Tuesday, December 24, 2013

Peran Pengawas dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru






BAB   I
PENDAHULUAN

Tujuan pendidikan nasional pendidikan Indonesia adalah seperti yang digambarkan dalam undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003)
Tujuan pendidikan yang telah digariskan undang-undang tersebut adalah  tujuan perjuangan pendidikan yang merupakan cita-cita bangsa Indonesia. Cita-cita tersebut menjadi arah seluruh kebijakan pendidikan nasional Indonesia.
            Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut perlu keterlibatan seluruh  komponen pendidikan seperti: (1) kepala sekolah, (2) guru, (3) pengawas, (4) perpustakaan, (5) tenaga tata usaha, dan (6) laboran/teknisi. Juga  ikut berperan aktif penggiat pendidikan dan tokoh masyarakat. Keterlibatan tersebut baik berupa tenaga, pikiran dan dana sekalipun.
            Salah satu komponen pendidikan tersebut adalah pengawas sekolah. Pengawas sekolah atau penilik menurut syaiful ( 2010:138 ) adalah jabatan resmi bidang pendidikan yang ada di Indonesia untuk melakukan pemantauan atas pelaksanaan manajemen sekolah dan pelaksanaan belajar mengajar di kelas. Dengan kata lain, pengawas adalah menjaga agar kegiatan pendidikan, kegiatan belajar mengajar di sekolah tetap  berjalan sesuai tujuan yang telah digariskan.
            Guru merupakan pemegang peran utama dalam kegiatan belajar mengajar Berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar sangat tergantung daripada mutu dan profesionalisme guru sebagai tenaga pendidik dalam mengatur segala kegiatan yang berhubungan dengan aktifitas instruktional.
            Pengawas merupakan tenaga kependidikan yang peranannya sangat penting dalam membina kemampuan profesional tenaga pendidik. Menurut Sudjana (2006:2) bahwa:
Pengawas sekolah berfungsi sebagai supervisor baik supervisor akademik maupun supervisor manajerial. Sebagai supervisor akademik, pengawas sekolah berkewajiban untuk membantu kemampuan profesional guru agar guru dapat meningkatkan mutu proses pembelajaran. Sedangkan sebagai supervisor manajerial, pengawas berke­wajiban membantu kepala sekolah agar mencapai sekolah yang efektif.

            Hal ini secara tidak langsung kinerja pengawas sekolah tentu akan mempengaruhi profesionalisme guru di sekolah . Pengawas merupakan orang pertama dari luar sekolah  yang secara tugasnya membimbing guru secara langsung. Pengawas sekolah punya akses langsung memperbaiki kinerja guru di dalam kelas. Pengawas dapat melihat bagaimana pendekatan, perangkat dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam suatu pengajaran.

                                                           
BAB  II
PERAN PENGAWAS TERHADAP  PROFESIONALISME GURU

A.           Pengertian Pengawasan
               Pengawasan dapat diartikan  sebagai proses kegiatan monitoring untuk meyakinkan bahwa semua kegiatan organisasi terlaksana seperti  yang direncanakan dan sekaligus juga merupakan kegiatan untuk mengoreksi dan memperbaiki bila ditemukan adanya penyimpangan yang akan mengganggu pencapaian tujuan (Robbins dalam Sudjana (2006:5).
               Selanjutnya Burhanuddin (2004:284) mengartikan pengawasan atau supervisi pendidikan tidak lain dari usaha memberikan layanan kepada stakeholder pendidikan, terutama kepada guru-guru, baik secara individu maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki kualitas proses dan hasil pembelajaran.
               Pengawasan identik dengan supervisi, menurut Good Carter dalam Suhertian (2000:18) mengartikan bahwa supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin dan membimbing guru-guru dan petugas-petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan-jabatan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran dan metode mengajar dan evaluasi pengajaran.
Selanjutnya Syaiful ( 2010:90 ) dalam bukunya supervisi pembelajaran mengartikan supervisi mempunyai arti khusus yaitu “membantu dan turut serta dalam usaha-usaha perbaikan dan meningkatkan mutu baik personel maupun lembaga. Dalam dunia pendidikan memandang guru sebagai bagian penting dari manajemen yang diharapkan melaksanakan tugas sesuai fungsi-fungsi manajemen dengan baik dan terukur”.
Dari beberapa pengertian yang penulis sebutkan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa pengawasan atau supervisi erat kaitanya dengan kegiatan membimbing, membina, memonitoring dan member pelayanan dalam membantu guru terhadap kegiatan proses pembelajaran agar tetap berjalan seperti yang diharapkan.
                                                                                                                        
B.            Landasan hukum Pengawas
Adapun yang menjadi kekuatan hukum dari pengawas adalah Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan , pasal 29 ayat 1 menyatakan pengawasan pada pendidikan formal dilaksanakan oleh pengawas stuan pendidikan. Selanjutnya dalam pasal 40 ayat 1 menyebutkan bahwa pengawasan pada pendidikan nonformal dilakukan oleh penilik satuan pendidikan. ( PP nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan )
Selanjutnya untuk memperkuat kedudukan pengawas diterbitkan peraturan menteri Pendidikan Nasional no. 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.

