A. Pengertian Profesionalisme Guru
Istilah
profesionalisme berasal dari profession. Dalam Kamus Inggris Indonesia,
.”profession berarti pekerjaan.”[1]
Arifin dalam buku Kapita Selekta Pendidikan mengemukakan bahwa “profession mengandung
arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian
yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus.” [2]
Dalam buku
yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru Profesional Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan pula bahwa profesionalisme
berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau
akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau
pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh
dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi, “profesi adalah suatu
pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu.” [3]
Menurut Martinis Yamin “profesi mempunyai pengertian seseorang yang
menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur
berlandaskan intelektualitas.” [4] Jasin
Muhammad yang dikutip oleh Yunus Namsa, beliu menjelaskan bahwa profesi adalah
.suatu lapangan pekerjaan yang dalam melakukan tugasnya memerlukan teknik dan
prosedur ilmiah, memiliki dedikasi serta cara menyikapi lapangan pekerjaan yng
berorientasi pada pelayanan yang ahli.. “Pengertian profesi ini tersirat makna
bahwa di dalam suatu pekerjaan profesional diperlukan teknik serta prosedur
yang bertumpu pada landasan intelektual yang mengacu pada pelayanan yang ahli.” [5]
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profesi
adalah suatu pekerjaan atau keahlian yang mensyaratkan kompetensi
intelektualitas, sikap dan keterampilan tertentu yang diperolah melalui proses
pendidikan secara akademis. Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru
adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan
pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan
hidup yang bersangkutan. “Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan
yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan
pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan
efisien serta berhasil guna.” [6]
Adapun mengenai kata .Profesional., Uzer Usman memberikan suatu kesimpulan
bahwa suatu pekerjaan yang bersifat professional memerlukan beberapa bidang
ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi
kepentingan umum. Kata .prifesional itu sendiri berasal dari kata sifat yang
berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai
keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain,
pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan
oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang
dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.
Dengan bertitik
tolak pada pengertian ini, maka pengertian “guru profesional adalah orang yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu
melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal. “[7]
H.A.R. Tilaar
menjelaskan pula bahwa seorang professional menjalankan pekerjaannya sesuai
dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan sikap
sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang profesional menjalankan
kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan secara amatiran.
Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang profesional akan
terus-menerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan
pelatihan. [8]
Adapun mengenai pengertian “profesionalisme itu sendiri adalah, suatu
pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu
yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan
khusus.” [9]
Profesionalisme guru merupakan
kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam
bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang
menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang
memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan
pengajaran. Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru
profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam
bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru
dengan kemampuan maksimal. “Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan
terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya.” [10]
Sedangkan Oemar Hamalik mengemukakan
bahwa “guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru
dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah
berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar.” [11]
Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas mengenai
pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan
mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional. Karena
seorang guru yang profesional tentunya harus memiliki kompetensi profesional. Dalam
buku yang ditulis oleh E. Mulyasa, Kompetensi yang harus dimiliki seorang guru
itu mencakup empat aspek sebagai berikut:
a. Kompetensi Pedagogik.
Dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir a. dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik
adalah kemapuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap
peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar,
dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya. [12]
b. Kompetensi Kepribadian.
Dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir b, dikemukakan bahwa
yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang
mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berakhlak mulia. [13]
c. Kompetensi Profesioanal.
Dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir c dikemukakan bahwa
yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing pesrta didik
memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.[14]
d. Kompetensi Sosial.
Dalam Standar
Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir d dikemukakan bahwa
yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian
dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserte didik, dan
masyarakat sekitar. [15]
Alisuf Sabri
dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya mengutip pernyataan Mitzel yang
mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan efektif dalam mengajar apabila ia memiliki
potensi atau kemampuan untuk mendatangkan hasil belajar pada murid-muridnya.
Untuk mengatur efektif tidaknya seorang guru, Mitzel menganjurkan cara
penilaian dengan 3 kriteria, yaitu: presage, process dan product.
