Wednesday, December 17, 2014

KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Oleh: Zaman Hurri,S.Ag.M.Pd



A.                Pengertian Belajar Dan Konsep Belajar
Sebelum membicarakan masalah model atau pendekatan belajar, terlebih dahulu penulis membicarakan masalah belajar dan konsep belajar, karena lahirnya model-model belajar berdasarkan dari pandangan dasar tentang konsep belajar. Secara umum belajar diartikan dengan proses menutut ilmu. Sedangkan pengertian belajar menurut Hamalik adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman kecuali perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh proses menjadi matangnya seseorang atau perubahan yang intensif atau bersifat temporer”.[1] Pendidikan merupakan perobahan tingkah laku seseorang berdasarkan pengalaman yang didapat, pengalaman tersebut bisa saja proses menuntut ilmu yang dialami oleh seseorang.
Pendidikan bisa juga diartikan perobahan sikap seseorang secara kuantitaif ataupun kwalitatif, hal ini sesuai pendapat lain seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Djayadisastra  ialah: Belajar adalah pada hakekatnya suatu perubahan, baik sikap maupun tingkah laku kearah yang baik, kuantitatif dan kualitatif yang fungsinya lebih tinggi dari semula.[2] Disamping itu Ahmad Tono  juga mengemukakan bahwa; “Belajar terdiri dari melakukan sesuatu yang baru, kemudian sesuatu yang baru tersebut dicamkan atau dipahami oleh individu kemudian ditampilkan kembali dalam kegiatan kemudian[3]. Secara filosofis pendidikan diartikan perubahan dari yang lama ke yang baru. Perobahan dari tingkah laku, sikap, intelektual keilmuan dari yang tedahulu yang mungkin saja masih kurang sempurna menjadi ke perobahan sikap, tingkah laku dan intelektual ke yang baru yang lebih sempurna.Ensiklopedia online Wikipedia mengungkapkan bahwa:Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.[4]
Dengan melihat berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Belajar membawa pengaruh yang meningkat pada diri seorang siswa.
  2. Perubahan itu merupakan hasil yang disengaja.
  3. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan segala aspek tingkah laku manusia baik sikap, pengetahuan dan keterampilan.[5]
Dalam merumuskan pembelajaran kearah yang lebih luas, maka pengertian belajar tersebut difokuskan dalam beberapa konsep belajar. Konsep belajar tersebut mencakup konsep belajar yang dirumuskan oleh pemikir-pemikir islami, konsep belajar Kognitivisme, konsep belajar behaviorisme, dan kosep belajar konstruktivisme. Untuk lebih jelasnya penulis akan mengulas secara luas dalam pembahasan  berikut.

