HERBARIUM, PENGERTIAN DAN CARA PENBUATAN
A.
Pengertian
Herbarium
Herbarium
sering diartikan dengan media pembelajaran dari bahan awetan baik dari
tumbuhan. Jelasnya, herbarium adalah tumbuhan utuh yang telah kering. Utuh
maksudnya lengkap organ vegetatif dan generatif. Organ vegetatif terdiri dari
akar, batang, daun sedangkan organ generatif terdiri dari bunga, buah dan biji.
Biasanya herbarium dibuat untuk tumbuhan yang berukuran kecil hingga sedang.
Hal ini berhubungan dengan cara pengeringannya yang praktis karena biasanya
herbarium dibuat dengan menggunakan buku tebal yang relatif ukurannya kecil.[1]
Selanjuntnya juga herbarium diartikan dengan kotak, kamar, atau gedung untuk
menyimpan kumpulan contoh tumbuhan yg dikeringkan (diawetkan), disimpan dan
diklasifikasikan, digunakan dl penelitian botani.[2]
Ada
dua pengertian dari herbarium yaitu sebagai benda awetan dari berbagai macam
tumbuhan, juga herbarium berarti tempat
menyimpan, baik berupa kotak, kamar ataupun gedung tempat menyimpan dan
pengklasifikasian berbagai benda
tumbuhan yang telah diawetkan yang tujuanya sebagai bahan penelitian dan pembelajaran
yang dapat digunakan oleh pelajar, siswa, para ahli dan masyarakat umum
lainnya.
Awalnya herbarium merupakan istilah yang
pertama kali digunakan oleh Turnefor (1700) untuk tumbuhan obat yang dikeringkan
sebagai koleksi. Luca Ghini (1490-1550) seorang Professor Botani di Universitas
Bologna, Italia adalah orang pertama yang mengeringkan tumbuhan di bawah
tekanan dan melekatkannya di atas kertas serta mencatatnya sebagai koleksi ilmiah
(Arber, 1938).
Pada awalnya banyak specimen herbarium
disimpan di dalam buku sebagai koleksi pribadi, tetapi pada abad ke-17 praktek
ini telah berkembang dan menyebar di Eropa. Karl von Linne (1707-1778) adalah
orang berjasa mengembangkan teknik herbarium. Pada saat ini istilah herbarium
digunakan pula untuk menamai lembaga yang mengelola koleksi spesimen tumbuhan,
mempelajari keanekaragam spesies tumbuhan dan kedudukan taksonominya, serta
membuat pangkalan datanya secara komputerisasi.[3]
Material herbarium yang diambil harus memenuhi tujuan
pembuatan herbarium, yakni untuk identifikasi dan dokumentasi. Dalam pekerjaan
identifikasi tumbuhan diperlukan ranting, daun, kuncup, kadang-kadang bunga dan
buah, dalam satu kesatuan. Material herbarium yang lengkap mengandung ranting,
daun muda dan tua, kuncup, bunga muda dan tua yang mekar, serta buah muda dan
tua. Material herbarium dengan bunga dan buah jauh lebih berharga dan biasa
disebut herbarium
fertil, sedangkan material herbarium
tanpa bunga dan buah disebut herbarium
steril. Untuk keperluan dokumentasi
ilmiah dianjurkan agar dibuat material herbarium fertil dan untuk setiap nomor
koleksi agar dibuat beberapa spesimen sebagai duplikat (3 spesimen atau lebih
per nomor koleksi)[4]
Selain material herbarium harus lengkap, perlu
diperhatikan pula bahwa pada saat pengambilan material herbarium harus
dilakukan pula pencatatan data tumbuhannya. Terutama karakter atau sifat yang
akan hilang jika diawetkan. Material herbarium tanpa catatan tumbuhannya
dianggap sangat tidak ada artinya. Pencatatan data tumbuhan dengan menggunakan
buku catatan atau blangko isian/tally sheet. Bersamaan dengan pencatatan
identitas tumbuhan tersebut, perlu dengan segera dibuat pula label ganting yang
diikat dengan material herbarium. Satu tabel untuk satu spesimen. Pada setiap
label gantung ditulis kode (singkatan nama), kolektor (pengumpul), nomor
koleksi, nama local (daerah) tumbuhan yang dikumpulkan, lokasi pengumpulan, dan
tanggal. Dianjurkan agar untuk penulisan pada label gantung tersebut
menggunakan pensil, supaya tulisan tidak larut bila kena siraman alcohol atau
spiritus.[5]
Ada beberapa manfaat dari herbarium, adapun manfaat
tesebut adalah:
1.
