Sunday, December 30, 2012

IMPLEMENTASI PELAJARAN AL-QUR’AN HADITH


IMPLIMENTASI PELAJARAN AL-QUR’AN HADITH
Oleh: Zaman Hurri

A.    Pengertian Al-Qur’an Hadith
            Secara Bahasa Qara’a mempunyai arti: mengumpulkan, atau menghimpun menjadi satu Kata Qur’an n dan Qira’ah keduanya merupakan masdar (infinitif) diambil dari kata kerja lampau (Fi’il Madhi) yaitu. Qara’a- Qiraatan- Quranan.[1]

            Kata Qur’anah pada ayat di atas berarti qiraatuhu yaitu bacaannya atau cara membacanya. Terdapat berbagai macam definisi Qur’an, diantaranya definisi menurut Abdul Wahhab Khalaf, yaitu: Firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah Saw dengan peerntara Jibril dalam bahasa Arab. Dan, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah. Ia terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat Al- Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik secara lisan maupun tulisan, serta terjaga dari perubahan dan pergantian.
            Selanjutnya al-Qur'an secara istilah adalah “Firman Allah SWT yang menjadi mu’jizat abadi kepada Rasulullah yang tidak mungkin bisa ditandingi oleh manusia, diturunkan ke dalam hati Rasulullah SAW, diturunkan ke generasi berikutnya secara mutawatir, ketika dibaca bernilai ibadah dan berpahala besar”.[2]
            Al-Qur'an merupakan wahyu Allah dan sekaligus sebagai pedoman atau panduan hidup bagi umat manusia.[3] Banyak ilmu yang lahir dari Al-Qur'an, baik itu yang berhubungan langsung dengannya seperti Ulumul Qur'an, Ilmu Tafsir dan yang lainnya, atau tidak berhubungan langsung namun terinspirasi dari Al-Qur'an seperti ilmu alam, ilmu ekonomi dan yang lainnya. Al-Qur'an menekankan pada kebutuhan manusia untuk mendengar, menyadari, merefleksikan, menghayati, dan memahami. Maka, mau tidak mau Al-Qur'an harus mampu menjawab berbagai problematika yang terjadi dalam masyarakat.[4]
            Selanjutnya Istilah Hadits telah digunakan secara luas dalam studi keislaman untuk merujuk kepada teladan dan otoritas Nabi saw atau sumber kedua hukum Islam setelah al-Qur’an. Meskipun begitu, pengertian kedua istilah tersebut tidaklah serta merta sudah jelas dan dapat dipahami dengan mudah. Para ulama dari masing-masing disiplin ilmu menggunakan istilah tersebut didasarkan pada sudut pandang yang berbeda sehingga mengkonskuensikan munculnya rumusan pengertian keduanya secara berbeda pula.
            Kata hadits merupakan isim (kata benda) yang secara bahasa berarti kisah, cerita, pembicaraan, percakapan atau komunikasi baik verbal maupun lewat tulisan. Bentuk jamak dari hadits yang lebih populer di kalangan ulama muhadditsin adalah ahadits,  dibandingkan bentuk lainnya yaitu hutsdan atau hitsdan.[5]  Masyarakat Arab di zaman Jahiliyyah telah menggunakan kata hadits ini dengan makna “pembicaraan”, hal itu bisa dilihat dari kebiasaan mereka untuk menyatakan  “hari-hari mereka yang terkenal” dengan sebutan ahadits.[6]
Jadi Al-Qur’an Hdith yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah bagian mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada Madrasah Ibtidaiyah yang dimaksudkan untuk memberikan motivasi, bimbingan, pemahaman, kemampuan dan penghayatan terhadap isi yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadith sehingga dapat diwujudkan dalam perilaku sehari-hari sebagai perwujudan iman dan taqwa kepada Allah SWT.

