Pengertian
Pendekatan Contextual Teaching Learning
Seperti
yang sudah dijelaskan sekilas pada bab
terdahulu bahwa pendekatan kontekstual adalah pendekatan yang
memungkinkan dikembangkannya strategi belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Pembelajaran
kontekstual (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu siswa menghubungkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat. Proses
pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam
bentuk siswa belajar dan mengalami,
bukan transfer pengetahuan dari guru kepada
siswa.
Pemanduan
materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam pembelajaran dengan
pendekatan kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang kuat dan
mendalam sehingga siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara penyelesaiannya.
Dalam
hal ini siswa perlu mengerti makna belajar dan manfaatnya bagi kehidupan dan
bagaimana cara mencapainya. Mereka harus sadar bahwa apa yang mereka pelajari
berguna bagi hidupnya. Sehingga mereka dapat menempatkan diri sendiri untuk
membekali diri di dalam hidupnya. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi
dirinya dan berupaya mencapainya. Dalam upaya ini, mereka memerlukan guru
sebagai pengarah dan pembimbing.
Pembelajaran
kontekstual/CTL (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada tujuh komponen utama
pembelajaran kontekstual yang efektif, yaitu konstruktifisme (constructivism),
bertanya (question), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning
community), pemodelan (modelling), dan penilaian sebenarnya (authentic
assesment)[1]
Di
kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Tugas
guru lebih banyak berkaitan dengan strategi daripada memberi informasi, mengelola
kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru
bagi anggota kelas.
Ada
lima elemen yang belajar yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran
kontekstual. Adapun kelima elemen tersebut adalah sebagai berikut:
a)
Pengatifan pengetahuan
yang sudah ada ( Activating Knowladge)
b) Pemerolehan
pengetahuan baru ( Acquiring Knowladge)
dengan cara mempelajari secara keseluruhan dahulu, kemudian memerhatikan
detilnya.
c) Pemahaman
pengetahuan ( Understanding Knowladge
) yaitu dengan cara menyusun ( a ) konsep sementara (hipotesis), (b) melakukan
sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan ( validasi) dan atas
tanggapan itu, (c) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.
d) Mempraktikan
pengetahuan dan pengalaman tersebut.
e)
Melakukan refleksi (Reflecting Knowladge ) terdapat strategi
pengembgang pengetahuna tersebut.[2]
Pengetahuan
dan keterampilan dapat ditemukan oleh siswa, bukan dari apa kata guru.
Pendekatan kontekstual merupakan strategi pembelajaran yang mendekatkan
pengetahuan yang diperoleh siswa dengan pengalamannya dalam kehidupan
sehari-hari. Pendekatan kontekstual mempunyai tujuh komponen yang terintegrasi
dalam suatu rencana pembelajaran.
Sejauh
ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai
perangkat fakta-fakta yang harus dihafal, kelas masih berfokus pada guru
sebagai sumber utama pengetahuan , kemudian ceramah menjadi pilihan utama
strategi. Untuk itu diperlukan strategi belajar yang baru yang lebih
memberdayakan siswa. Melalui landasan filosofis konstruktivisme, CTL
dipromosikan menjadi alternative strategi belajar yang baru. Melalui pendekatan
CTL, siswa diharapkan belajar melalui ‘mengalami” bukan “menghafal”.[3].
Adapun beberapa komponen yang berkaitan dengan CTL adalah : Konstruktivisme,
menemukan (inquiry), bertanya (questioning), permodelan (modeling), masyarakat
belajar (learning community), refleksi (reflection) dan penilaian yang sebenarnya ( autentics assessment). Adapun untuk lebih jelas pembahasan tentang
ketujuh komponen tersebut seperti pada
pembahasan penuilis berikut ini.
1.
Konstruktivisme
Teori
belajar tentang konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus membangun
pengetahuan di dalam benak mereka sendiri. Setiap pengetahuan dapat dikuasai
dengan baik jika siswa secara aktif mengkontruksi pengetahuannya
di dalam pikirannya.
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir atau filosofis pendekatan
kontekstual. Kontekstual yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks terbatas dan tidak secara
tiba-tiba. Pengetahuan bukan seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap
diambil atau diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi
makna melalui pengalaman nyata.