C.           Tugas Pokok Pengawas Sekolah
Tugas pokok pengawas sekolah/satuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial.
Untuk lebih jelasnya tugas pokok tersebut dapat pada tabel yang dituliskan oleh Sudjana ( 2006:20) sebagai berikut :
Tabel 1. MATRIK TUGAS POKOK PENGAWAS

Rincian Tugas
Pengawasan Akademik
(Teknis Pendidikan/Pembelajaran)
Pengawasan Manajerial
(Administrasi dan Manajemen Sekolah)
A. Inspecting/
Pengawasan
1.    Pelaksanaan kurikulum mata     pelajaran
2.    Proses pembelajaran/praktikum/    studi lapangan
3.    Kegiatan ekstra kurikuler
4.    Penggunaan media, alat bantu dan   sumber belajar
5.    Kemajuan belajar siswa
6.    Lingkungan belajar
1.    Pelaksanaan kurikulum sekolah
2.    Penyelenggaraan administrasi sekolah
3.    Kinerja kepala sekolah dan staf sekolah
4.    Kemajuan pelaksanaan pendidikan di sekolah
5.    Kerjasama sekolah dengan  masyarakat
B. Advising/
Menasehati
1.    Menasehati guru dalam     pembelajaran/bimbingan yang efektif
2.    Guru dalam meningkatkan   kompetensi professional
3.    Guru dalam melaksanakan penilaian   proses dan hasil belajar
4.    Guru dalam melaksanakan penelitian    tindakan kelas
5.    Guru dalam meningkatkan  kompetensi pribadi, sosial dan  pedagogik
1.    Kepala sekolah di dalam mengelola pendidikan
2.    Kepala sekolah dalam melaksanakan inovasi   pendidikan
3.    Kepala sekolah dalam peningkatan kemamapuan professional kepala sekolah
4.    Menasehati staf sekolah dalam melaksanakan tugas administrasi sekolah
5.    Kepala sekolah dan staf dalam kesejahteraan sekolah
C. Monitoring/
Memantau
1.    Ketahanan pembelajaran
2.    Pelaksanaan ujian mata pelajaran
3.    Standar mutu hasil belajar siswa
4.    Pengembangan profesi guru
5.    Pengadaan dan pemanfaatan sumber-sumber belajar
1.    Penyelenggaraan kurikulum
2.    Administrasi sekolah
3.    Manajemen sekolah
4.    Kemajuan sekolah
5.    Pengembangan SDM sekolah
6.    Penyelenggaraan ujian sekolah
7.    Penyelenggaraan penerimaan siswa baru
D. Coordinating/
mengkoordinir
1.    Pelaksanaan inovasi pembelajaran
2.    Pengadaan sumber-sumber belajar
3.    Kegiatan peningkatan kemampuan profesi guru
1.    Mengkoordinir peningkatan  mutu SDMsekolah
2.    Penyelenggaraan inovasi di sekolah
3.    Mengkoordinir akreditasi sekolah
4.    Mengkoordinir kegiatan sumber daya pendidikan
E. Reporting
1.    Kinerja guru dalam melaksanakan   pembelajaran
2.    Kemajuan belajar siswa
3.    Pelaksanaan tugas kepengawasan   akademik
1.    Kinerja kepala sekolah
2.    Kinerja staf sekolah
3.    Standar mutu pendidikan
4.    Inovasi pendidikan


D.           Pengertian Guru
Guru atau pendidik menurut Hadari Nawawi dalam Ramayulis (2006:58) adalah orang-orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Lebih khususnya diartikan orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang ikut bertanggungjawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaan. Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaran pendidikan.
            Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa guru atau pendidik adalah orang yang bekerja memberi pengajaran kepada seseorang atau anak didik kearah kedewasaan.

E.              Profesionalisme Guru.
Untuk menjadi guru yang professional harus memiliki beberapa kompetensi. Menurur Undang-undang nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menyakan bahwa guru profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni:
  1. kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik,
  2. kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik,
  3. kompetensi profesional adalah kamampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam,
  4. kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Menjadi guru yang profesional guru harus memiliki kompentensi profesional, Menurut Sanjaya (2010:18 )  kompentensi tersebut adalah :
a.    Kemampuan untuk nmenguasai landasan pendidikan
b.    Pemahaman akan bidang psikologi pendidikan
c.    Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran
d.   Kemampuan dalam mengaplikasikan metodelogi dan strategi pembelajaran
e.    Kemampuan merancang dan memanfaatkan media dan sumber belajar
f.     Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran
g.    Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang seperti administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan
h.    Kemampuan melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah.
         