1.      Konsep Belajar Menurut Tokoh - Tokoh Islam
a.       Menurut Al-Ghazali

Menurut Gazali, konsep belajar dalam mencari ilmu dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu ta’lim insani dan ta’lim robbani. Ta’lim insani adalah belajar dengan bimbingan manusia. Konsep ini biasa dilakukan oleh manusia pada umumnya, dan biasanya dilakukan dengan menggunkan alat - alat indrawi. Proses ta’lim insani dibagi menjadi dua. Pertama, dalam proses belajar mengajar hakikatnya terjadi aktivitas mengekplorasi pengetahuan sehingga menghasilkan perubahan - perubahan prilaku. Seorang pendidik mengeksplor ilmu yang dimilikinya untuk diberikan kepada peserta didik, sedangkan peserta didik menggali ilmu dari pendidik agar ia mendapatkan ilmu.
Al-Ghazali menganalogikan menuntut ilmu dengan menggunakan proses belajar mengajar. Dalam proses ini, peserta didik akan mengalami proses mengetahui, yaitu proses abstraksi. Kemudian Al-Ghazali membagi tahap-tahap abstraksi pada dua tahapan, yaitu :
  • Indra menangkap suatu objek, ia harus pada jarak terten tu dari objek dan situasi tertentu
  • Terjadi alkhayyal menangkap objek tanpa melihat,tetapi tangkapan - tangkapan masih meliputi aksiden - aksiden dan atribut-atribut tambahan seperti kualitas dan kuantitas
Agar proses belajar mengajar dapat efektif dan mendapatkan hasil yang optimal ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh peserta didik, antara lain :
  • Mendahulukan kebersihan jiwa dari akhlak yang kotor. Karena hati sebagai sentral dalam jasad manusia dan sangat berpengaruh terhadap segala aktivitas pekembangannya
  • Mengurangi kesenangan duniawi agar hati terpusat pada ilmu dan pelajaran.
  • Sederhana dalam hal makanan, karena bila terlalu kenyang dapat mengakibatkan keras hati, mengganggu ketangkasan dan kecerdikan serta malas, dan lain sebagainya
  • Belajar ilmu sampai tuntas.
  • Bersikap rendah diri jangan meremehkan orang lain termasuk kepada gurunya.
  • Mengenal nilai - nilai pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang bermanfaat, membahagiakan, mensejahterakan dan memberi keselamatan dunia dan akhirat
Kedua yang terkait dengan ta’lim insani adalah tafakur. Tafakur diartikan sebagai proses belajar dengan mengamati kejadian alam dan peristiwa - peristiwa yang terjadi di alam ini. Tafakur ini dapat dilakukan dengan mengosongkan jiwa dan hati yang suci. Selanjutnya konsep belajar dengan pendekatan ta’lim robbani. Pada tahapan ini seorang manusia belajar dengan bimbingan Tuhan.[6]
b.      Menurut Al-Zarnuji

Zarnuji mengungkapkan bahwa konsep belajar mengajar adalah meletakan hubungan pendidik dan peserta didik pada tempat sesuai porposinya, seorang siswa adalah seorang yang harus selalu tekun dalam belajar, senantiasa menghormati ilmu pengetahuan dan menghormati pendidik, karena kalau siswa sudah menghormati guru dan menghormati ilmunya.[7]

2.      Konsep belajar Behaviorisme
Studi secara sistematis tentang belajar relatif baru. Sampai abad 19, belajar masih dianggap masalah dalam dunia keilmuan. Dengan menggunakan teknologi yang digunakan oleh ilmu fisika, para peneliti mencoba menghubungkan pengalaman untuk memahami bagaimana manusia belajar. Beberapa peneliti yang melakukan studi tentang belajar, antara lain :
a.       Ivan paviov.
Konsep belajar yang ditawarkan oleh ivan pavlov adalah proses perubahan tingkah laku manusia atau hewan disebabkan adanya stimulus atau ransangan diberikan secara kontinyu serta terus menerus.
b.      Woolfolk
Konsep belajar yang lebih efektif dan tepat agar siswa dapat menyerap semua materi pelajaran yang telah diajarkan maka seorang pendidik harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
  • Memberikan suasana yang menyenangkan ketika memberikan tugas - tugas belajar.
  • Menekankan pada kerja sama dan kompetisi antarkelompok daripada individu. Banyak siswa yang akan memiliki respon emosional secara negatif terhadap kompetisi individu, yang memungkinkan akan digeneralisasikan dengan pelajaran-pelajaran yang lain.
  • Membuat kegiatan membaca yang menyenangkan dengan cara menyediakan ruang baca yang menarik, nyaman dan menyenangkan, tidak bising dan lain sebagainya.
  • Membantu siswa dalam mengatasi secara bebas dan sukses situasi - situasi yang menegangkan dan mencemaskan
  • Mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkan siswa lain cara memahami materi pelajaran
  • Membuat tahapan jangka pendek untuk menuju pencapaian tujuan jangka panjang, seperti ulangan harian, mingguan, dan mid semester agar siswa memiliki pembendaharaan soal untuk persiapan menghadapi ujian atau ulangan semester
  • Membantu siswa untuk mengnal perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka dapat membedakan dan mengeneralisasikan secara tepat. Misalnya menyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi ujian nasional dan lain - lain.