Dengan demikian seorang guru dapat dikatakan sebagai guru yang effektif apabila
ia dari segi: presage, ia memiliki .personality attributes. dan .teacher
knowledge yang diperlukan bagi pelaksanaan kegiatan mengajar yang mampu mendatangkan
hasil belajar kepada murid. Dari segi process, ia mampu menjalankan
(mengelola dan melaksanakan) kegiatan belajar-mengajar yang dapat mendatangkan
hasil belajar kepada murid. Dari segi product ia dapat mendatangkan
hasil belajar yang dikehendaki oleh masing-masing muridnya.
Dengan
penjelasan di atas berarti latar belakang pendidikan atau ijazah sekolah guru
yang dijadikan standar unsur presage, sedangkan ijazah selain pendidikan
guru berarti nilainya di bawah standar. Berdasarkan pemahaman dari uraian-uraian
di atas dapat diambil kesimpulan bahwa mutu guru dapat diramalkan dengan tiga
kriteria yaitu: presage, process dan product yang unsur-unsurnya sebagai
berikut:
1. Kriteria presage (tanda-tanda kemampuan
profesi keguruan) yang terdiri dari
unsur sebagai berikut:
a. Latar belakang pre-service dan in-service guru.
b. Pengalaman mengajar guru.
c. Penguasaan pengetahuan keguruan.
d. Pengabdian guru dalam mengajar.
2. Kriteria process (kemampuan guru dalam
mengelola dan melaksanakan proses belajar mengajar) terdiri dari:
a. Kemampuan guru dalam merumuskan Rancangan Proses
Pembelajaran (RPP).
b. Kemampuan guru dalam melaksanakan (praktik)
mengajar di dalam kelas.
c. Kemampuan guru dalam mengelola kelas.
3. Kriteria product
(hasil belajar yang dicapai murid-murid) yang terdiri dari hasil-hasil
belajar murid dari bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut.
Dalam prakteknya meramalkan mutu seorang guru di sekolah atau di madrasah
tentunya harus didasarkan kepada effektifitas mengajar guru tersebut sesuai
dengan tuntutan kurikulum sekarang yang berlaku, dimana guru dituntut
kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan tujuan, bahan, metode, media
dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam mendisain dan mengelola proses
belajar mengajar, disamping itu guru juga harus mampu melaksanakan atau
membimbing terjadinya kualitas proses belajar yang akan dialami oleh
murid-muridnya. [16]
Kemudian dalam buku yang ditulis oleh Martinis Yamin, secara konseptual,
unjuk kerja guru menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Johnson
mencakup tiga aspek, yaitu; (a) kemampuan profesional, (b) kemampuan sosial,
dan (c) kemampuan personal (pribadi). Kemudian ketiga aspek ini
dijabarkan menjadi:
a. Kemampuan profesional mencakup:
1) Penguasaan materi pelajaran
yang terdir i atas
penguasaan bahan yang harus
diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan yang diajarkannya itu.
2) Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan
kependidikan dan keguruan.
3) Penguasaan proses-proses kependidikan, keguruan
dan pembelajaran siswa.
b. Kemampuan sosial mencakup kemampuan untuk
menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu
membawa tugasnya sebagai guru.
c. Kemampuan personal (pribadi)
mencakup:
1) Penampilan sikap yang positif
terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi
pendidikan beserta unsur-unsurnya.
2) Pemahaman, penghayatan, dan penampilan
nilai-nilai seyogianya dianut oleh
seseorang guru.
Dalam lokakarya kurikulum pendidikan guru yang diselenggarakan oleh
Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), telah dirumuskan sejumlah kemampuan
dasar seorang calon guru lulusan sistem multistrata sebagai berikut:
a. Menguasai
bahan yakni menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum-kurikulum sekolah,
menguasai bahan pengayaan/penunjang bidang studi.
b. Mengelola program belajar mengajar yakni merumuskan tujuan instruksional, mengenal dan
bisa memakai metode mengajar, memilih materi dan prosedur instruksional yang
tepat, melaksanakan program belajar dan mengajar, mengenal kemampuan anak
didik, menyesuaikan rencana dengan situasi kelas, melaksanakan dan merencanakan
pengajaran remedial, serta mengevaluasi hasil belajar.
