Sunday, February 14, 2021

HERBARIUM, PENGERTIAN DAN CARA PENBUATAN

 HERBARIUM, PENGERTIAN DAN CARA PENBUATAN



A.                Pengertian Herbarium

Herbarium sering diartikan dengan media pembelajaran dari bahan awetan baik dari tumbuhan. Jelasnya, herbarium adalah tumbuhan utuh yang telah kering. Utuh maksudnya lengkap organ vegetatif dan generatif. Organ vegetatif terdiri dari akar, batang, daun sedangkan organ generatif terdiri dari bunga, buah dan biji. Biasanya herbarium dibuat untuk tumbuhan yang berukuran kecil hingga sedang. Hal ini berhubungan dengan cara pengeringannya yang praktis karena biasanya herbarium dibuat dengan menggunakan buku tebal yang relatif ukurannya kecil.[1] Selanjuntnya juga herbarium diartikan dengan kotak, kamar, atau gedung untuk menyimpan kumpulan contoh tumbuhan yg dikeringkan (diawetkan), disimpan dan diklasifikasikan, digunakan dl penelitian botani.[2]

Ada dua pengertian dari herbarium yaitu sebagai benda awetan dari berbagai macam tumbuhan, juga  herbarium berarti tempat menyimpan, baik berupa kotak, kamar ataupun gedung tempat menyimpan dan pengklasifikasian  berbagai benda tumbuhan yang telah diawetkan yang tujuanya sebagai bahan penelitian dan pembelajaran yang dapat digunakan oleh pelajar, siswa, para ahli dan masyarakat umum lainnya.

Awalnya herbarium merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh Turnefor (1700) untuk tumbuhan obat yang dikeringkan sebagai koleksi. Luca Ghini (1490-1550) seorang Professor Botani di Universitas Bologna, Italia adalah orang pertama yang mengeringkan tumbuhan di bawah tekanan dan melekatkannya di atas kertas serta mencatatnya sebagai koleksi ilmiah (Arber, 1938).

 Pada awalnya banyak specimen herbarium disimpan di dalam buku sebagai koleksi pribadi, tetapi pada abad ke-17 praktek ini telah berkembang dan menyebar di Eropa. Karl von Linne (1707-1778) adalah orang berjasa mengembangkan teknik herbarium. Pada saat ini istilah herbarium digunakan pula untuk menamai lembaga yang mengelola koleksi spesimen tumbuhan, mempelajari keanekaragam spesies tumbuhan dan kedudukan taksonominya, serta membuat pangkalan datanya secara komputerisasi.[3]

Material herbarium yang diambil harus memenuhi tujuan pembuatan herbarium, yakni untuk identifikasi dan dokumentasi. Dalam pekerjaan identifikasi tumbuhan diperlukan ranting, daun, kuncup, kadang-kadang bunga dan buah, dalam satu kesatuan. Material herbarium yang lengkap mengandung ranting, daun muda dan tua, kuncup, bunga muda dan tua yang mekar, serta buah muda dan tua. Material herbarium dengan bunga dan buah jauh lebih berharga dan biasa disebut herbarium fertil, sedangkan material herbarium tanpa bunga dan buah disebut herbarium steril. Untuk keperluan dokumentasi ilmiah dianjurkan agar dibuat material herbarium fertil dan untuk setiap nomor koleksi agar dibuat beberapa spesimen sebagai duplikat (3 spesimen atau lebih per nomor koleksi)[4] 

Selain material herbarium harus lengkap, perlu diperhatikan pula bahwa pada saat pengambilan material herbarium harus dilakukan pula pencatatan data tumbuhannya. Terutama karakter atau sifat yang akan hilang jika diawetkan. Material herbarium tanpa catatan tumbuhannya dianggap sangat tidak ada artinya. Pencatatan data tumbuhan dengan menggunakan buku catatan atau blangko isian/tally sheet. Bersamaan dengan pencatatan identitas tumbuhan tersebut, perlu dengan segera dibuat pula label ganting yang diikat dengan material herbarium. Satu tabel untuk satu spesimen. Pada setiap label gantung ditulis kode (singkatan nama), kolektor (pengumpul), nomor koleksi, nama local (daerah) tumbuhan yang dikumpulkan, lokasi pengumpulan, dan tanggal. Dianjurkan agar untuk penulisan pada label gantung tersebut menggunakan pensil, supaya tulisan tidak larut bila kena siraman alcohol atau spiritus.[5]