B.    Tujuan Pembelajaran Al-Qur’an Hadith
Tujuan  pembelajaran  adalah  suatu  pernyataan  yang  spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan.[7] Martinis Yamin, memandang bahwa tujuan pembelajaaran merupakan sasaran yang hendak dicapai pada akhir pembelajaran, dan kemampuan yang harus dimiliki siswa.[8]
Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.[9]
            Berangkat dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas, penulis menarik satu kesimpulan bahwa tujuan pembelajaran Qur’an Hadith adalah sesuatu yang hendak dicapai setelah kegiatan pembelajaran Quran Hadits, atau dengan kata lain tercapainya perubahan perilaku pada siswa yang sesuai dengan kompetensi dasar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Tujuan tersebut dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik dan diwujudkan dalam bentuk prilaku atau penampilan sebagai gambaran hasil belajar.
            Tujuan pembelajaran Qur’an Hadith pada dasarnya merupakan rumusan bentuk-bentuk tingkah laku yang akan dimiliki siswa setelah melakukan proses pembelajaran. Rumusan tujuan tersebut dirumuskan berdasarkan analisis terhadap berbagai tuntutan, kebutuhan, dan harapan. Oleh karena itu, tujuan dibuat berdasarkan pertimbangan faktor-faktor masyarakat, siswa itu sendiri, serta ilmu pengetahuan (budaya). Dengan demikian, perumusan tujuan pembelajaran Qur’an Hadith harus didasarkan pada harapan tentang sesuatu yang diharapkan dari hasil proses kegiatan pembelajaran. Meager memberi batasan yang lebih luas tentang tujuan pembelajaran, yaitu maksud yang dikomunikasikan melalui pernyataan yang menggambarkan perubahan tingkah laku yang diharapkan terjadi diri siswa.
Perumusan tujuan pembelajaran Qur’an Hadith merupakan panduan dalam memilih materi pelajaran, menentukan strategi pembelajaran dan memilih alat-alat pembelajaran yang akan digunakan sebagai media pembelajaran, dan sebagai dasar bagi guru untuk mengantarkan siswa mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Selain itu, perumusan tujuan juga dapat dijadikan sebagai dasar dalam penyusunan alat-alat penilaian hasil belajar.
Untuk merumuskan tujuan pembelajaran Qur’an Hadith dengan baik, maka tujuan tersebut harus:
a.       Berorientasi  pada  kepentingan  siswa,  bukan  pada  guru.  Titik
tolaknya adalah perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran.
b.      Dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, yaitu menunjuk pada hasil perbuatan yang dapat diamati dan diukur hasilnya dengan alat ukur tertentu.[10]

            Kegiatan pembelajaran Qur’an Hadith sebagai salah satu bidang studi pada pendidikan Madrasah, mempuyai fungsi yang sama dengan bidang studi yang lain, yaitu sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang mempunyai tujuan akhir yang sesuai dengan arah Tujuan Pendidikan Nasional, dan tentunya merupakan bagian dari upaya untuk mencapai Tujuan Pendidikan Nasional pada jenjang pendidikan tertentu.
Tujuan Kurikuler (Mata Pelajaran Qur’an Hadith)
Tujuan pembelajaran Qur’an Hadith dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh peserta didik setelah menyelesaikan kigiatan pembelajaran bidang studi Qur’an Hadith dalam suatu lembaga pendidikan.[11] Tujuan mata pelajaran al-Qur’an Hadith menggambarkan bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berhubungan dengan mata pelajaran tersebut dalam perencanaan pembelajaran di sekolah. Tujuan ini menjadi acuan dari bentuk-bentuk pengalaman belajar yang dicapai siswa setelah mempelajari mata pelajaran tersebut pada jenjang pendidikan tertentu. Oleh karena itu, tujuan semacam ini dapat memberikan tuntutan kepada pelaksana perencanaan pembelajaran sekolah tentang materi pembelajaran Qur’an Hadith yang dapat dikembangkan dan disajikan.