c. Mengelola kelas yakni mengatur tata ruang kelas
dalam proes belajar mengajar dan menciptakan iklim belajar yang efektif.
d. Menggunakan media yakni memilih dan menggunakan
media, mebuat alat-alat bantu pelajaran sederhana, menggunakan dan mengelola
laboratorium, mengembangkan laboratorium, serta menggunakan perpustakaan dalam
proses belajar mengajar.
e. Menguasai
landasan-landasan kependidikan.
f. Merencanakan
program pengajaran.
g. Mengelola
interaksi belajar mengajar.
h. Menguasai
macam-macam metode mengajar.
i. Menilai kemampuan prestasi siswa untuk
kepentingan pengajaran.
j. Mengenal
fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
k. Mengenal
penyelenggaraan administrasi sekolah.
l. Mampu memahami dan menafsirkan hasil-hasil
penelitian pendidikan yang sederhana guna kemajuan pengajaran. [18]
Kemudian dalam PP No. 19 Tahun. 2005 (Pasal 28)
menegaskan mengenai Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagai berikut:
a. Pendidik
harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran,
sehat jasmani dan rohani, serta memilki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
b. Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang
pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/sertifikat keahlian yang relevan
sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
c. Kompetensi
sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan anak usia dini meliputi:
1) Kompetensi pedagogik;
2) Kompetensi kepribadian;
3) Kompetensi profesional; dan
4) Kompetensi sosial.
d. Seseorang
yang tidak memiliki ijazah dan/sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tetapi memiliki keahlian khusus yang diakui dan diperlukan dapat
dianggap menjadi pendidik setelah melewati uji kelayakan dan kesetaraan.
e. Kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan (4) dikembangkan
oleh BNSP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri. [19]
Dalam PERMENDIKNAS RI No. 16 Tahun. 2007 (Pasal 1
dan 2) mengenai Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dijelaskan pula bahwa:
Pasal 1
a. Setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru
yang berlaku secara nasional.
b. Standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
Pasal 2
Ketentuan mengenai guru dalam jabatan yang belum memenuhi kualifikasi
akademik diploma (D-IV) atau Sarjana (S1) akan diatur dengan Peraturan Menteri
tersendiri. [20]
Dari penjelasan yang telah dikemukakan di atas mengenai aspekaspek
kompetensi guru profesional, untuk memudahkan penulis dalam melakukan
penelitian, maka indikator yang akan diteliti dalam skripsi ini akan merujuk kepada pendapat yang ditulis
oleh Nana Sudjana dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Proses Belajar
Mengajar.
Menurut Nana Sudjana, untuk keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar,
maka kemampuan guru atau kompetensi guru yang banyak hubungannya dengan usaha
meningkatkan proses dan hasil belajar dapat diguguskan ke dalam empat kemampuan
yakni:
a.
Merencanakan program belajar mengajar.
Sebelum
membuat perencanaan belajar mengajar, guru terlebih dahulu harus mengetahui
arti dan tujuan perencanaan tersebut, dan menguasai secara teoritis dan praktis
unsur-unsur yang terdapat dalam perencanaan belajar mengajar. Kemampuan
merencanakan program belajar mengajar merupakan muara dari segala pengetahuan
teori, keterampilan dasar, dan pemahaman yang mendalam tentang objek belajar
dan situasi pengajaran. Makna atau arti dari perencanaan/program belajar
mengajar tidak lain adalah suatu proyeksi/perkiraan guru mengenai kegiatan yang
harus dilakukan siswa selama pengajaran itu berlangsung. “Dalam kegiatan
tersebut secara terinci harus jelas ke mana siswa akan dibawa (tujuan), apa yang
harus siswa pelajari (isi bahan pelajaran), bagaimana cara siswa mempelajarinya
(metode dan teknik) dan bagaimana kita mengetahui bahwa siswa telah mencapainya
(penilaian).” [21]
b. Menguasai bahan pelajaran.