F.            Peranan Pengawas Sekolah  Terhadap  Profesionalisme Guru
Peran pengawas sekolah adalah menjaga dan membimbing guru agar tetap berada dalam profesional. Untuk lebih jelas peranan Pengawasan atau Supervisi meliputi: (1) supervisi akademik, dan (2) supervisi manajerial. Kedua supervisi ini harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan oleh pengawas sekolah/madrasah.
Sasaran supervisi akademik antara lain adalah untuk membantu guru dalam hal:
a)      merencanakan kegiatan pembelajaran dan atau bimbingan
b)      melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan,
c)      menilai proses dan hasil pembelajaran/bimbingan,
d)     memanfaatkan hasil penilaian untuk peningkatan layanan pembelajaran/bimbingan,
e)      memberikan umpan balik secara tepat dan teratur dan terus menerus pada peserta didik,
f)       melayani peserta didik yang mengalami kesulitan belajar,
g)      memberikan bimbingan belajar pada peserta didik,
h)      menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan,
i)        mengembangkan dan memanfaatkan alat bantu dan media pembelajaran dan atau bimbingan,
j)        memanfaatkan sumber-sumber belajar,
k)      mengembangkan interaksi pembelajaran/bimbingan (metode, strategi, teknik, model, pendekatan dan sebagainya) yang tepat dan berdaya guna,
l)        melakukan penelitian praktis bagi perbaikan pembelajaran/bimbingan,
m)    mengembangkan inovasi pembelajaran/bimbingan.
Dalam melaksanakan supervisi akademik, pengawas sekolah/madrasah hendaknya memiliki peranan khusus sebagai:
a)      patner (mitra) guru dalam meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya,
b)      inovator dan pelopor dalam mengembangkan inovasi pembelajaran dan bimbingan di sekolah/madrasah binaannya,
c)      konsultan pendidikan dan pembelajaran di sekolah/madrasah binaannya
d)     konselor bagi guru dan seluruh tenaga kependidikan di sekolah/madrasah, dan
e)      motivator untuk meningkatkan kinerja guru dan semua tenaga kependidikan di sekolah/madrasah.

Sasaran supervisi manajerial adalah membantu kepala sekolah/madrasah dan tenaga kependidikan di sekolah di bidang administrasi sekolah/madrasah yang meliputi: (a) administrasi kurikulum, (b) administrasi keuangan, (c) administrasi sarana prasarana/perlengkapan, (d) administrasi tenaga kependidikan, (e) administrasi kesiswaan, (f) administrasi hubungan/madrasah dan masyarakat, dan (g) administrasi persuratan dan pengarsipan.( Sahertian,2000 : 28-30)
Menurut Oliva dalam Syaiful (2010:103 ) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang dilakukan pengawas sekolah sebagai supervisor untuk membantu guru agar tetap bekerja secara professional yaitu ;
a.    Membantu guru membuat perencanaan pembelajaran
b.    Membantu guru untuk menyajikan pembelajaran
c.    Membantu guru untuk mengevalusikan pembelajaran
d.   Membantu guru untuk mengelola kelas
e.    Membantu guru dalam mengembangkan kurkulum
f.     Membantu guru dalam mengevaluasi kurikulum
g.    Membantu guru dalam program pelatihan
h.    Membantu guru dalam bekerja sama
i.      Membantu guru dalam mengevaluasi diri

Dalam membimbing guru seorang pengawas harus memperhatikan prinsip-prinsip supervisi  pendidikan, agar kegiatan supervisi yang dilakukan berjalan seperti yang diharapkan dan member manfaat untuk kemenjuan guru. Adapun prinsip tersebut adalah :
a.       Ilmiyah
b.      Demokratis
c.       Kooperatif
d.      Kontruktif dan kreatif
e.       Realistic
f.       Progresif
g.      Inovatif (Syaiful,2010:97 )



BAB  III
PENUTUP

I.          Kesimpulan
            Adapun kesimpulannya adalah ;
1.      Pengawasan atau supervisi erat kaitanya dengan kegiatan membimbing, membina, memonitoring dan memberi pelayanan dalam membantu guru terhadap kegiatan proses pembelajaran agar tetap berjalan seperti yang diharapkan.
2.        Tugas pokok pengawas sekolah/satuan pendidikan adalah melakukan penilaian dan pembinaan dengan melaksanakan fungsi-fungsi supervisi, baik supervisi akademik maupun supervisi manajerial, mencakup kegiatan inspecting, advising, monitoring, coordinating dan reporting.
3.      Guru atau pendidik adalah orang yang bekerja memberi pengajaran kepada seseorang atau anak didik kearah kedewasaan.
4.        Peran pengawas sekolah adalah menjaga dan membimbing guru agar tetap berada dalam professional, meliputi supervisi akademik dan supervisi manajerial.



II.        Saran-saran
            Adapun saran-saran yang dapat diberikan adalah :
Kepada para pembaca kami sarankan bahwa tulisan ini sangat sederhana sekali dan masih jauh dari kesempurnaan. Karena kami yakin bahwa referensi yang kami baca juga sangat minim. Oleh karena itu, luangkanlah waktu sedikit untuk mengoreksi kembali apa yang sudah kami paparkan di atas. Mudah-mudaan sumbangsih pemikiran dan saran yang akan pembaca berikan kepada kami dapat membuat makalah ini lebih berguna bagi kita semua.                        



DAFTAR KEPUSTAKAAN

Burhanudin.2004. Analisis Administrasi Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Nana Sudjana ,2006. Standar Mutu Pengawas, Jakarta: Depdiknas

Peraturan Pemerintah,2005, nomor 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan

Ramayulis,2006, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia.

Sahertian, P.A. 2000. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bineka Cipta

Syaiful Segala. 2010. Supervisi Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Undang-undang Republik Indonesia,2003, nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional

Undang-undang Republik Indonesia,2005,nomor 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen

Wina Sanjaya,2010, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Prenada


Thursday, December 12, 2013

Analisis Kebijakan Sekolah Gratis

Analisis Kebijakan Sekolah Gratis


A.     Latar Belakang
                        Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain bermanfaat bagi kehidupan manusia, di satu sisi perubahan tersebut juga telah membawa manusia ke dalam era persaingan global yang semakin ketat Akibat dari globalisasi itu sendiri semakin terbukanya persaingan antar negara-negara di dunia.