Gambaran tentang bentuk pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang tersurat dalam rumusan tujuan perencanaan pembelajaran sudah mulai jelas. Pada tujuan mata pelajaran misalnya, tujuan pertama menggambarkan bahwa siswa diharapkan dapat mengenal, memahami dan mampu mempergunakan konsep-konsep dasar al-Qur’an Hadith yang berguna. Di sini di gambaran perilaku yang diharapkan telah dirumuskan. Namun sampai sejauh ini kita belum mendapat gambaran tentang konsep-konsep dasar yang berguna, maka untuk menentukan luas dan dalam serta aneka ragam materi pembelajaran yang menjadi isi mata pelajaran itu perlu pula dirumuskan tujuan sebagai acuan. Tujuan itu adalah tujuan pembelajaran.
Berikut ini disajikan contoh Standar Kompotensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP) dikembangkan berdasarkan tujuan dan cakupan muatan dan/atau kegiatan setiap kelompok mata pelajaran yaitu:
Kelompok mata pelajaran Agama dan Ahklak mulia bertujuan membentuk siswa menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa serta berahklak mulia. Tujuan tersebut dicapai melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewaraganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan, dan tehknologi, estetika, jasmani, olahraga, dan kesehatan”.[12]
Tujuan pembelajaran al-Qur’an Hadith menggambarkan bentuk tingkah laku atau kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa setelah proses pembelajaran. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa rumusan tujuan pembelajaran al-Qur’an Hadith harus menggambarkan bentuk hasil belajar yang ingin dicapai siswa melalui proses pembelajaran al-Qur’an Hadith  yang dilaksanakan.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, penulis menarik beberapa kesimpulan yaitu:
1.  Tujuan pembelajaran Qur’an Hadith dirumuskan berdasarkan analisis terhadap berbagai tuntutan, kebutuhan, dan harapan. Oleh karena itu, tujuan dibuat berdasarkan pertimbangan factor-faktor masyarakat, siswa itu sendiri, serta ilmu pengetahuan (budaya). Dengan demikian, tujuan pembelajaran merupakan harapan tentang sesuatu yang diharapkan dari hasil  kegiatan pembelajaran Qur’an Hadith.
2.  Materi pembelajaran al-Quran Hadits berada dalam ruang lingkup isi kurikulum. Oleh erena itu, pemilihan meteri pelajaran Qur’an Hadith tentu saja harus sejalan dengan kriteria yang digunakan untuk memilih isi kurikulum bidang studi yang bersangkuan.
3.  Perumusan tujuan dan materi pembelajaran Qur’an Hadith merupakan tugas pokok seorang guru sebagai langkah awal kegiatan pembelajaran untuk mengantarkan siswa mencapai tujuan atau kompetensi dasar yang telah ditetapkan.
            Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa tujuan pembelajaran Al-Quran dan hadis di MI Pembelajaran Al Qur’an-Hadith di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk memberikan kemampuan dasar kepada peserta didik dalam membaca, menulis, membiasakan dan menggemari Al-Qur’an dan Hadith serta menanamkan pengertian, pemahaman, penghayatan isi kandungan ayat-ayat Al Qur’an-Hadith untuk mendorong, membina dan membimbing akhlaq dan perilaku peserta didik agar berpedoman kepada dan sesuai dengan isi kandungan ayat-ayat Al Qur’an dan Hadith. Mata pelajaran Al Qur’an-Hadith pada Madrasah Ibtidaiyah bertujuan:
1.      Menumbuhkembangkan kemampuan peserta didik membaca dan menulis Al Qur’an Hadith;
2.      Mendorong, membimbing dan membina kemampuan dan kegemaran untuk membaca Al Qur’an dan Hadith;
3.      Menanamkan pengertian, pemahaman, penghayatan dan pengamalan kandungan ayat-ayat Al Qur’an dan Hadith dalam perilaku peserta didik sehari-hari.