Sebagai alat peraga dalam kegiatan
pembelajaran.
2.
Sebagai media penelitian.
3.
Sebagai alat bantu identifikasi.
4.
Dapat digunakan untuk pertukaran
herbarium antar daerah dan negara.
5.
Sebagai bukti adanya keanekaragaman.
6.
Sebagai specimen acuan untuk
mempublikasikan specimen baru.[6]
B.
Jenis-Jenis
Herbarium
Secara umum herbarium ada dua macam
yaitu herbarium kering dan herbarium basah. Pengelompokan ini didasarkan dari
cara pembuatan herbarium itu sendiri. Kalau
cara basah dilakukan setelah material herbarium diberi label gantung dan
dirapikan, kemudian dimasukkan kedalam lipatan kertas Koran. Satu lipatan
kertas koran untuk satu spesimen (contoh). Tidak dibenarkan menggabungkan
beberapa spesimen di dalam satu lipatan kertas. Selanjutnya, lipatan
kertas koran berisi material herbarium tersebut ditumpuk satu di atas
lainnya. Tebal tumpukan disesuaikan dengan daya muat kantong plastik (40 x 60
cm) yang akan digunakan. Tumpukan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik
dan disiram alkohol 70 % atau spiritus hingga seluruh bagian tumbukan disiram
secara merata, kemudian kantong plastik ditutup rapat dengan isolatip atau
hekter supaya alcohol atau spiritus tidak menguap diluar kantong.[7]
Sedangkan cara kering menggunakan 2 macam proses, yaitu
pengeringan langsung dan pengeringan bertahap, pada pengeringan langsung, yakni
tumpukan material herbarium yang tidak terlalu tebal di pres didalam sasak,
kemudian dikeringkan diatas tungku
pengeringan dengan panas yang diatur atau di dalam oven (suhu 800c
selama 48 jam). Kalau pengeringan bertahap, yakni material herbarium dicelup
terlebih dahulu di dalam air mendidih sekitar 3 menit, kemudian dirapikan
dimasukkan ke dalam lipatan kertas Koran. Selanjutnya ditumpuk dan di pres,
dijemur atau dikeringkan di atas tungku pengeringan. Selama proses pengeringan
material herbarium itu harus sering diperiksa dan diupayakan agar pengeringan
nya merata. Setelah kering material herbarium dirapikan kembali dan kertas
koran bekas pengeringan tadi diganti dengan kertas yang baru. Kemudian material
herbarium dapat dikemas untuk diidentifikasi.[8]
C.
Cara Pembuatan Herbarium
Sebelum pembuatan herbarium ada
beberapa hal yanh harus diperhatikan oleh siswa dan guru. Diantaranya yaitu
bahan, alat dan material herbarium itu sendiri. Adapun alat dan bahan adalah
sebagai berikut:
1. Alat
untuk mengambil material herbarium: a.l. parang, kapak, pisau, gunting stek,
galah berpisau, dan kadang-kadang ketapel. Untuk terna perlu sekop, dan untuk
rotan diperlukan sarung tangan anti duri.
2. Alat
pembungkus material herbarium: kertas koran, karung plastik besar, kantong
plastik (40 x 60 cm, dan ukuran lebih kecil), tali plastik dan hekter. Alat
pengepres: sasak dari kayu atau bambu (30 x 50 cm)
3. Alat
tulis: label gantung (3 x 5 cm, dari manila karton), balngko isianitally sheet,
pensil, buku catatan dan alat tulis lain
4. Alkohol
70 % atau spiritus (1 liter untuk 30 — 50 spesimen) Alat pelengkap: kamera dan
perlengkapannya, altimeter, teropong, pita ukur, dll.[9]
Dalam pemilihan material herbarium, sebaiknya memenuhi beberapa ketentuan, yang pertama, material herbarium yang diambil
harus memenuhi tujuan pembuatan herbarium, yakni untuk identifikasi dan
dokumentasi. Dalam pekerjaan identifikasi tumbuhan diperlukan ranting, daun,
kuncup, kadang-kadang bunga dan buah, dalam satu kesatuan. Material herbarium
yang lengkap mengandung ranting, daun muda dan tua, kuncup, bunga muda dan tua
yang mekar, serta buah muda dan tua. Material herbarium dengan bunga dan buah
jauh lebih berharga dan biasa disebut dengan Herbarium fertil. Sedang kan herbarium yang tanpa bunga dan buah disebut Herbarium steril. Untuk keperluan dokumentasi ilmiah dianjurkan
agar dapat membuat material herbarium fertil dan untuk setiap nomor koleksi
agar dibuat beberapa specimen sebagai duplikat dan 3 spesimen atau lebih per
nomor koleksi.