c.       Edward Lee Throndike
Edward mengatakan bhawa prilaku belajar manusia ditentukan oleh stimulus yang ada dilingkungan sehingga menimbulkan respon secara reflek. Stimulus yang terjadi setelah sebuah prilaku terjadi akan mempengaruhi perilaku selanjutnya. Beberapa konsep belajar di atas telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi dunia pendidikan. Terlepas dari kelebihan konsep belajar behavioristik ini memiliki kelemahan-kelamahan antara lain :
  • Proses belajar dipandang sebagai kegiatan yang diamati langsung, padahal belajar adalah kegiatan yang ada dalam sistem saraf manusia yang tidak terlihat kecuali melalui gejala
  • Proses belajar dipandang bersifat otomatis-mekanik sehingga terkesan seperti mesin atau robot, padahal manusia mempunyai sel control dan self regulatif yang bersifat kognitif yang terkadan tidak respon karena kegiatan itu tidak sesuai dengan keinginannya
  • Proses belajar dianalogikan manusia seperti kegiatan belajar hewan sangat sulit diterima, mengingat terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara manuisa dengan hewan.

3.      Konsep Belajar Kognitivisme
Kegiatan belajar tidak hanya sekedar stimulus dan respon tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan sikap mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunkan pengetahuan. Sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan dan keyakinan. Pada tataran belajar kognitivisme mencakup beberapa konsep antara lain :
a.       Teori Gestalt
Gestalt memandang belajar adalah proses yang didasarkan pada pemahaman, karena dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal dan memikirkan situasi di mana tingkah laku itu tersebut terjadi. Pada situasi belajar, keterlibatan seseorang secara langsung akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu memecahkan masalah. Proses belajar yang menggunakan insigh mempunyai ciri - ciri sebagai berikut :
  • Tergantung pada kemampuan dasar individu
  • Tergantung pada pengalaman masa lalu yang relevan
  • Tergantung pada penagturan situasi belajar
  • Didahului dengan periode mencari dan mencoba-coba
  • Solusi problem dengan insigh dapat diulangi dengan mudah, dan akan berlaku secara langsung
  • Jika insight sudah terbentuk, maka problem - problem akan mudah diatasi.[8]

b.      Teori Vygotsky

Karyanya dalam bidang perkembangan bahasa dan linguistik didasarkan atas hipotesisnya bahwa proses kognitif tingkat tinggi merupakan hasil dari perkembangan sosial. Semula penganut teori Pavlov, Vygotsky berbalik menentangnya karena ia berpendapat bahwa stimulus dan respons saja tidak cukup untuk menjelaskan tentang realitas aktivitas manusia. Aktivitas yang dilakukan manusia membutuhkan 'mediator' ekstra melalui alat atau bahasa.
Dengan menggunakan alat kita dapat melakukan kegiatan di lingkungan fisik dan dengan bahasa kita dapat melakukan kegiatan di lingkungan konseptual dan sosial sehingga dapat melakukan perubahan. Dengan demikian Vygotsky membedakan secara fundamental antara kegiatan berbasis stimulus-respons, alat dan bahasa. Ia juga berpendapat bahwa ada perbedaan antara konsep dan bahasa ketika seseorang masih belia, tetapi sejalan dengan perjalanan waktu, keduanya akan menyatu.
Bahasa mengekspresikan konsep, dan konsep digunakan dalam bahasa. Dari awal risetnya tentang aturan dan perilaku tentang perkembangan penggunaan alat dan penggunaan tanda, Vygotsky berpaling ke proses simbolik dalam bahasa. Ia fokus pada struktur semantik dari kata-kata dan cara bagaimana arti kata-kata berubah dari emosional ke konkret sebelum menjadi lebih abstrak.[9]