                        Kehidupan ekonomi dan sosial masa depan tidak ditentukan sepenuhnya oleh tersedianya sumber alam maupun jumlah penduduk yang besar, tetapi lebih ditentukan oleh kualitas penduduknya yang dapat menguasai dan memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan taraf hidupnya. Bangsa yang tidak menguasai dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan tergilas dan terseret oleh masyarakat teknokratis. Menurut Miftakhul Khasanah (2010:1)
masyarakat teknokratis atau masyarakat industri masa depan adalah “masyarakat yang dapat menguasai dan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menata dan mengembangkan masyarakat”.
Penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan suatu proses pendidikan. Adanya usaha perbaikan pada bidang pendidikan merupakan salah satu wujud pembangunan di Indonesia.
                        Pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan pembangunan sektor ekonomi, dimana satu dengan yang lain saling berkaitan dan berlangsung dengan serentak. Pendidikan Nasional Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia baik secara fisik maupun intelektual, sehingga mampu mengembangkan diri serta lingkungan dalam rangka pembangunan nasional.
                        Manusia yang berkualitas telah terkandung jelas dalam Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia yang termaktub dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 (2003:7) yang berbunyi
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga.

                        Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, bahkan masih banyak kegagalan dalam dalam implementasinya di lapangan. Kegagalan demi kegagalan antara lain disebabkan oleh manajemen yang kurang tepat, penempatan tenaga pendidikan tidak sesuai dengan bidang keahliannya, dan penanganan masalah bukan oleh ahlinya, sehingga tujuan pendidikan nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui peningkatan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan belum dapat diwujudkan.
                        Upaya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan. negara yang demokratis serta bertanggung jawab Mengingat hal tersebut, maka pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencetak generasi yang berkualitas untuk meneruskan kehidupan berbangsa dan bernegara di masa yang akan datang. Menurut Sinaram Syam (2009:1) Peranan pendidikan diantaranya adalah “mempersiapkan siswa agar memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap untuk disumbangkan bagi kesejahteraan umum sebagai warga negara yang aktif”. Kebijakan pemerintah mengenai wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun (wajar 9 tahun) merupakan upaya pemerintah dalam mencapai tujuan Pendidikan Nasional, dan program tersebut menunjukkan adanya perhatian pemerintah terhadap pendidikan.
                        Era teknologi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat di saat ini, menuntut lembaga pendidikan bertanggung jawab dalam mempersiapkan sisiwa untuk menghadapi dunia luar yang penuh dengan persaingan dan tantangan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan tempat berlangsungya proses belajar mengajar antara guru dengan siswa yang melibatkan berbagai unsur yang saling berkaitan. Unsur-unsur tersebut antara lain guru, siswa, lingkungan, bahan ajar, evaluasi serta media belajar. Kegiatan belajar mengajar sendiri dilakukan dengan sasaran agar hasil proses pendidikan tersebut dapat bermanfaat bagi siswa itu sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor yang bersifat internal dan eksternal. Salah satu faktor yang bersifat eksternal adalah faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga, masyarakat maupun sekolah yang dapat berupa lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik berupa gedung sekolahan, perpustakaan, laboratorium, lapangan, dan lain-lain. Sedangkan lingkungan non fisik bisa berupa suasana belajar, kondisi fisiologis, pergaulan, dan lain-lain,. Hal inilah yang membuat sekolah harus menyediakan kondisi yang sedemikian rupa demi terlaksananya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Kondisi yang dimaksud adalah tersedianya sarana, alat, media serta lingkungan yang tepat dalam membantu kelancaran serta kemudahan bagi guru untuk menyampaikan materi pada siswa sehingga siswa dapat mentransfer materi tersebut dengan mudah.
                        Pendidikan dasar tingkat SD dan SMP merupakan jenjang pendidikan dasar yang melandasi pendidikan berikutnya untuk itu tingkat pendidikan dasar SD dan SMP layak untuk mendapat perhatian yang besar. Pemanfaatan dana yang diperoleh dari kebijakan ini diharapkan mampu meningkatkan intelektual masyarakat dan memenuhi hak pendidikan serta mewujudkan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
                        Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai pelaksanaan program sekolah gratis dengan judul : Analisis Kebijakan Sekolah Gratis Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar Pada Jenjang Pendidikan Dasar.

B.     Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.     Bagaimana implementasi kebijakan pendidikan gratis pada jenjang pendidikan dasar ?
2.     Kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis pada jenjang pendidikan dasar ?
3.     Sejauh mana upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala­ - kendala pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis dalam menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun?

C.     Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.     Untuk mengetahui implementasi kebijakan pendidikan gratis pada jenjang pendidikan dasar.
2.     Untuk mengetahui kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis pada jenjang pendidikan dasar.
3.     Untuk mengetahui Sejauh mana upaya yang dilakukan dalam menghadapi kendala­ - kendala pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis dalam menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.