Selanjutnya, Material herbarium dari pohon berdiameter
besar maupun kecil agar dipilih ranting yang berbunga dan berbuah. Apabila hal
ini sulit dilakukan, cukup diambil ranting dengan daun-daun dan
kuncup utuh dalam satu kesatuan. Material herbarium dari tumbuhan
terna dan rumput-rumputan, batang dan akarnya harus dikumpulkan pula. Demikian
pula hal nya dengan bambu, material herbariumnya tidak hanya berupa ranting
daun berbunga, tetapi ruas batang dan pelepahnya harus
disertakan pula. Material herbarium rotan sangat sulit dikumpulkan
karena selain berdaun majemuk bersirip yang panjang nya lebih dari 1
m, bahkan ada yang mencapai 4 m (termasuk sirus) misalnya rotan manau,
harus disertakan pula dengan batang dan pelepahnya yang banyak durinya itu.
Beberapa jenis rotan tidak memiliki sirus pada ujung daun, namun mempunyai
salur berduri pada ujung pelepah yang disebut flagel yang panjangnya dapat
mencapai 5 m, seperti pada rotan kesur.
Terakhir, Selain material herbarium harus lengkap, perlu
diperhatikan pula bahwa pada saat pengambilan material herbarium harus
dilakukan pula pencatatan data tumbuhannya. Terutama karakter atau sifat yang
akan hilang jika diawetkan. Material herbarium tanpa catatan tumbuhannya
dianggap sangat tidak ada artinya. Pencatatan data tumbuhan dengan menggunakan
buku catatan atau blangko isian/tally sheet. Bersamaan dengan pencatatan
identitas tumbuhan tersebut, perlu dengan segera dibuat pula label ganting yang
diikat dengan material herbarium. Satu tabel untuk satu spesimen. Pada setiap
label gantung ditulis kode (singkatan nama), kolektor (pengumpul), nomor
koleksi, nama local (daerah) tumbuhan yang dikumpulkan, lokasi pengumpulan, dan
tanggal. Dianjurkan agar untuk penulisan pada label gantung tersebut
menggunakan pensil, supaya tulisan tidak larut bila kena siraman alcohol atau
spiritus.[10]
Proses
selanjutnya adalah dilakukan pengolahan dan pengawetan bahan-bahan material
herbarium tersebut. Kegiatan ini dapat dilakukan dilokasi pengumpulan dan
ditempat penyimpanan atau koleksi herbarium. Pada lokasi pengumpulan Ada dua
cara yang memungkinkan dalam pembuatan herbarium,yaitu cara basah dan cara
kering.
1. Cara
basah
Setelah
material herbarium diberi label gantung dan dirapikan, kemudian dimasukkan ke
dalam lipatan kertas koran. Satu lipatan kertas koran untuk satu spesimen
(contoh). Tidak dibenarkan menggabungkan beberapa spesimen di dalam satu
lipatan kertas.
Selanjutnya,
lipatan kertas koran berisi material herbarium tersebut ditumpuk satu di atas
lainnya. Tebal tumpukan disesuaikan dengan daya muat kantong plastik (40 x 60
cm) yang akan digunakan. Tumpukan tersebut dimasukkan ke dalam kantong plastik
dan disiram alkohol 70 % atau spiritus hingga seluruh bagian tumbukan tersiram
secara merata, kemudian kantong plastik ditutup rapat dengan isolatip atau
hekter supaya alkohol atau spiritus tidak menguap ke luar kantong.
2. Cara
kering
Cara
kering menggunakan 2 macam proses, yaitu:
a.
Pengeringan langsung, yakni tumpukan material herbarium
yang tidak terlalu tebal di pres di dalam sasak, kemudian dikeringkan di atas tungku pengeringan
dengan panas yang diatur
atau di dalam oven (suhu 80°C selama 48 jam). Pengeringan hams segera dilakukan karena jika terlambat akan mengakibatkan
material herbarium rontok daunnya dan cepat menjadi busuk.
b.
