KONSEP BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A.
Pengertian Belajar Dan
Konsep Belajar
Sebelum
membicarakan masalah model atau pendekatan belajar, terlebih dahulu penulis
membicarakan masalah belajar dan konsep belajar, karena lahirnya model-model
belajar berdasarkan dari pandangan dasar tentang konsep belajar. Secara umum
belajar diartikan dengan proses menutut ilmu. Sedangkan pengertian belajar menurut
Hamalik adalah “perubahan tingkah laku sebagai
hasil pengalaman kecuali perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh proses
menjadi matangnya seseorang atau perubahan yang intensif atau bersifat temporer”.[1] Pendidikan
merupakan perobahan tingkah laku seseorang berdasarkan pengalaman yang didapat,
pengalaman tersebut bisa saja proses menuntut ilmu yang dialami oleh seseorang.
Pendidikan
bisa juga diartikan perobahan sikap seseorang secara kuantitaif ataupun kwalitatif,
hal ini sesuai pendapat
lain seperti yang dikemukakan oleh Yusuf Djayadisastra ialah: “Belajar
adalah pada hakekatnya suatu perubahan, baik sikap maupun tingkah laku kearah
yang baik, kuantitatif dan kualitatif yang fungsinya lebih tinggi dari semula”.[2] Disamping itu Ahmad
Tono juga mengemukakan bahwa; “Belajar terdiri dari
melakukan sesuatu yang baru, kemudian sesuatu yang baru tersebut dicamkan atau
dipahami oleh individu kemudian ditampilkan kembali dalam kegiatan kemudian”[3]. Secara
filosofis pendidikan diartikan perubahan dari yang lama ke yang baru. Perobahan
dari tingkah laku, sikap, intelektual keilmuan dari yang tedahulu yang mungkin
saja masih kurang sempurna menjadi ke perobahan sikap, tingkah laku dan
intelektual ke yang baru yang lebih sempurna.Ensiklopedia online Wikipedia
mengungkapkan bahwa:Belajar adalah
perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi
perilaku sebagai hasil dari pengalaman atau latihan yang diperkuat. Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon.[4]
Dengan melihat berbagai pendapat
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar itu mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
- Belajar
membawa pengaruh yang meningkat pada diri seorang siswa.
- Perubahan
itu merupakan hasil yang disengaja.
- Perubahan
yang dimaksud adalah perubahan segala aspek tingkah laku manusia baik
sikap, pengetahuan dan keterampilan.[5]
Dalam merumuskan pembelajaran
kearah yang lebih luas, maka pengertian belajar tersebut difokuskan dalam
beberapa konsep belajar. Konsep belajar tersebut mencakup konsep belajar yang
dirumuskan oleh pemikir-pemikir islami, konsep belajar Kognitivisme, konsep belajar behaviorisme,
dan kosep belajar konstruktivisme. Untuk lebih jelasnya penulis akan mengulas
secara luas dalam pembahasan berikut.
1. Konsep Belajar Menurut Tokoh - Tokoh Islam
a.
Menurut Al-Ghazali
Menurut Gazali, konsep belajar dalam mencari ilmu dapat dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu ta’lim insani dan ta’lim robbani. Ta’lim insani
adalah belajar dengan bimbingan manusia. Konsep ini biasa dilakukan oleh
manusia pada umumnya, dan biasanya dilakukan dengan menggunkan alat - alat
indrawi. Proses ta’lim insani dibagi menjadi dua. Pertama, dalam proses belajar
mengajar hakikatnya terjadi aktivitas mengekplorasi pengetahuan sehingga
menghasilkan perubahan - perubahan prilaku. Seorang pendidik mengeksplor ilmu
yang dimilikinya untuk diberikan kepada peserta didik, sedangkan peserta didik
menggali ilmu dari pendidik agar ia mendapatkan ilmu.