D.  Isu Pokok PP No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar
Pada Era Reformasi, ketentuan mengenai kewajiban pemerintah menyediakan pendidikan gratis dimasukan dalam amandemen keempat UUD 1945. Presiden pun mempertegas dengan mengeluarkan Inpres No. 5 tahun 2006 mengenai percepatan program wajib belajar Dikdas 9 tahun dan pemberantasan Buta Aksara dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan sumber lain yang tidak mengikat.
Terkait dengan tanggung jawab pemerintah dalam membiayai seluruh biaya pendidikan tertuang dalam UUD 1945 bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar. Sejalan dengan itu UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 6 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap warga Negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab Negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Pesan dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) dan pendidikan lain yang sederajat.
Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2008 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Jadi sudah jelas bahwa “Pendidikan Gratis” menjadi suatu harga mati yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Kebijakan diatas kontradiksi dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Pasal 9 yang menyatakan bahwa Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan. Kemudian dalam Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa pendanaan pendidikan melibatkan partisipasi masyarakat. Sejalan dengan hal diatas Pendidikan Gratis juga memandulkan semangat Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam rangka merangkul peran serta masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui komite sekolah.
Pendidikan gratis adalah peserta didik bisa sekolah tanpa kewajiban membayar apapun baik untuk biaya investasi maupun biaya operasional sekolah peserta didik pun ditanggung Kalau kita telaah makna dari sekolah gratis diatas dimana peserta didik, orang tua atau wali peserta didik tidak membayar biaya yang diperlukan sekolah baik biaya investasi maupun biaya operasional sekolah, itu artinya biaya investasi seperti gedung dan sarana belajar lainnya serta biaya operasional misalnya biaya pennyelenggaraan ulangan, alat tulis sekolah dll ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Sementara Orang Tua atau wali peserta didik berkewajiban membiayai kebutuhan operasional peserta didik itu sendiri seperti buku tulis, alat tulis, transport ke sekolah, pakaian, konsumsi, uang saku dan lain-lain. batasan dari ‘sekolah gratis “ betul­betul harus dipahami oleh semua pihak Sehingga kalau batasan-batasan itu dibuat sejelas mungkin, maka pendidikan gratis akan sukses dilaksanakan. Namun apabila tidak ada batasan yang jelas, maka akibatnya perluasan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dasar bagi anak usia 7-15 tahun seperti yang diamanatkan UU No 20 tahun 20003 tentang Sisdiknas hanya sebagai angan-angan belaka.
Seperangkat aturan di atas memberikan gambaran bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar merupakan kewajiban pemerintah serta kewajiban sekaligus hak masyarakat. Pemerintah baik pusat maupun daerah dalam hal ini menyediakan sarana dan prasarananya, sementara masyarakat memberikan dukungan terhadap terselenggaranya pendidikan dasar tersebut. Kerjasama saling menunjang dan saling mendukung antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat merupakan keniscayaan bagi sukses penyelenggaraan pendidikan dasar ini. Implementasi “Sekolah Gratis” di Kabupaten/ kota suka tidak suka, mau tidak mau memang harus dilaksanakan, karena merupakan amanat konstitusi dari UUD 1945 Bab XIII Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 31 amandemen keempat , Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan Pemerintah wajib membiayainya. Penerapan sekolah gratis di Kabupaten/ kota memungkinkan untuk diterapkan apabila ada regulasi, siap pendanaannya, konsep dan mekanismenya jelas, adanya komitmen pemangku kepentingan pendidikan, perubahan mindset pengelola satuan pendidikan.

E. Isu-Isu Strategis PP No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menetapkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar merupakan bagian dari kebijakan pendidikan di Indonesia dalam mencapai pendidikan untuk semua (education for all).
Program wajib belajar diselenggarakan untuk memberikan pelayanan pendidikan dasar seluas- luasnya kepada warga negara Indonesia tanpa membedakan latar belakang agama, suku, sosial, budaya, dan ekonomi. Setiap warga negara Indonesia usia wajib belajar berhak mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu dan orang tua/walinya berkewajiban memberi kesempatan kepada anaknya untuk mendapatkan pendidikan dasar. Program wajib belajar diselenggarakan pada satuan pendidikan dasar pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal dan harus dapat menampung anak yang normal maupun yang berkelainan dan mempunyai hambatan. Peraturan tentang program wajib belajar mencakup hak dan kewajiban warga negara Indonesia, tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.
Penyelenggaraan program wajib belajar pendidikan dasar perlu dievaluasi pencapaiannya minimal setiap tiga tahun. Sebagai bentuk dari akuntabilitas publik, masyarakat berhak mendapat data dan informasi tentang hasil evaluasi penyelenggaraan program wajib belajar tersebut. Program wajib belajar merupakan gerakan nasional yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan oleh Perwakilan Negara Republik Indonesia di luar negeri .
F.  Analisis PP No 47 Tahun 2008 Tentang Wajib Belajar
PP No 47 Tahun 2008 merupakan tindak lanjut dari Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan yang ditetapkan pada tanggal 04 Juli 2008 ini mengatur penyelenggaraan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun beserta dengan pembiayaannya.
Terkait pendidikan gratis, peraturan yang perlu dicermati dari Peraturan Pemerintah ini adalah pada PP Nomor 47 tahun 2008 dalam BAB VI tentang Penjaminan Wajib Belajar pasal 9. Selengkapnya pasal 9 menyatakan sebagai berikut.
Pasal 9
(1) Pemerintah dan Pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa menungut biaya.
(2) Warga Negara Indonesia yang berusia 6 (enam) tahun dapat mengikuti program wajib belajar apabila daya tampung satuan pendidikan masih memungkinkan.
(3) Warga Negara Indonesia yang berusia di atas 15 (lima belas) tahun dan belum lulus pendidikan dasar dapat menyelesaikan pendidikannya sampai lulus atas biaya Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
(4) Warga Negara Indonesia usia wajib belajar yang orangtua/walinya tidak mampu membiayai pendidikan, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memberikan bantuan biaya pendidikan sesuai peraturan perundang-undang.
Setelah PP No.47 berlaku mulai bulan Januari tahun 2009, diperkuat dengan Surat Edaran Mentri Pendidikan Nasional No. 23/MPN/KU/2009 perihal Kebijakan Pendidikan Gratis Bagi Pendidikan Dasar yang ditujukan kepada para Gubernur dan para Bupati/Walikota seluruh Indonesia. Dalam surat edaran itu, disampaikan hal-hal penting sebagai berikut :
(1) Kebijakan pendidikan gratis bagi pendidikan dasar merupakan amanah dari UUD 1945, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintahan, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, PP No.47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar, PP No.48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan dan UU No.41 tahun 2008 tentang APBN Tahun 2009.
(2)   Secara umum, mekanisme pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis telah diatur dalam Buku Panduan BOS untuk Pendidikan Gratis Dalam Rangka Wajar 9 Tahun yang Bermutu Tahun 2009.
(3)   Hal-hal yang belum diatur dalam Buku Panduan BOS dan aturan yang lebih       rinci,    agar      diatur                dalam Perda/Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota yang disesuaikan dengan kondisi daerah sepanjang tidak bertentangan dengan Buku Panduan BOS, termasuk penggunaan dana BOP (Bantuan Operasional Pendidikan) yang bersumber dari APBD.
(4)   Secara khusus diminta dengan hormat agar diterbitkan Perda/Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota terkait dengan kebijakan pendidikan gratis dan mekanisme sumbangan sukarela dari masyarakat mampu dalam pembiayaan pendidikan, paling lambat akhir Maret 2009