Oleh
karena itu pengetahuan menjadi proses mengkontruksi bukan menerima pengetahuan.
Dalam pandangan konstruktivisme, strategi lebih diutamakan daripada seberapa
banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah
memfasilitasi proses tersebut dengan:
a. menjadikan
pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
b. memberi
kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri,
c. menyadarkan
siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar.
2.
Menemukan
(inquiry)
Menemukan
merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran CTL. Pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat
fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri. Guru selalu merangsang kegiatan
yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi yang diajukan. Siklus inquiry
yaitu merumuskan masalah, observasi, bertanya, mengajukan dugaan
(hipotesis), pengumpulan data dan penyimpulan.
Adapun
langkah-langkah kegitan belajar dalam kegiatn menemukan ( inquiri) adalah sbb :
a.
Merumuskan masalah.
b.
Mengamati atau
melakukan observasi.
c.
Menganalisis dan
menyajikan hasil dalam tulisan, gambar laporan, bagan, tabel, atau karya
lainya.
d.
Mengomunikasikan atau
menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, guru, atau audiensi yang
lain.
3.
Bertanya
(Questioning)
Questioning
atau bertanya adalah salah satu strategi
pembentukan pendekatan kontekstual. Bagi guru, bertanya dipandang sebagai
kegiatan untuk mendorong siswa untuk mengetahui sesuatu, mengarahkan siswa
untuk memperoleh informasi, membimbing dan menilai kemampuan siswa. Bagi siswa,
bertanya merupakan kegiatan penting dalam melaksanakan pembelajaran berbasis inquiry.
Dalam sebuah pembelajaran yang produtif, kegiatan
bertanya berguna untuk :
a.
Menggali informasi baik administrasi maupun akademis.
b.
Mengecek pemahaman siswa.
c.
Membangkitkan respons kepada siswa.
d.
Mengetahui sejauh mana keingintauhan siswa.
e.
Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.
f.
Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa.
g.
Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.
h.
Membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa.
i. Untuk menyegarkan kembali pengetahuan.
4.
Permodelan
(Modeling)
Modeling
atau permodelan adalah kegiatan
pemberian model dengan tujuan untuk membahasakan gagasan yang kita pikirkan,
mendemonstrasikan bagaimana kita menginginkan para siswa untuk belajar atau
melakukan sesuatu yang kita inginkan. Dalam sebuah pembelajaran keterampilan
atau pengetahuan tertentu selalu ada model yang dapat dicontoh dan diamati
siswa. Guru memberi model tentang “bagaimana cara belajar” misalnya guru memberi
contoh tentang cara belajar sesuatu, sebelum siswa melaksanakan tugas.
Dalam
pendekatan CTL guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirangsang dengan
melibatkan siswa-siswa ditunjuk untuk memberi contoh temannya mendemonstrasikan
keterampilan.
5.
Masyarakat
Belajar (Learning Community)
Konsep
Learning Community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerja sama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing dengan
teman, antar kelompok, antara yang tahu dengan yang belum tahu. Dalam kelas
kontekstual guru selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok
belajar. Siswa dibagi dalam kelompok yang anggotanya heterogen. Praktik motode
ini dalam pembelajaran terwujud dalam :
a. Pembentukan
kelompok kecil
b. Pembentukan
kelompok besar.
c. Mendatangkan
ahli ke kelas.
d. Bekerja
dengan kelas sederajat.
e. Bekerja
kelompok dengan kelas di atasnya.
f. Belajar
dengan masyarakat.
6.
Refleksi
(Reflection)
Refleksi
adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir kebelakang
tentang apa-apa yang sudah dilakukan. Siswa menyimpan apa yang telah dipelajari
sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan atau revisi
dari pengatahuan yang baru diterima. Implementasi pada akhir pembelajaran guru
memberi waktu sebentar agar siswa melakukan refleksi berupa:
a. peryataan
langsung tentang apa yang diperoleh hari itu,
b. catatan
atau jurnal di buku siswa,
c. kesan
dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu,
d. diskusi,
e. hasil
kerja.
7.
Penilaian
yang sebenarnya (Authentic Assesment)
Penilaian
adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberi gambaran
perkembangan belajar siswa. Gambaran itu perlu diperoleh guru agar dapat
memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Apabila data
yang dikumpulkan guru untuk mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan
dalam belajar, maka guru segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa
terbebas dari kemacetan belajar.