4.      Memberikan bekal pengetahuan untuk mengikuti pendidikan pada jenjang yang setingkat lebih tinggi (MTs).
Dengan kata lain pembelajaran Al Qur’an-Hadith di Madrasah Ibtidaiyah bertujuan untuk memberikan kemampuan dasar kepada peserta didik dalam membaca, menulis, membiasakan dan menggemari Al Qur’an dan Hadith serta menanamkan pengertian, pemahaman, penghayatan isi kandungan ayat-ayat Al Qur’an-Hadith untuk mendorong, membina dan membimbing akhlaq dan perilaku peserta didik agar berpedoman kepada dan sesuai dengan isi kandungan ayat – ayat Al Qur’an dan Hadith.

C.    Kurikulum Pembelajaran Al-Qur’an Hadith
Kurikulum  adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.[13]
Kurikulum Al-Qur’an dan Hadith MI yang dikembangkan dengan pendekatan tersebut diharapkan mampu menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, peningkatan penguasaan kecakapan hidup, kemampuan bekerja dan bersikap ilmiah sekaligus menjamin pengembangan kepribadian Indonesia yang kuat dan berakhlaq mulia.
Kurikulum Al-Qur’an dan Hadith MI yang dikembangkan dengan pendekatan tersebut diharapkan mampu menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, peningkatan penguasaan kecakapan hidup, kemampuan bekerja dan bersikap ilmiah sekaligus menjamin pengembangan kepribadian Indonesia yang kuat dan berakhlaq mulia.
Dengan demikian dalam pengembangan kurikulum Al-Qur’an Hadith disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :
a.       belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Allah SWT,
b.      belajar untuk memahami dan menghayati,
c.       belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,
d.      belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, dan
e.       belajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan
Ruang lingkup pengajaran Al Qur’an – Hadist di Madrasah Ibtidaiyah meliputi:
  1. Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al Qur’an
  2. Hafalan surat – surat pendek
  3. Pemahaman kandungan surat – surat pendek
  4. Hadist – hadist tentang kebersihan, niat, menghormati orang tua, persaudaraan, silaturrahim, taqwa, menyayangi anak yatim, shalat berjamaah, ciri – ciri orang munafik dan amal shaleh.
Selanjutnya pendidikan Al-Qur’an dan Hadist di Madrasah Ibtidaiyah sebagai landasan yang integral dari pendidikan Agama, memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam pembentukan watak dan kepribadian peserta didik, tetapi secara substansial mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadist memiliki kontribusi dalam memberikan motifasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai keyakinan kegamaan (tauhid) dan Ahlaqul karimah dalam kehidupan sehari-hari.[14] Mata pelajaran Al-Qur’an Hadist adalah bagian dari mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada Madrasah Ibtidaiyah yanbg dimaksud untuk memberikan motivasi, bimbingan, pemahaman, kemampuan dan penghayatan terhadap isi yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadist sehingga dapat diwujudkan dalam pertilaku sehari-hari sebagai manifestasi iman dan taqwa kepada Allah Swt. pengertian Kurikulum Sesuatu yang direncanakan guna mencapai tujuan pendidikan
            Ruang lingkup materi Qur’an Hadist di MI Kurikulum Al-Qur’an dan Hadist Madrasah Ibtidaiyah (MI) dikembangkan dengan pendekatan sebagai berikut:
  1. Lebih menitikberatkan target kompetensi dari penguasaan materi.
  2. Lebih mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.
Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan dilapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.Ruang lingkup pengajaran Al Qur’an – Hadist di Madrasah Ibtidaiyah meliputi:

  1. Pengetahuan dasar membaca dan menulis Al Qur’an;
  2. Hafalan surat – surat pendek;
  3. Pemahaman kandungan surat-surat pendek;
  4. Hadith-hadith tentang kebersihan, niat, menghormati orang tua, persaudaraan, silaturrahim, taqwa, menyayangi anak yatim, shalat berjamaah, ciri–ciri orang munafik dan beramal shaleh.