Pada intinya, peraturan di atas menyatakan bahwa Negara (melalui pemerintah) mempunyai kebijakan untuk membebaskan biaya pendidikan yang bertujuan untuk mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun yang bermutu agar semua anak usia wajib belajar dapat memperoleh akses belajar. Akses pendidikan tidak boleh memandang latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan semua latar belakang lainnya. Semua anak usia 6 sampai dengan 15 tahun harus dapat memperoleh pendidikan dasar yang bermutu.
Pengelolaan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan terkesan antagonis. Komunitas pendidikan menuntut agar personal pendidikan memperoleh peningkatan kesejahteraan sekaligus peningkatan mutu pelayanannya. Guru menuntut pemerintah memenuhi hak kesejahteraannya sebagaimana amanat UU 14 / 2005 tentang Guru dan Dosen.
Pemerintah dan masyarakat menuntut peningkatan mutu pelayanan pendidikan tanpa peningkatan kesejahteraan yang bersumber dari masyarakat.Kondisi ini semakin mencuat dengan terbitnya PP No. 48 tentang Pendanaan Pendidikan. Bahkan untuk tingkat satuan SD dan SMP lebih "tragis" terkait terbitnya PP No. 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar. Dalam aturan tersebut, pembiayaan pendidikan dasar ditanggung oleh pemerintah. Artinya, merupakan langkah awal terlaksananya pendanaan pendidikan yang gratis untuk tingkat wajar dikdas 9 tahun (SD dan SMP), yaitu tanpa memungut dana dari masyarakat.
Yang perlu mendapat perhatian ialah masa krisis pendanaan. Yaitu, suatu situasi antara penjelasan pejabat terkait tentang masa berlakunya PP No. 47 tahun 2008 dengan urgensi pembiayaan menyangkut keperluan sekolah, seperti biaya kegiatan kesiswaan, kegiatan kurikulum, tagihan listrik, ledeng, langganan koran, majalah dan internet, petugas sampah dan cleaning service. Tak kalah santernya tuntutan menyangkut honor guru tidak tetap (honorer) dan instruktur ekstrakurikuler, insentif guru, pembelian peralatan kegiatan belajar, pemeliharaan gedung, dan penyelesaian sarana dan prasarana sebagaimana diprogramkan dalam RAPBS.
Menghadapi situasi ini, yang paling "terpukul" adalah SD dan SMP favorit sebagai pengguna dana masyarakat paling besar. Personal komite sekolah, khususnya pada sekolah yang difavoritkan, mendapat paling banyak tekanan. Pertama, keluhan dari siswa tentang penurunan pelayanan pendidikan dari sekolah, khususnya pelayanan kegiatan ekstrakurikuler. Kedua, keluhan dari sekolah menyangkut dana untuk berbagai tagihan. Ketiga, dari pejabat terkait yang belum merestui pungutan dari orang tua siswa. Keempat, tingkat kepedulian orang tua siswa jadi menurun sehubungan dengan terbitnya PP 47 dan 48 tersebut.
Dalam situasi ini, lembaga komite sekolah dengan berbagai peran yang dimilikinya menjadi beku, tak berdaya menjembatani antara sekolah dan pemerintah serta masyarakat. Bahkan tampak beberapa peran komite sekolah tak diperlukan lagi untuk masa mendatang. Padahal dalam UU No. 20/2003 disebutkan bahwa komite sekolah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan (pasal 1). Dalam situasi sekarang, kepedulian komite sekolah nyaris tak berdaya.