Ada beberapa manfaat dari herbarium, adapun manfaat tesebut adalah:

1.      Sebagai alat peraga dalam kegiatan pembelajaran.

2.      Sebagai media penelitian.

3.      Sebagai alat bantu identifikasi.

4.      Dapat digunakan untuk pertukaran herbarium antar daerah dan negara.

5.      Sebagai bukti adanya keanekaragaman.

6.        Sebagai specimen acuan untuk mempublikasikan specimen baru.[6]

 

B.                Jenis-Jenis Herbarium

Secara umum herbarium ada dua macam yaitu herbarium kering dan herbarium basah. Pengelompokan ini didasarkan dari cara pembuatan herbarium itu sendiri. Kalau cara basah dilakukan setelah material herbarium diberi label gantung dan dirapikan, kemudian dimasukkan kedalam lipatan kertas Koran. Satu lipatan kertas koran untuk satu spesimen (contoh). Tidak dibenarkan menggabungkan  beberapa spesimen di dalam satu lipatan kertas. Selanjutnya, lipatan kertas koran berisi material herbarium tersebut ditumpuk satu  di atas lainnya. Tebal tumpukan disesuaikan dengan daya muat kantong plastik (40 x 60 cm) yang akan digunakan. Tumpukan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disiram alkohol 70 % atau spiritus hingga seluruh bagian tumbukan disiram secara merata, kemudian kantong plastik ditutup rapat dengan isolatip atau hekter supaya alcohol atau spiritus tidak menguap diluar kantong.[7]

Sedangkan cara kering menggunakan 2 macam proses, yaitu pengeringan langsung dan pengeringan bertahap, pada pengeringan langsung, yakni tumpukan material herbarium yang tidak terlalu tebal di pres didalam sasak, kemudian  dikeringkan diatas tungku pengeringan dengan panas yang diatur atau di dalam oven (suhu 800c selama 48 jam). Kalau pengeringan bertahap, yakni material herbarium dicelup terlebih dahulu di dalam air mendidih sekitar 3 menit, kemudian dirapikan dimasukkan ke dalam lipatan kertas Koran. Selanjutnya ditumpuk dan di pres, dijemur atau dikeringkan di atas tungku pengeringan. Selama proses pengeringan material herbarium itu harus sering diperiksa dan diupayakan agar pengeringan nya merata. Setelah kering material herbarium dirapikan kembali dan kertas koran bekas pengeringan tadi diganti dengan kertas yang baru. Kemudian material herbarium dapat dikemas untuk diidentifikasi.[8]

 

C.                Cara Pembuatan Herbarium

Sebelum pembuatan herbarium ada beberapa hal yanh harus diperhatikan oleh siswa dan guru. Diantaranya yaitu bahan, alat dan material herbarium itu sendiri. Adapun alat dan bahan adalah sebagai berikut:

1.      Alat untuk mengambil material herbarium: a.l. parang, kapak, pisau, gunting stek, galah berpisau, dan kadang-kadang ketapel. Untuk terna perlu sekop, dan untuk rotan diperlukan sarung tangan anti duri.

2.      Alat pembungkus material herbarium: kertas koran, karung plastik besar, kantong plastik (40 x 60 cm, dan ukuran lebih kecil), tali plastik dan hekter. Alat pengepres: sasak dari kayu atau bambu (30 x 50 cm)

3.      Alat tulis: label gantung (3 x 5 cm, dari manila karton), balngko isianitally sheet, pensil, buku catatan dan alat tulis lain

4.      Alkohol 70 % atau spiritus (1 liter untuk 30 — 50 spesimen) Alat pelengkap: kamera dan perlengkapannya, altimeter, teropong, pita ukur, dll.[9]

Dalam pemilihan material herbarium, sebaiknya  memenuhi beberapa ketentuan,  yang pertama, material herbarium yang diambil harus memenuhi tujuan pembuatan herbarium, yakni untuk identifikasi dan dokumentasi. Dalam pekerjaan identifikasi tumbuhan diperlukan ranting, daun, kuncup, kadang-kadang bunga dan buah, dalam satu kesatuan. Material herbarium yang lengkap mengandung ranting, daun muda dan tua, kuncup, bunga muda dan tua yang mekar, serta buah muda dan tua. Material herbarium dengan bunga dan buah jauh lebih berharga dan biasa disebut dengan Herbarium fertil. Sedang kan herbarium yang tanpa bunga dan buah disebut Herbarium steril.  Untuk keperluan dokumentasi ilmiah dianjurkan agar dapat membuat material herbarium fertil dan untuk setiap nomor koleksi agar dibuat beberapa specimen sebagai duplikat dan 3 spesimen atau lebih per nomor koleksi.