Tujuan Al-Qur’an Hadith menurut permenag no 20 tahun 2008 adalah :
a.       Memberikan kemampuan dasar kepada peserta didik dalam membaca,menulis, membiasakan, dan menggemari membaca al-Qur'an dan hadith;
b.      Memberikan pengertian, pemahaman, penghayatan isi kandungan ayat-ayat al-Qur’an-hadith melalui keteladanan dan pembiasaan;
c.       Membina dan membimbing perilaku peserta didik dengan berpedoman pada isi kandungan ayat al-Qur'an dan hadis.
Selanjutnya Ruang Lingkup Mata Pelajaran AL-Qur’an Hadith  Menurut Permenag no. 20 tahun 2008, ruang lingkup mata pelajaran Al-Qur'an-Hadith di Madrasah Ibtidaiyah meliputi:
a)      Pengetahuan dasar membaca dan menulis al-Qur'an yang benar sesuai dengan kaidah ilmu tajwid
b)      Hafalan surat-surat pendek dalam al-Qur'an dan pemahaman sederhana tentang arti dan makna kandungannya serta pengamalannya melalui keteladanan dan pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari.
c)      Pemahaman dan pengamalan melalui keteladanan dan pembiasaan mengenai hadis-hadith yang berkaitan dengan kebersihan, niat, menghormati orang tua, persaudaraan, silaturahmi, takwa, menyayangi anak yatim, salat berjamaah, ciri-ciri orang munafik, dan amal salih.[15]

Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa isi kurikulum Al-Qur’an dan Hadith MI yang dikembangkan dengan pendekatan tersebut diharapkan mampu menjamin pertumbuhan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT, peningkatan penguasaan kecakapan hidup, kemampuan bekerja dan bersikap ilmiah sekaligus menjamin pengembangan kepribadian Indonesia yang kuat dan berakhlaq mulia.

D.    Metode Pembelajaran Al-Qur’an Hadith
Ramayulis berpendapat bahwa metode adalah  cara atau jalan yang harus ditempuh atau dilalui untuk mencapai tujuan tertentu dan metode mengajar adalah jalan yang harus dilalui untuk mengajar anak-anak supaya dapat mencapai tujuan belajar dan mengajar.[16]
           Sedangkan menurut Suprihadi Saputro metode adalah cara, yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Metode adalah cara-cara yang dilaksanakan untuk mengadakan interaksi belajar-mengajar dalam rangka mencapai tujuan pengajaran”.[17]
Berdasarkan pengertian di atas dapat dinyartakan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus ditempuh atau dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Metode mengajar adalah jalan yang harus dilalui untuk mengajar anak-anak supaya dapat mencapai tujuan belajar mengajar. Pengajaran Al-Qur’an Hadith adalah kegiatan menyampaikan materi ilmu Al-qur’an Hadith di dalam proses pendidikan. Jadi metode mengajar Al-Qur’an Hadith adalah memberikan tuntunan tentang jalan yang harus ditempuh didalam kegiatan menyampaikan materi ilmu Al-Qur’an Hadith kepada anak didik.
Dengan demikian, metode pembelajaran Qur’an hadis adalah cara yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk menyampaikan materi pembelajaran Qur’an Hadis dari seorang pendidik kepada peserta didik dalam rangka pencapaian tujuan yang diharapkan.
Tujuan yang ingin dicapai dalam metodelogi pengajaran Al-Qur’an Hadith khususnya adalah tercapainya efisiensi didalam proses belajar mengajar  Al-Qur’an Hadith. Efisiensi di sini dimaksudkan suatu prinsip didalam pendidikan dan pengajaran dimana diharapkan hanya terdapat pengorbanan yang sedikit mungkin, tetapi dapat mencapai hasil yang seoptimal mungkin. Pengorbanan yang dimaksud meliputi faktor tenaga, waktu, alat dan biayanya.