Penilaian
dilakukan bersama secara terintegrasi dari kegiatan pembelajaran. Data yang dikumpulkan
harus dari kegiatan yang nyata yang dikerjakan siswa pada proses pembelajaran.
Jika guru ingin mengetahui perkembangan siswa, maka guru harus mengumpulkan
data dari kegiatan nyata saat siswa melakukan kegiatan atau percobaan. Penilaian
autentik didasarkan pada pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa.
Karakteristik penilaian sebenarnya dilakukan sebagai berikut.
a. Dilaksanakan
selama dan sesudah pembelajaran
b. Dapat
digunakan untuk formatif atau sumatif
c. Yang
diukur adalah keterampilan dan performannya bukan mengingat fakta
d. Berkesinambungan
e. Terintegrasi
f. Dapat
digunakan sebagai feed back[4]
Penerapan
pendekatan kontekstual dalam kelas cukup mudah, secara garis besar Yatim
riyanto menjelaskan sebagai berikut :
a.
Kembangkan pikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara
bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstrusikan sendiri pengetahuan
dan ketrampilan baru.
b.
Laksanakanlah sejauh mungkin kegiatan inquiri untuk semua objek.
c.
Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.
d.
Ciptakan masyarakat belajar
e.
Hadirkanlah model sebagai contoh pembelajaran
f.
Lakukanlah refleksi di akhir pertemuan
g.
Lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara.[5]
Yatim
Priyanto juga memberi gambaran karakteristik pembelajaran berbasis Contextual
Teaching And Learning ( CTL ). Adapun karakteristi tersebut adalah seperti
di bawah ini :
a.
Kerja sama
b.
Saling menunjang
c.
Menyenangjkan, tidak membosankan
d.
Belajar dengan gairah
e.
Pembelajaran terinteraksi
f.
Menggunakan berbagai sumber
g.
Siswa aktif
h.
Sharing dengan teman
i.
Siswa kritis, guru kreatif
j.
Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa,
peta-peta, gambar, dan lain-lain.
k.
Laporan kepada orang tua bukan hanya raport tetapi hasil kerja siswa,
laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan lain-lain.[6]
Dalam penyusunan rencana pembelajaran berbasis
kontekstual, Yatim Riyanto memberikan saran pokok bagi guru. Adapun saran
tersebut adalah seperti di bawah ini:
a.
Nyatakan kegiatan utama
pembelajaran, yaitu sebuah pernyataan kegiatan siswa yang merupakan gabungan
antara kompetensi dasar, materi pokok, dan indicator pencapaian hasil belajar.
b.
Nyatakan tujuan umum pembelajarannya.
c.
Rincilah media untuk mendukung kegiatan itu.
d.
Buatlah scenario tahap demi tahap kegiatan siswa.
e.
Nyatakan authentic assesment-nya, yaitu dengan data apa siswa
dapat diamati partisipasinya dalam pembelajaran.
Untuk mewujudkan pendekatan CTL di dalam kelas diperlukan strategi
pembelajaran. Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya
diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Abin Syamsuddin Makmun, mengemukakan
empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
- Mengidentifikasi
dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran
(target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera
masyarakat yang memerlukannya.
- Mempertimbangkan
dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk
mencapai sasaran.
- Mempertimbangkan
dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal
sampai dengan sasaran.
d.
Mempertimbangkan dan
menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur
dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.[7]
Adapun
strategi Pembelajaran yang relevan
dengan pendekatam pembelaran CTL adalah
sebagai berikut :
a. CBSA
b. Pendekatan
Proses
c.
Life
Skill Education
d.
Authentic
Instruction
e.
Inquiry
based Leraning
f.
Cooperative
Learning
g.
Service
Learning[8]
[1] Departemen Pendidikan
Nasional. Kurikulum Berbasis Kompetensi. (Jakarta. Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas.2002) hal. 10
[4]
Nurhadi. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning) dan
Penerapannya dalam KBK.( Malang:
Universitas Negeri Malang Press. 2003) hal. 23-2
[5] Yatim Riyanto, Paradigma
baru…, hal. 16
[6] Ibid…, hal. 176