Selanjutnya, Material herbarium dari pohon berdiameter besar maupun kecil agar dipilih ranting yang berbunga dan berbuah. Apabila hal ini sulit dilakukan, cukup diambil ranting dengan  daun-daun dan kuncup  utuh dalam satu kesatuan. Material herbarium dari tumbuhan  terna dan rumput-rumputan, batang dan akarnya harus dikumpulkan pula. Demikian pula hal nya dengan bambu, material herbariumnya tidak hanya berupa ranting daun berbunga, tetapi ruas batang  dan pelepahnya harus disertakan  pula. Material herbarium rotan sangat sulit dikumpulkan karena selain berdaun  majemuk bersirip yang panjang nya lebih dari 1 m, bahkan ada yang mencapai 4 m (termasuk sirus) misalnya rotan manau, harus disertakan pula dengan batang dan pelepahnya yang banyak durinya itu. Beberapa jenis rotan tidak memiliki sirus pada ujung daun, namun mempunyai salur berduri pada ujung pelepah yang disebut flagel yang panjangnya dapat mencapai 5 m, seperti pada rotan kesur.

Terakhir, Selain material herbarium harus lengkap, perlu diperhatikan pula bahwa pada saat pengambilan material herbarium harus dilakukan pula pencatatan data tumbuhannya. Terutama karakter atau sifat yang akan hilang jika diawetkan. Material herbarium tanpa catatan tumbuhannya dianggap sangat tidak ada artinya. Pencatatan data tumbuhan dengan menggunakan buku catatan atau blangko isian/tally sheet. Bersamaan dengan pencatatan identitas tumbuhan tersebut, perlu dengan segera dibuat pula label ganting yang diikat dengan material herbarium. Satu tabel untuk satu spesimen. Pada setiap label gantung ditulis kode (singkatan nama), kolektor (pengumpul), nomor koleksi, nama local (daerah) tumbuhan yang dikumpulkan, lokasi pengumpulan, dan tanggal. Dianjurkan agar untuk penulisan pada label gantung tersebut menggunakan pensil, supaya tulisan tidak larut bila kena siraman alcohol atau spiritus.[10]

                Proses selanjutnya adalah dilakukan pengolahan dan pengawetan bahan-bahan material herbarium tersebut. Kegiatan ini dapat dilakukan dilokasi pengumpulan dan ditempat penyimpanan atau koleksi herbarium. Pada lokasi pengumpulan Ada dua cara yang memungkinkan dalam pembuatan herbarium,yaitu cara basah dan cara kering.

1.      Cara basah

Setelah material herbarium diberi label gantung dan dirapikan, kemudian dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Satu lipatan kertas koran untuk satu spesimen (contoh). Tidak dibenarkan menggabungkan beberapa spesimen di dalam satu lipatan kertas.

Selanjutnya, lipatan kertas koran berisi material herbarium tersebut ditumpuk satu di atas lainnya. Tebal tumpukan disesuaikan dengan daya muat kantong plastik (40 x 60 cm) yang akan digunakan. Tumpukan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disiram alkohol 70 % atau spiritus hingga seluruh bagian tumbukan tersiram secara merata, kemudian kantong plastik ditutup rapat dengan isolatip atau hekter supaya alkohol atau spiritus tidak menguap ke luar kantong.

 

2.      Cara kering

Cara kering menggunakan 2 macam proses, yaitu:

a.          Pengeringan langsung, yakni tumpukan material herbarium yang tidak terlalu tebal di pres di dalam sasak, kemudian dikeringkan di atas tungku pengeringan dengan panas yang diatur atau di dalam oven (suhu 80°C selama 48 jam). Pengeringan hams segera dilakukan karena jika terlambat akan mengakibatkan material herbarium rontok daunnya dan cepat menjadi busuk.

b.         Pengeringan bertahap, yakni material herbarium dicelup terlebih dahulu di dalam air mendidih sekitar 3 menit, kemudian dirapikan lalu dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Selanjutnya ditumpuk dan dipres, dijemur atau dikeringkan di atas tungku pengeringan. Selama proses pengeringan material herbarium itu hams sering diperiksa dan diupayakan agar pengeringannya merata.