Al-Ghazali menganalogikan menuntut ilmu dengan menggunakan proses
belajar mengajar. Dalam proses ini, peserta didik akan mengalami proses
mengetahui, yaitu proses abstraksi. Kemudian Al-Ghazali membagi tahap-tahap abstraksi pada dua tahapan,
yaitu :
- Indra menangkap suatu objek, ia
harus pada jarak terten tu dari objek dan situasi tertentu
- Terjadi alkhayyal menangkap
objek tanpa melihat,tetapi tangkapan - tangkapan masih meliputi aksiden -
aksiden dan atribut-atribut tambahan seperti kualitas dan kuantitas
Agar proses belajar mengajar dapat
efektif dan mendapatkan hasil yang optimal ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi oleh peserta didik, antara lain :
- Mendahulukan kebersihan jiwa
dari akhlak yang kotor. Karena hati sebagai sentral dalam jasad manusia
dan sangat berpengaruh terhadap segala aktivitas pekembangannya
- Mengurangi kesenangan duniawi
agar hati terpusat pada ilmu dan pelajaran.
- Sederhana dalam hal makanan,
karena bila terlalu kenyang dapat mengakibatkan keras hati, mengganggu
ketangkasan dan kecerdikan serta malas, dan lain sebagainya
- Belajar ilmu sampai tuntas.
- Bersikap rendah diri jangan
meremehkan orang lain termasuk kepada gurunya.
- Mengenal nilai - nilai
pragmatis bagi suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang bermanfaat,
membahagiakan, mensejahterakan dan memberi keselamatan dunia dan akhirat
Kedua yang terkait dengan ta’lim insani adalah tafakur. Tafakur
diartikan sebagai proses belajar dengan mengamati kejadian alam dan peristiwa -
peristiwa yang terjadi di alam ini. Tafakur ini dapat dilakukan dengan
mengosongkan jiwa dan hati yang suci. Selanjutnya konsep belajar dengan
pendekatan ta’lim robbani. Pada tahapan ini seorang manusia belajar dengan
bimbingan Tuhan.[6]
b.
Menurut Al-Zarnuji
Zarnuji mengungkapkan bahwa konsep belajar mengajar adalah
meletakan hubungan pendidik dan peserta didik pada tempat sesuai porposinya,
seorang siswa adalah seorang yang harus selalu tekun dalam belajar, senantiasa
menghormati ilmu pengetahuan dan menghormati pendidik, karena kalau siswa sudah
menghormati guru dan menghormati ilmunya.[7]
2.
Konsep belajar
Behaviorisme
Studi secara sistematis tentang belajar relatif baru. Sampai abad
19, belajar masih dianggap masalah dalam dunia keilmuan. Dengan menggunakan
teknologi yang digunakan oleh ilmu fisika, para peneliti mencoba menghubungkan
pengalaman untuk memahami bagaimana manusia belajar. Beberapa peneliti yang
melakukan studi tentang belajar, antara lain :
a.
Ivan paviov.
Konsep belajar yang ditawarkan oleh ivan pavlov adalah proses
perubahan tingkah laku manusia atau hewan disebabkan adanya stimulus atau
ransangan diberikan secara kontinyu serta terus menerus.
b.
Woolfolk
Konsep belajar yang lebih efektif dan tepat agar siswa dapat
menyerap semua materi pelajaran yang telah diajarkan maka seorang pendidik
harus melakukan hal-hal sebagai berikut :
- Memberikan suasana yang
menyenangkan ketika memberikan tugas - tugas belajar.
- Menekankan pada kerja sama dan
kompetisi antarkelompok daripada individu. Banyak siswa yang akan memiliki
respon emosional secara negatif terhadap kompetisi individu, yang
memungkinkan akan digeneralisasikan dengan pelajaran-pelajaran yang lain.
- Membuat kegiatan membaca yang
menyenangkan dengan cara menyediakan ruang baca yang menarik, nyaman dan
menyenangkan, tidak bising dan lain sebagainya.
- Membantu siswa dalam mengatasi
secara bebas dan sukses situasi - situasi yang menegangkan dan mencemaskan
- Mendorong siswa yang pemalu
untuk mengajarkan siswa lain cara memahami materi pelajaran
- Membuat tahapan jangka pendek
untuk menuju pencapaian tujuan jangka panjang, seperti ulangan harian,
mingguan, dan mid semester agar siswa memiliki pembendaharaan soal untuk
persiapan menghadapi ujian atau ulangan semester
- Membantu siswa untuk mengnal
perbedaan dan persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka dapat
membedakan dan mengeneralisasikan secara tepat. Misalnya menyakinkan siswa
yang cemas ketika menghadapi ujian nasional dan lain - lain.
c.