4.      Konsep pembelajaran Konstruktivisme

  Konstruktivisme berarti bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, kontruktivisme merupakan suatu aliran yang berupaya membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Konstruktivis berupa membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok tertinggi dalam kehidupan umat manusia.[10]
      Pandangan klasik yang selama ini berkembang adalah bahwa pengetahuan ini secara utuh dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran anak. Penelitian pendidikan sains mengungkapkan bahwa pendidikan dibangun dalam pikiran seseorang. Pandangan ini yang dianut oleh konstruktivisme.[11]
     Dalam proses pembelajaran, konsep ini menghendaki agar anak didik dapat dibandingkan kemampuannya untuk secara kostruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam penyesuaian seperti ini, anak didik akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas.[12]
   Dari pengertian diatas bahwa teori belajar konstruktivisme ini bisa diartikan bahwa suatu usaha untuk merobah tingkah laku seseorang, atau siswa kearah yang diinginkan dengan menggunakan prinsip-prinsip konstruktif berupa membangun atau membentuk pengetahuan kedalam  diri siswa itu sendiri.
 Tujuan pembelajaran konstruktivisme ini ditentukan pada bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalan konteks nyata yang mendorong si belajar untuk berpikir dan berpikir ulang lalu mendemonstrasikan.
  Sistem pendekatan konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran top down daripada bottom up berarti siswa memulai dengan masalah kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan (dengan bimbingan guru) ketrampilan dasar yang diperlukan.
 Menurut teori ini, suatu prinsip penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidaklah dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan dalam proses ini dengan memberikan kesempatan siswa untuk menentukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri untuk belajar.[13]
   Menurut Yatim Riyanto, ada beberapa tujuan dari pembelajaran konstruktivisme yaitu :
a.              Memotovasi siswa bahwa belajar adalah tanggungjawab siswa itu sendiri.
b.             Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mancari sendiri jawaban
c.              Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap.  
d.             Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.[14]

            Dalam mengajar anak didik, sebagai guru yang konstruktivis ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
a.              Mendukung dan menerima otonomi dan inisiatif siswa
b.             Menggunakan data mentah dan nara sumber asli, bersama bahan yang manipulative, interaktif dan nyata.
c.              Ketika memberi tugas , menggunakan istilah kognitif, seperti klasifikasi, analisis, meramalkana, ciptakan atau bentuk.       
d.             Memperbolehkan jawaban siswa menuntun pelajaran, mengubah strategi pembelajaran dan mengubah isi.
e.              Mencari tahu tentang pengertian siswa akan konsep yang diberikan sebelum membagi pengertian mereka tentang konsep tersebut.
f.              Mendukung siswa untuk terlibat dalam dialog, baik dengan guru atau sesama siswa.
g.              Mendorong siswa untuk bertanya dengan memberikan pertanyaan terbuka yang mendalam dan juga mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan satu dengan yang lainnya.
h.             Mencari perluasan dari tanggapan awal siswa.
i.               Mengajak siswa terlibat dalam pengalaman yang memungkinkan bertentangan dengan hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong adanya diskusi.
j.               Memberi waktu bagi siswa untuk membentuk hubungan dan menciptakan metafora ( perumpamaan )
k.             Mengembangkan keinginan dari siswa dengan sering menggunakan model lingkaran belajar.[15]




[1] Oemar Hamalik,  Metode Belajar dan Kesulitan Belajar, (Bandung: Tarsito. 2003) hal.18
[2] Djayadisastra Yusuf, , Psikologi Perkembangan, ( Bandung, BPGT. 2009) hal. 23
[3] Achmad Tono, Metode Pengajaran, (Jakarta: Sinar Baru,2008) hal. 36
[4] Wikipedia,belajar(2011)(online)( http://id.wikipedia.org/wiki/Belajar diakses pada tanggal 3 Desember 2011 
[5] Achmad Tono, Metode Pengajaran,…,  hal. 49
[6] DelsaJoesafira blogspot, konsep belajar dan pembelajaran, (2011)(online) (http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/konsep-belajar-dan-pembelajaran.html diaksese tanggal 4 Desember 2011)
[7] Ibid
[8] Ibid
[9] Wikipedia, Belajar dan Pembelajaran,(2011)(online)(http://www.wikipedia.com. Diakses tanggal 6 Desember 2011
[10] Jalaluddin, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), hal. 103
[11] Ibid.hal 105
[12] Barnadib, Filsafat pendidikan, Sistem dan Metode, (Yogyakarta: Andi Offset, 2001), hal.3
[13] Yatim Riyanto, Paradigma baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 144
[14] Ibid, hal. 147
[15] Ibid, hal. 152

No comments:

Post a Comment