Kemampuan
menguasai bahan pelajaran sebagai bahan integral dari proses belajar mengajar,
jangan dianggap pelengkap bagi profesi guru. Guru yang bertaraf profesional
penuh mutlak harus menguasai bahan yang akan diajarkannya. Penguasaan bahan
pelajaran ternyata memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa. Nana
Sudjana mengutip pendapat yang dikemukakan oleh Hilda Taba yang menyatakan
bahwa keefektifan pengajaran dipengaruhi oleh (a) karakteristik guru dan siswa,
(b) bahan pelajaran, dan (c) aspek lain
yang berkenaan dengan sistuasi pelajaran. Jadi terdapat hubungan yang positif
antara penguasaan bahan pelajaran oleh guru dengan hasil belajar yang dicapai
oleh siswa. Artinya, makin tinggi penguasaan bahan pelajaran oleh guru makain
tinggi pula hasil belajar yang dicapai siswa.
c. Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar
mengajar.
Melaksanakan
atau mengelola program belajar mengajar merupakan tahap pelaksanaan program
yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar kemampuan yang
dituntut adalah keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa
belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun dalam perencanaan. Guru harus
dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan
mengajar dihentikan, ataukah diubah metodenya, apakah mengulang kembali
pelajaran yang lalu, manakala para siswa belum dapat mencapai tujuan
pengajaran. Pada tahap ini di samping pengetahuan teori tentang belajar
mengajar, tentang pelajar, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik
mengajar. Misalnya prinsip-prinsip mengajar, penggunaan alat bantu pengajaran, penggunaan
metode mengajar, keterampilan menilai hasil belajar siswa, keterampilan memilih
dan menggunakan strategi atau pendekatan mengajar.
d. Menilai
kemajuan proses belajar mengajar.
Setiap guru harus dapat melakukan penilaian tentang kemajuan yang dicapai
para siswa, baik secara iluminatif-obsrvatif maupun secara struktural-objektif.
Penilaian secara iluminatif-observatif dilakukan dengan pengamatan yang terus
menerus tentang perubahan dan kemajuan yang dicapai siswa. Sedangkan penilaian
secara “structural objektif berhubungan dengan pemberian skor, angka atau nilai
yang biasa dilakukan dalam rangka penilaian hasil belajar siswa.” [22]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu
jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan
tertantu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional.
Dengan demikian, profesionalisme guru dalam penelitian ini adalah
profesionalisme guru dalam bidang studi Fiqih, yaitu seorang guru yang memiliki
kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang studi Fiqih serta telah
berpengalaman dalam mengajar Fiqih sehingga ia mampu melakukan tugas dan
fungsinya sebagai guru Fiqih dengan kemampuan yang maksimal serta memiliki
kompetensi sesuai dengan kriteria guru profesional, dan profesinya itu telah
menjadi sumber mata pencaharian.
B.
Pengertian Prestasi Belajar
Kata prestasi
belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu .prestasi. dan belajar. Di dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan “presatasi
adalah: Hasil yang telah
dicapai (dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).” [23]
Adapun belajar
menurut pengertian secara psikologis, adalah merupakan suatu proses perubahan
yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata
dalam seluruh aspek tingkah laku. Menurut Slameto pengertian belajar dapat
didefinisikan sebagai berikut: “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.” [24]
M. Ngalim
Purwanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan, mengemukakan bahwa belajar
adalah “tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut
berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam
pengertian, pemecahan suatu masalah atau berpikir, keterampilan, kecakapan,
kebiasaan, ataupun sikap.” [25]
Dalam rumusan
H. Spears yang dikutip oleh Dewa Ketut Sukardi mengemukakan bahwa “belajar itu
mencakup berbagai macam perbuatan mulai dari mengamati, membaca, menurun,
mencoba sampai mendengarkan untuk mencapai suatu tujuan.” [26]
Selanjutnya,
defini belajar yang diungkapkan oleh Cronbach di dalam bukunya Educational
Psychology yang dikutip oleh Sumardi Suryabrata menyatakan bahwa: “belajar
yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam mengalami itu si pelajar
mempergunakan pancainderanya.” [27]
Berdasarkan
definisi yang dikemukakan beberapa tokoh di atas, maka penulis dapat mengambil
suatu kesimpulan, bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang
merupakan sebagai akibatdari pengalaman atau latihan. Sedangkan pengertian
prestasi belajar sebagaimana yang tercantum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah: “penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan
oleh guru.” [28]
Prestasi
belajar dapat bersifat tetap dalam serjarah kehidupan manusia karena sepanjang
kehidupannya selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan
masing-masing. Prestasi belajar dapat memberikan kepuasan kepada orang yang bersangkutan,
khususnya orang yang sedang menuntut ilmu di sekolah. Prestasi belajar meliputi
segenap ranah kejiwaan yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses
belajar siswa yang bersangkutan. Prestasi belajar dapat dinilai dengan cara:
a. Penilaian formatif
Penilaian
formatif adalah kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mencari umpan balik (feedback),
yang selanjutnya hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki
proses belajar-mengajar yang sedang atau yang sudah dilaksanakan.