Setelah kering, material herbarium dirapikan kembali dan kertas koran bekas pengeringan tadi diganti dengan kertas yang bam. Kemudian material herbarium dapat dikemas untuk diidentifikasi.

Dilokasi tempat penyimpanan atau koleksi herbarium, ada beberapa cara yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:

a.       Material basah harus segera dikeluarkan dari kantongnya, kemudian dirapikan tumpukannya dan bila perlu kertasnya diganti dengan kertas baru.

b.      Selanjutnya, tumpukan material herbarium dipres di dalam sasak, kemudian dimasukkan ke dalam tungku pengeringan atau oven dengan suhu 80°C selama 48 jam.

c.       Material yang sudah kering diidentifikasi nama botaninya. Biasanya secara berturut­-turut material tersebut termasuk suku apa, marga dan jenis apa.

d.      Hasil identifikasi ini ditulis pada label identifikasi yang telah disiapkan. Dalam hal ini harus diperhatikan agar nomor koleksi yang ditulis pada label identifikasi sesuai dengan nomor koleksi pada label gantung.

e.       Material herbarium yang telah diidentifikasi kemudian diawetkan dengan cara sebagai berikut:

·           material dicelupkan ke dalam lamtan sublimat, yakni campuran alkohol 96 % dan tepung sublimat dengan perbandingan 50 gram sublimat dalam 1 liter alkohol.

·           Pada proses pengawetan ini dianjurkan agar digunakan sarong tangan dan kain kasa penutup hidung untuk menghindari cairan dan uap sublimat.

·           material yang sudah dicelup (sekitar 2 menit) di dalam lamtan sublimat dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran, kemudian beberapa material ditumpuk menjadi satu dan ditaruh di antara 2 sasak, lalu diikat kecang.

·           sasak yang berisi material tersebut dimasukkan ke dalam tungku pengeringan dan dijemur sampai material menjadi kering.

·           material yang telah kering ini siap untuk diproses lebih lanjut sebagai koleksi herbarium yang tahan terhadap serangan jamur maupun hama.

f.       Material herbarium kering kemudian diplak atau ditempelkan pada kertas gambar yang kaku dan telah disterilkan. Bersamaan dengan pengeplakkan dilakukan pula pemasangan label identifikasi yang telah diisi. Dalam hal ini, perlu diperhatikan agar tidak terjadi salah pasang antara label identifikasi dengan nomor koleksi herbarium yang bersangkutan

g.      Material herbarium kering yang sudah diplak dan memiliki label identifikasi selanjutnya bisa disimpan di ruangan herbarium.[11]



[1] Artikata, Herbarium,(2011)(online) http://www.artikata.com/arti-87894-herbarium.html, diakses tanggal 23 Nopember 2011.

 

[2] ibid

[3] Steenis, C.G.G.J van, Flora Untuk Sekolah di Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001)  hal. 6

[4] Forman, L. & Bridson, D. The herbarium handbook.( Washington DC: Royal

Botanic Gardens Kew,2003)hal. 46

[5] Sutisna, U.T. Kalima dan purnadjaja. Pedoman pengenalan pohon hutan di Indonesia. ( Bogor: Yayasan PROSEA, 2008) hal.3

 

[6] Winsfamily.Herbarium (2011)(online)http://windisfamily.blogspot.com/2010/06/blog-post.html. diakses tanggal 23 nopember 2011.

 

[7] Forman, L. & Bridson, D. The herbarium handbook,…,hal. 5

 

[8] Rugayah, Retnowati. 2004. Pedoman penumpulan data keanekaragaman flora. Pusat penelitian Biologi – lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia. (Jakarta : LIPI,2004) hal.3

 

[9] Rugayah, Retnowati. 2004. Pedoman penumpulan data keanekaragaman ,...,hal.13

 

[10] Sutisna, U.T. Kalima dan purnadjaja. Pedoman pengenalan pohon ,...,hal.1

 

[11] Winsfamily.Herbarium (2011)(online)(http://windisfamily.blogspot.com/2010/06/blog-post.html. diakses tanggal 23 nopember 2011).

 

No comments:

Post a Comment