Edward Lee Throndike
Edward mengatakan bhawa prilaku belajar manusia ditentukan oleh
stimulus yang ada dilingkungan sehingga menimbulkan respon secara reflek. Stimulus
yang terjadi setelah sebuah prilaku terjadi akan mempengaruhi perilaku
selanjutnya. Beberapa konsep belajar di atas telah memberikan kontribusi yang
sangat besar bagi dunia pendidikan. Terlepas dari kelebihan konsep belajar
behavioristik ini memiliki kelemahan-kelamahan antara lain :
- Proses belajar dipandang
sebagai kegiatan yang diamati langsung, padahal belajar adalah kegiatan
yang ada dalam sistem saraf manusia yang tidak terlihat kecuali melalui
gejala
- Proses belajar dipandang
bersifat otomatis-mekanik sehingga terkesan seperti mesin atau robot,
padahal manusia mempunyai sel control dan self regulatif yang bersifat
kognitif yang terkadan tidak respon karena kegiatan itu tidak sesuai
dengan keinginannya
- Proses belajar dianalogikan
manusia seperti kegiatan belajar hewan sangat sulit diterima, mengingat
terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara manuisa dengan hewan.
3.
Konsep Belajar
Kognitivisme
Kegiatan belajar tidak hanya sekedar stimulus dan respon tetapi
lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan sikap mental yang aktif untuk
mencapai, mengingat dan menggunkan pengetahuan. Sehingga perilaku yang tampak
pada manusia tidak diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti
motivasi, kesengajaan dan keyakinan. Pada
tataran belajar kognitivisme mencakup beberapa konsep antara lain :
a.
Teori Gestalt
Gestalt memandang belajar adalah proses yang didasarkan pada
pemahaman, karena dasarnya setiap tingkah laku seseorang selalu didasarkan pada
kognisi, yaitu tindakan mengenal dan memikirkan situasi di mana tingkah laku
itu tersebut terjadi. Pada situasi belajar, keterlibatan seseorang secara
langsung akan menghasilkan pemahaman yang dapat membantu individu memecahkan
masalah. Proses belajar yang
menggunakan insigh mempunyai ciri - ciri sebagai berikut :
- Tergantung pada kemampuan dasar
individu
- Tergantung pada pengalaman masa
lalu yang relevan
- Tergantung pada penagturan
situasi belajar
- Didahului dengan periode
mencari dan mencoba-coba
- Solusi problem dengan insigh
dapat diulangi dengan mudah, dan akan berlaku secara langsung
- Jika insight sudah terbentuk,
maka problem - problem akan mudah diatasi.[8]
b. Teori Vygotsky
Karyanya
dalam bidang perkembangan bahasa dan linguistik didasarkan atas hipotesisnya
bahwa proses kognitif tingkat tinggi merupakan hasil dari perkembangan sosial. Semula
penganut teori Pavlov, Vygotsky berbalik menentangnya karena ia berpendapat
bahwa stimulus dan respons saja tidak cukup untuk menjelaskan tentang realitas
aktivitas manusia. Aktivitas yang dilakukan manusia membutuhkan 'mediator' ekstra
melalui alat atau bahasa.
Dengan
menggunakan alat kita dapat melakukan kegiatan di lingkungan fisik dan dengan
bahasa kita dapat melakukan kegiatan di lingkungan konseptual dan sosial
sehingga dapat melakukan perubahan. Dengan demikian Vygotsky membedakan secara
fundamental antara kegiatan berbasis stimulus-respons, alat dan bahasa. Ia juga
berpendapat bahwa ada perbedaan antara konsep dan bahasa ketika seseorang masih
belia, tetapi sejalan dengan perjalanan waktu, keduanya akan menyatu.
Bahasa
mengekspresikan konsep, dan konsep digunakan dalam bahasa. Dari awal risetnya
tentang aturan dan perilaku tentang perkembangan penggunaan alat dan penggunaan
tanda, Vygotsky berpaling ke proses simbolik dalam bahasa. Ia fokus pada
struktur semantik dari kata-kata dan cara bagaimana arti kata-kata berubah dari
emosional ke konkret sebelum menjadi lebih abstrak.[9]
4.