b.
Penilaian Sumatif
“Penilaian
sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi
sampai dimana penguasaan atau pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran
yang telah dipelajarinya selama jangka waktu tertentu.”[29]
Prestasi belajar menurut Benyamin
Bloom secara garis besar dibagi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif,
ranah psikomotorik.
a. Ranah kognitif.
Pada ranah ini mempunyai beberapa
tingkatan, yaitu :
1). Pengetahuan (knowledge).
2). Pemahaman (comprehension).
3). Penerapan (application).
4). Penguraian (analysis).
5). Pemanduan (syntesis).
6). Penilaian (evaluatif). [30]
Perubahan yang terjadi pada ranah
kognitif ini tergantung pada tingkat kedalaman belajar yang dialami oleh siswa.
Dengan pengertian bahwa perubahan yang terjadi pada ranah diharapkan seorang
siswa mampu melakukan pemecahan terhadap masalah-masalah yang dihadapinya
sesuai dengan bidang studi yang dihadapinya.
b. Ranah affektif.
Adapun jenis katagori dalam ranah ini
adalah sebagai hasil dari belajar yang mulai dari tingkat dasar sampai yang
kompleks, yaitu :
1). Menerima rangsangan (receving).
2). Merespon rangsangan (responding).
3). Menilai sesuatu (valuing).
4). Mengorganisasi nilai (organization).
5). Menginternalisasikan (mewujudkan) nilai-nilai (characteazion by value
or value compleks).
“Pada ranah afektif ini harapkan
siswa mampu lebih peka terhadap nilai dan etika yang berlaku, dalam bidang
ilmunya perubahan yang terjadi cukup mendasar, maka siswa tidak hanya
menerimanya dan memperhatikan saja, melainkan mampu melakukan satu sistem nilai
yang berlaku dalam bidang ilmunya.” [31]
Pada tipe belajar ini ditampak pada
siswa pada berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran,
disiplin, motivasi belajar, menghargai dan teman di kelas dan kebiasaan di
lingkungan yang baik.
c. Ranah psikomotorik.
Dalam ranah psikomotorik ini erat
sekali dengan ketrampilan yang bersifat konkret, walaupun demikian tidak
terlepas dari kegiatan belajar yang bersifat konkret, walaupun demikian tidak
terlepas dari kegiatan belajar yang bersifat mental (pengetahuan dan sikap). Dalam
hal ini belajar merupakan tingkah laku yang nyata dan dapat dialami. Dari
araian di atas dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar khususnya pembelajaran
fiqh merupakan sebuah proses yang mengakibatkan beberapa perubahan yang
relative menetap dalam tingkah laku seseorang yang sesuai dengan tujuan dalam
pembelajaran fiqh. Baik yang meliputi aspek kognitif, affektif dan psikomotorik,
maupun aspek-aspek yang lain sehingga perubahan sifat yang terjadi pada
masing-masing aspek tersebut tergantung pada tingkat kedalaman belajar.