  1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Gratis
Kebijakan pembangunan pendidikan dalam kurun waktu 2004 - 2010 meliputi peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan, demi mencapai kualitas sumber daya manusia Indonesia. Program pemerintah mengenai wajib belajar pendidikan dasar 9 Tahun masih perlu ditingkatkan mengingat sampai dengan tahun 2003 masih banyak anak usia sekolah yang tidak dapat mengikuti pendidikan sebagaimana yang diharapkan. Salah satu alasan rendahnya partisipasi pendidikan terutama pada keluarga kurang mampu adalah tingginya biaya pendidikan, baik biaya langsung yang meliputi iuran sekolah, buku-buku, seragam dan alat tulis maupun biaya tidak langsung yang meliputi transportasi, biaya kursus, uang saku dan biaya lain-lain.
Pendidikan gratis adalah pendidikan dimana semua lapisan masyarakat terutama masyarakat kurang mampu dapat melaksanakan kegiatan belajarnya dengan murah dan mudah yaitu mereka tidak harus membayar biaya-biaya yang dikelola oleh sekolah, misalnya uang SPP, uang pengembangan, uang pendaftaran, dan uang buku atau dapat dikatakan tanpa dipungut biaya. Yang dimaksud dengan pendidikan gratis atau sekolah gratis itu adalah orang tua tidak dipungut biaya khususnya biaya operasional, tapi biaya yang dipergunakan siswa harus dibiayai sendiri, misalnya buku, meskipun sudah ada dana buku BOS tetapi masih menggunakan buku pendamping, buku-buku latihan atau LKS, dan seragam sekolah. Tetapi pemahaman dari orang tua yang kurang, karena mereka menganggap yang dimaksud gratis itu adalah biaya secara keseluruhan. Kebijakan pendidikan gratis merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang kemudian di susul pemerintah pusat dengan jalan menaikkan biaya satuan.

  1. Kendala-Kendala Apa Yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Gratis
Pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis secara umum sudah dapat berjalan dengan cukup baik, meskipun demikian masih ditemui beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaannya dan membutuhkan upaya untuk mengatasinya. Adapun beberapa kendala yang dihadapi pada waktu pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis tersebut adalah sebagai berikut :
a.       Kerumitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban
Kendala ini bersifat intern bagi sekolah teutama bagi pengelola dana BOS dalam menyusun laporan pertanggungjawaban BOS. Hal ini disebabkan karena persepsi yang kurang sesuai dengan aturan yang ada, sehingga kadang dalam penyusunan laporan pertanggungjawabannya terdapat kekeliruan. Kondisi ini ditambah dengan semakin singkatnya waktu penyusunan pertanggung jawabannya. Penyusunannya membutuhkan pemikiran yang teliti dan harus di tambah denagn jangka waktu yang sangat singkat padahal laporan pertanggungjawaban tersebut harus didukung dengan data-data yang lengkap dan jelas menambahkan bahwa dalam penggunaan dana itu sangat dibatasi untuk hal apasaja, padahal kenyataannya banyak pengeluaran yang tidak sesuai dengan batasan-batasan penggunaan dana tersebut dan pertanggung jawabannya juga harus sesuai dengan batasan-batasan yang terdapat dalam aturan di buku pedoman pelaksanaan pendidikan gratis itu.
Berdasarkan uraian tersebut, maka kesulitan dalam laporan pertanggungjawaban merupakan kendala yang utama di dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis. Kesulitan ini dapat dipengaruhi karena singkatnya jangka waktu penyusunan laporan pertanggungjawaban BOS, kurangnya kejelasan tentang pertanggungjawaban pada saat sosialisasi dan penggunaan dana yang sangat dibatasi dengan aturan-aturan yang dalam pembuatan laporan pertanggungjawabannya harus sesuai dengan batasan yang sudah diatur di dalam buku pedoman.
b.      Keterlambatan pencairan dana
Kegiatan yang berlangsung memerlukan biaya yang harus segera dicukupi. Waktu pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis pada tahun anggara 2011 akan diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari sampai dengan Desember 2011.. Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan atau triwulan, yaitu perode Januari­-Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-September. Penyalurannya dilakukan di bulan pertama setiap triwulannya. Namun tidak tepatnya atau kurangnya kepastian tanggal atau waktu penyaluran dana tetapi masih dalam jangka waktu yang telah ditentukan yaitu setiap tiga bulan sekali atau setiap triwulan sekali yang mengakibatkan proses pembelajaran sedikit terlambat karena belum adanya dana yang digunakan untuk membiayai keperluan­-keperluan dalam proses pembelajaran tersebut. Yang seharusnya awal periode atau awal triwulan dananya harus sudah cair sesuai dengan aturannya, tetapi kenyataannya pada awal tahun ini yaitu bulan maret baru dicairkan. menambahkan bahwa terlambatnya pencairan dana tersebut mungkin disebabkan oleh pemerintah dalam membuat rencana APBN. Jadi sekolah harus berusaha meminjam untuk membiayai semua kegiatan yang sudah berlangsung terlebih dahulu.
c.       Penurunan pelayanan pendidikan khususnya kegiatan ekstrakurikuler.
Anggaran BOS yang diberikan hanya mencukupi biaya operasional akademis, tetapi tidak mencukupi kebutuhan di luar kegiatan akademis. Dana BOS tidak cukup untuk memenuhinya karena terserap penuh untuk kegiatan akademik. Dalam kenyataannya, kegiatan ekstrakurikuler sangat menunjang kegiatan akademik sekolah karena dengan ekstrakurikuler, kualitas sekolah akan terlihat bermutu atau tidak. seperti halnya kegiatan lomba, kualitas sebuah sekolahan akan terlihat disitu. Penurunan layanan kualitas di sekolah tersebut sangat mungkin terjadi mengingat masih banyaknya guru yang belum terjamin kesejehteraannya, apalagi dengan adanya kebijakan sekolah gratis, guru-guru tidak lagi dimungkinkan menerima insentif khusus dari masyarakat.
d.      Anggapan masyarakat dengan adanya kebijakan pendidikan gratis adalah gratis sepenuhnya
Pandangan masyarakat terhadap kebijakan pendidikan gratis ini pada awalnya sangat senang sekali karena membantu seluruh biaya pendidikan, baik operasional maupun non operasional atau pribadi. Jadi mereka menganggap bahwa dengan adanya pendidikan gratis, orang tua sudah tidak membayar semua keperluan di dalam pendidikan anaknya sampai dengan keperluan pribadi siswa seperti seragam sekolah. Padahal yang dimaksud gratis disini adalah mengenai pembiayaan seluruh kegiatan operasional seperti SPP, biaya dari komite atau dana pembangunan, pembiayaan dalam rangka penerimaan siswa baru mulai dari biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, daftar ulang, fotocopy panitia, konsumsi panitia, uang lembur panitia dan lain sebagainya. Begitu pula untuk biaya penunjang kegiatan belajar mengajar mulai dari pembelian buku referensi dan buku teks pelajaran koleksi di perpustakaan.