Adapun prinsip-prinsip pelaksanaan metode mengajar Al-Qur’an Hadith adalah:
1.      Mengetahui motivasi, kebutuhan dan minat anak didiknya.
2.      Mengetahui tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan sebelum pelaksanaan pendidikan.
3.      Mengetahui tahap kematangan, perkembangan serta perubahan anak didik
4.      Mengetahui perbedaan-perbedaan individu didalam anak didik.
5.      Memperhatikan kepahaman dan hubungan-hubungan, integrasi pengalaman dan kelanjutannya, pembaharuan dan kebebasan berfikir
6.      Menjadikan proses pendidikan sebagai pengalaman yang menggembirakan bagi anak didik.
7.      Menegakkan “Aswah Hasanah”.
            Metode pembelajaran menempati peranan yang tidak kalah pentingnya dari komponen-komponen yang ada dalam kegiatan belajar mengajar. Metode merupakan suatu alat untuk memotivasi dan sebagai alat untuk mencapai tujuan dalam pengajaran. penggunaan metode yang tepat dan bervariasi dapat dijadikan sebagai alat motivasi serta dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan prestasi  belajar peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pengajaran.
            Adapun metode yang dimaksudkan dalam pembelajaran Al-Qur’an Hadith di Madrasah Ibtidaiyah antara lain adalah sebagai berikut:
a. Metode Drill (latihan)
            Metode latihan (Driil) atau metode training merupakan cara pembelajaran yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu.[18] Metode latihan berlansung dengan cara berulang-ulang suatu hal sehingga terbentuk kemampuan yang diharapkan. Metode latihan pada umumnya di gunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan dari apa yang dipelajari. Mengingat latihan ii kurang mengembangkan bakat atau inisiatif peserta didik untuk berfikir, maka hendaknya latihan disiapkan untuk mengembangkan kemampuan motorik yang sebelumnya dilakukan diagnosis agar kegiatan itu bermanfaat bagi pengembangan motorik peserta didik.
            Kelebihan metode latihan (Driil):
1.      Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dengan mempergunakan metode ini akan menambah ketepatan pelaksanaan.
2.      Pemanfaatan kebiasaan tidak memerluan banyak konsentrasi dalam pelaksanaannya.
3.      Pembentukan kebiasaan membuat gerakan-gerakan yang kompleks, rumit menjadi otomatis.[19]
            Adapun kelemahan metode latihan (driil):
1.      Menghambat bakat dan inisiatif peserta didik.
2.      Kadang latihan yang dilaksanakan membosankan.
3.      Membentuk kebiasaan yang kaku.[20]
b. Metode Demonstrasi.
            Metode demonstrasi adalah berarti pertunjukan atau peragaan. Dalam pembelajaran menggunakan metode demonstrasi dilakukan sesuatu proses, berkenaan dengan materi pembelajaran.[21] Hal ini dapat dilakukan baik pendidik maupun orang luar yang di undang ke kelas. Proses yang didemonstrasikan diambil dari obyek yang sebenarnya. Dengan metode demonstrasi, peserta didik berkesempatan mengembangkan kemampuan mengamati segala benda yang sedang terlibat dalam proses serta dapat mengambil kesimpulan yang diharapkan. Dalam demonstrasi diharapkan setiap langkah pembelajaran dari hal-hal yang didemonstrasikan itu dapat dilihat dengan mudah oleh peserta didik dan melalui prosedur yang benar dan dapat pula dimengerti materi yang diajarkan.