Konsep pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme
berarti bersifat membangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, kontruktivisme
merupakan suatu aliran yang berupaya membangun tata susunan hidup kebudayaan
yang bercorak modern. Konstruktivis berupa membina suatu konsensus yang paling
luas dan mengenai tujuan pokok tertinggi dalam kehidupan umat manusia.[10]
Pandangan
klasik yang selama ini berkembang adalah bahwa pengetahuan ini secara utuh
dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran anak. Penelitian pendidikan sains
mengungkapkan bahwa pendidikan dibangun dalam pikiran seseorang. Pandangan ini
yang dianut oleh konstruktivisme.[11]
Dalam
proses pembelajaran, konsep ini menghendaki agar anak didik dapat dibandingkan
kemampuannya untuk secara kostruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan dari
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam penyesuaian seperti ini, anak didik akan
tetap berada dalam suasana aman dan bebas.[12]
Dari
pengertian diatas bahwa teori belajar konstruktivisme ini bisa diartikan bahwa
suatu usaha untuk merobah tingkah laku seseorang, atau siswa kearah yang
diinginkan dengan menggunakan prinsip-prinsip konstruktif berupa membangun atau
membentuk pengetahuan kedalam diri siswa
itu sendiri.
Tujuan
pembelajaran konstruktivisme ini ditentukan pada bagaimana belajar, yaitu
menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalan
konteks nyata yang mendorong si belajar untuk berpikir dan berpikir ulang lalu
mendemonstrasikan.
Sistem
pendekatan konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran top down
daripada bottom up berarti siswa memulai dengan masalah kompleks untuk
dipecahkan, kemudian menemukan (dengan bimbingan guru) ketrampilan dasar yang
diperlukan.
Menurut
teori ini, suatu prinsip penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru
tidaklah dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi siswa
harus membangun sendiri pengetahuan dalam benaknya. Guru dapat memberikan
kemudahan dalam proses ini dengan memberikan kesempatan siswa untuk menentukan
atau menerapkan ide-ide mereka sendiri untuk belajar.[13]
Menurut
Yatim Riyanto, ada beberapa tujuan dari pembelajaran konstruktivisme yaitu :
a.
Memotovasi
siswa bahwa belajar adalah tanggungjawab siswa itu sendiri.
b.
Mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mancari sendiri jawaban
c.
Membantu
siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap.
d.
Mengembangkan
kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.[14]
Dalam mengajar anak didik, sebagai
guru yang konstruktivis ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu :
a.
Mendukung
dan menerima otonomi dan inisiatif siswa
b.
Menggunakan
data mentah dan nara sumber asli, bersama bahan yang manipulative, interaktif
dan nyata.
c.
Ketika
memberi tugas , menggunakan istilah kognitif, seperti klasifikasi, analisis,
meramalkana, ciptakan atau bentuk.
d.
Memperbolehkan
jawaban siswa menuntun pelajaran, mengubah strategi pembelajaran dan mengubah
isi.
e.
Mencari
tahu tentang pengertian siswa akan konsep yang diberikan sebelum membagi
pengertian mereka tentang konsep tersebut.
f.
Mendukung
siswa untuk terlibat dalam dialog, baik dengan guru atau sesama siswa.
g.
Mendorong
siswa untuk bertanya dengan memberikan pertanyaan terbuka yang mendalam dan
juga mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan satu dengan yang lainnya.
h.
Mencari
perluasan dari tanggapan awal siswa.
i.
Mengajak
siswa terlibat dalam pengalaman yang memungkinkan bertentangan dengan hipotesis
awal mereka dan kemudian mendorong adanya diskusi.
j.
Memberi
waktu bagi siswa untuk membentuk hubungan dan menciptakan metafora (
perumpamaan )
k.
Mengembangkan
keinginan dari siswa dengan sering menggunakan model lingkaran belajar.[15]
[2]
Djayadisastra Yusuf, , Psikologi Perkembangan, ( Bandung, BPGT. 2009)
hal. 23
[3]
Achmad Tono, Metode Pengajaran, (Jakarta: Sinar Baru,2008) hal. 36
[4]
Wikipedia,belajar(2011)(online)( http://id.wikipedia.org/wiki/Belajar
diakses pada tanggal 3 Desember 2011
[6] DelsaJoesafira
blogspot, konsep belajar dan
pembelajaran, (2011)(online) (http://delsajoesafira.blogspot.com/2010/05/konsep-belajar-dan-pembelajaran.html
diaksese tanggal 4 Desember 2011)
[9] Wikipedia,
Belajar dan Pembelajaran,(2011)(online)(http://www.wikipedia.com. Diakses tanggal 6
Desember 2011
[14] Ibid, hal. 147