I.           Upaya Yang Dilakukan Dalam Menghadapi Kendala-Kendala Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Gratis.
Berbagai masalah yang muncul menjadi kendala dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis sehingga perlu dicari jalan keluarnya agar pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan sebelumnya yaitu sesuai dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun yang bermutu. Adapun beberapa usaha atau upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut diantaranya:

a. Kerumitan dalam penyusunan laporan pertanggungjawaban
Kesulitan dalam laporan pertanggungjawaban merupakan kendala yang utama di dalam pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis. Kesulitan ini dapat dipengaruhi karena singkatnya jangka waktu penyusunan laporan pertanggungjawaban BOS, kurangnya kejelasan tentang pertanggungjawaban pada saat sosialisasi dan penggunaan dana yang sangat dibatasi dengan aturan-aturan yang dalam pembuatan laporan pertanggungjawabannya harus sesai dengan batasan yang sudah diatur di buku pedoman.
b. Keterlambatan pencairan dana
Yang dimaksud dengan keterlambatan pencairan dana disini Pencairan dana yang tidak tepat biasanya terjadi pada awal  periode, yaitu yang seharusnya bulan januari itu sudah keluar tapi bulam maret baru terealisasi. Oleh sebab itu, maka pihak sekolah harus mencari dana talangan terlebih dahulu degan cara mencari pinjaman, misalnya meminjam dana yang dari APBD karena keluarnya kadang tidak bersamaan, tetapi setelah dana BOS di naikkan dana yang dari APBD malah diturunkan, jadi ya masih kurang dan harus mencari dana talangan yang lain untuk membiayai operasional sekolah tersebut. Ditambahkan oleh informan M bahwa terkadang sekolah juga bingung karena sudah terlanjur menggunakan dana dari pinjaman ternyata dana yang keluar lebih sedikit dari pinjaman tersebut. Tapi ya memang harus begitu kalau ingin proses pembeajarannya tidak terhambat, karena sumber dana sekolah sekarang hanya mengandalkan dari pemerintah pusat dan daerah saja. Yang penting semua keperluan yang penting didahulukan dan yang lain ditunda terlebih dahulu sampai dananya sudah ada.
c. Penurunan pelayanan pendidikan khususnya kegiatan ekstrakurikuler.
Anggaran BOS yang diberikan hanya mencukupi biaya operasional akademis tetapi tidak mencukupi kebutuhan di luar kegiatan akademis. Dana BOS tidak cukupuntuk memenuhinya karena terserap penuh untuk kegiatan akademik. Padahal pelayanan ekstrakurikuler itu bisa berjalan dengan lancar apabila semua sarana prasaranya tercukupi. Untuk mecukupinya sekolahan harus mencari dana yaitu dengan mengajukan proposal kepada pemerintah walaupun turunnya dana itu tidak tahu kapan terealisasinya.
d.  Anggapan masyarakat dengan adanya kebijakan pendidikan gratis adalah gratis sepenuhnya

Adanya pandangan yang keliru tentang kebijakan pendidikan gratis yaitu gratis secara penuh juga merupakan kendala yang harus di hadapi sehingga masyarakat itu mengetahui sebenarnya apa yang dimaksud dengan pendidikan gratis yang dicanangkan oleh pemerintah ini. Padahal pendidikan gratis itu ditujukan untuk menggratiskan biaya operasional saja sehingga membantu meringankan biaya pendidikan orang tua. Sehingga pihak sekolah memberikan penjelasan tentang pelaksanaan kebijakan pendidikan gratis kepada masyarakat atau orang tua murid sesuai dengan aturan-aturan dalam buku pedoman sehingga mereka paham dan mengerti.