolah, (Bandung: Rosdakarya, 2002), hal. 71.
[29]Muhaimin, Paradigma Pendidikan…, hal. 75.