C. Hubungan Profesionalisme Guru Dengan Prestasi Belajar Siswa
Dari penjelasan diatas, penulis memberikan kesimpulan bahwa yang menjadi
alasan adanya hubungan profesionalisme guru dengan prestasi belajar siswa dalam
penelitian ini, dapat dilihat dalam dua hal sebagai berikut:
1. Karena keberadaan guru dalam kelas adalah sebagai
manajer bidang studi Yaitu, orang yang merencanakan, melaksanakan, dan
mengevaluasi hasil belajar di sekolah.
2. Karena guru di sekolah bertugas menentukan keberhasilan siswa. Oleh karena
itu, apabila siswa belum berhasil, maka guru perlu mengadakan remedial.
Untuk itu,
guru yang mampu merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi hasil belajar adalah
guru yang profesional.
[1] John M. Echols dan Hassan Shadili, Kamus
Inggris Indonesia, Cet. Ke-23 (Jakarta: Gramedia, 1996), hal. 449
[2] Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam
dan Umum), Cet. Ke- 3 (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 105.
[3] Kunandar, Guru Profesional
Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan
Menghadapi Sertifikasi Guru, Cet. Ke-1 (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), hal. 45.
[4] Martinis Yamin, Profesionalisasi
Guru dan Implementasi KTSP, hal. 3.
[5]M.Yunus Namsa, Kiprah Baru
Profesi Guru Indonesia Wawasan Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta:
Bumi aksara, 2006) hal. 29.
[7] M. Uzer Usman, Menjadi Guru
Profesional…, hal. 14-15.
[9] Arifin, Kapita Selekta
Pendidikan (Islam dan Umum), Cet. Ke- 3 (Jakarta: Bumi Aksara,
1995), hal. 105
[10] Kunandar, Guru
Profesional …, hal. 46-47
[11]Oemar Hamalik, Pendidikan
Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Cet. Ke-4 (Jakarta: Bumi Aksara,
2006), hal. 27.
[12]E. Mulyasa, Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Cet. Ke-3 (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2008), hal.75.
[13]E. Mulyasa, Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru…, hal. 117.
[14]E. Mulyasa, Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru…, hal. 135
[15]E. Mulyasa, Standar
Kompetensi dan Sertifikasi Guru…, hal. 173
[16]Alisuf Sabri, Mimbar
Agama dan Budaya, Cet. Ke-1 (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengabdian Pada
Masyarakat IAIN, 1992), hal. 16-18.
[17]Martinis Yamin, Profesionalisasi
Guru dan Implementasi KTSP…, hal. 4-5.
[18]Oemar Hamalik, Pendidikan
Guru Berdasarkan Kompetensi, hal. 44-45.
[20]http://www.setjen.depdiknas.go.id/prodhukum/dokumen/5212007134511Permen_16_2007.pdf./2011/08/04/.
[21]Nana Sudjana, Dasar-dasar
Proses Belajar Mengajar, Cet. Ke-4, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
1998), hal. 19-20.
[22]Nana Sudjana, Dasar-dasar
Proses Belajar…,hal. 20-22.
[23]Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet. Ke- 2, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), hal. 895.
[24]Slameto, Belajar dan
Faktor-Faktor yang Mempengeruhinya, Cet. Ke-4 (Jakarta: Rineka Cipta,
2003), hal. 2.
[25]M Ngalim Purwanto, Psikologi
Pendidikan, Cet. Ke- 19, (Bandung: Remaja Rosadakarya, 2003), hal. 85.
[26]Dewa Ketut Sukardi, Bimbingan
dan Penyuluhan Belajar di Sekolah, Cet. Ke-1, (Surabaya: Usaha Nasional,
1983), hal.17.
[27]Sumardi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, Cet. Ke-2 (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), hal. 231.
[28]Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar ...,hal. 895.
[29]M Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip
…,hal. 26.
[30]Nana Sudjana, Penelitian
Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1990), hal. 22-23.
[31]Muhibbin dkk, Strategi
Belajar Mengajar, (Surabaya: Citra Media Karya Anak Bangsa, 1996),
hal. 71-72.