Pengeringan bertahap, yakni material herbarium dicelup
terlebih dahulu di dalam air mendidih sekitar 3 menit, kemudian dirapikan lalu dimasukkan ke dalam
lipatan kertas koran. Selanjutnya ditumpuk dan dipres, dijemur atau dikeringkan
di atas tungku pengeringan. Selama proses
pengeringan material herbarium itu hams sering diperiksa dan diupayakan agar pengeringannya merata.
Setelah kering, material herbarium
dirapikan kembali dan kertas koran bekas pengeringan tadi diganti dengan kertas yang bam. Kemudian
material herbarium dapat
dikemas untuk diidentifikasi.
Dilokasi
tempat penyimpanan atau koleksi herbarium, ada beberapa cara yang dapat
dilakukan yaitu sebagai berikut:
a. Material
basah harus segera dikeluarkan dari kantongnya, kemudian dirapikan tumpukannya
dan bila perlu kertasnya diganti dengan kertas baru.
b. Selanjutnya,
tumpukan material herbarium dipres di dalam sasak, kemudian dimasukkan ke dalam
tungku pengeringan atau oven dengan suhu 80°C selama 48 jam.
c. Material
yang sudah kering diidentifikasi nama botaninya. Biasanya secara berturut-turut
material tersebut termasuk suku apa, marga dan jenis apa.
d. Hasil
identifikasi ini ditulis pada label identifikasi yang telah disiapkan. Dalam
hal ini harus diperhatikan agar nomor koleksi yang ditulis pada label
identifikasi sesuai dengan nomor koleksi pada label gantung.
e. Material
herbarium yang telah diidentifikasi kemudian diawetkan dengan cara sebagai
berikut:
·
material dicelupkan ke dalam lamtan
sublimat, yakni campuran alkohol 96 % dan tepung sublimat dengan perbandingan
50 gram sublimat dalam 1 liter alkohol.
·
Pada proses pengawetan ini dianjurkan
agar digunakan sarong tangan dan kain kasa penutup hidung untuk menghindari
cairan dan uap sublimat.
·
material yang sudah dicelup (sekitar 2
menit) di dalam lamtan sublimat dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran,
kemudian beberapa material ditumpuk menjadi satu dan ditaruh di antara 2 sasak,
lalu diikat kecang.
·
sasak yang berisi material tersebut
dimasukkan ke dalam tungku pengeringan dan dijemur sampai material menjadi
kering.
·
material yang telah kering ini siap
untuk diproses lebih lanjut sebagai koleksi herbarium yang tahan terhadap
serangan jamur maupun hama.
f. Material
herbarium kering kemudian diplak atau ditempelkan pada kertas gambar yang kaku
dan telah disterilkan. Bersamaan dengan pengeplakkan dilakukan pula pemasangan
label identifikasi yang telah diisi. Dalam hal ini, perlu diperhatikan agar
tidak terjadi salah pasang antara label identifikasi dengan nomor koleksi
herbarium yang bersangkutan
g. Material
herbarium kering yang sudah diplak dan memiliki label identifikasi selanjutnya
bisa disimpan di ruangan herbarium.[11]
[1]
Artikata, Herbarium,(2011)(online) http://www.artikata.com/arti-87894-herbarium.html, diakses
tanggal 23 Nopember 2011.
[2]
ibid
[3]
Steenis,
C.G.G.J van, Flora Untuk Sekolah di
Indonesia, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001) hal. 6
[4]
Forman,
L. & Bridson, D. The herbarium handbook.( Washington DC:
Royal
Botanic
Gardens Kew,2003)hal. 46
[5] Sutisna, U.T. Kalima dan purnadjaja. Pedoman pengenalan pohon hutan di Indonesia. ( Bogor:
Yayasan PROSEA, 2008) hal.3
[6]
Winsfamily.Herbarium (2011)(online)http://windisfamily.blogspot.com/2010/06/blog-post.html.
diakses tanggal 23 nopember 2011.
[7]
Forman, L.
& Bridson, D. The herbarium handbook,…,hal. 5
[8] Rugayah, Retnowati. 2004. Pedoman penumpulan data
keanekaragaman flora. Pusat penelitian Biologi – lembaga Ilmu Pengetahun
Indonesia. (Jakarta : LIPI,2004) hal.3
[9]
Rugayah, Retnowati. 2004. Pedoman penumpulan data
keanekaragaman ,...,hal.13
[10]
Sutisna, U.T. Kalima dan purnadjaja. Pedoman pengenalan pohon ,...,hal.1
[11]
Winsfamily.Herbarium (2011)(online)(http://windisfamily.blogspot.com/2010/06/blog-post.html.
diakses tanggal 23 nopember 2011).