            Kelebihan metode demonstrasi:
1.      Memusat perhatian peserta didik.
2.      Mengarahkan peserta didik berfikir yang sama dalam satu saluran pikiran yang sama.
3.      Memgambarkan kepada peserta didik dengan gambaran yang jelas dari hasil pengamatannya.[22]
Kelemahan metode demonstrasi:
1.      Derajat visibilitasnya kurang.
2.      Memerlukan alat-alat yang khusus.[23]
c. Metode Ceramah
            Metode ceramah diartikan sebagai proses penyampain informasi dengan jalan mengeksplanasi atau menuturkan sekelompok materi secara lisan dan pada saat yang sama materi itu diterima oleh sekelompok subjek.[24]
            Metode  ceramah ini termasuk klasik. Namun penggunaannya populer. Banyak pendidik memanfaatkan metode ceramah dalam pembelajaran. Oleh karena, pelaksanaannya sangat sederhana, tidak memerlukan pengorganisasian yang rumit. Komunikasi antar pendidik dengan peserta didik pada umumnya searah. Oleh karena itu, pendidik dapat mengawasi secara cermat.
Kelebihan metode ceramah:
1. Membuat peserta didik pasif.
2.  Mengandung unsur paksaan kepada peserta didik.
3.  Mengandung daya kritis peserta didik.
4. Peserta didik  yang  lebih  tanggap dari visi  visual akan menjadi rugi dan
peserta didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.
5.  Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan pembelajaran peserta  didik.
6.  Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).
7.  Bila terlalu lama membosankan.[25]
            Adapun kelemahan metode ceramah, antara lain:
1.  Pendidik mudah menguasai kelas.
2.  Pendidik mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar .
3.  Dapat diikuti peserta didik dalam jumlah besar.
4.   Mudah dilaksanakan.[26]
d. Metode Tanya Jawab.
            Metode tanya jawab adalah metode yang pendekatannya menempuh dua cara, yaitu memberikan stimulus (Tanya jawab) dan mengadakan pengarahan aktivitas belajar.[27]
            Metode tanya jawab merupakan penyajian materi dengan jalan tanya jawab antara pendidik dan peserta didik (komunikasi dua arah). Melalui tanya jawab peserta didik didorong untuk mencari dan menemukan jawaban yang tepat dan memuaskan. Dalam mencari dan menemukan itu ia berfikir menghubung-hubungkan bagian pengetahuan yang ada pada dirinya dengan isi pertanyaan itu. Jawaban yang dapat segera diperoleh jika isi pertanyaan banyak kaitannya dengan pengetahuan yang ada pada dirinya, maka hal ini mendorong untuk menemukannya. Ia akan menjelajahi data-data jawaban melalui berbagai cara yang tepat.
            Adapun kelebihan metode tanya jawab:
1.      Kelas lebih aktif karena peserta didik tidak sekedar mendengarkan saja.
2.      Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya sehingga guru mengetahui hal-hal yang belum dimengerti oleh para peserta didik.[28]
3.      Pendidik dapat mengetahui sampai di mana penangkapan peserta didik terhadap segala sesuatu yang diterangkan.
            Selanjutnya diantara kelemahan metode Tanya jawab adalah:
1.      Dengan tanya jawab kadang-kadang pernbicaraan menyimpang dari pokok persoalan bila dalam mengajukan pertanyaan, peserta didik rnenyinggung hal-hal lain walaupun masih ada hubungannya dengan pokok yang dibicarakan. Dalam hal ini, sering tidak terkendalikan sehingga membuat persoalan baru.
2.      Mernbutuhkan waktu lebih banyak.[29]
e. Metode Resitasi.
            Metode  resitasi   adalah  cara  penyajian  bahan  pelajaran  pendidik
memberikan tugas tertentu, agar peserta didik melakukan kegiatan belajar, kemudian harus di pertanggung jawabkannya.[30] Tugas yang diberikan  oleh pendidik dapat memperdalam bahan pelajaran, dan dapat pula mengecek bahan yang telah dipelajari. Tugas merangsang peserta didik untuk aktif pembelajaran secara individual maupun kelompok.
Kelebihan metode resitasi:
1.      Pengetahuan yang di peroleh peserta didik dari hasil pembelajaran, percobaan atau hasil penyelidikan yang banyak berhubungan minat dan bakat yang berguna, untuk hidup mereka akan lebih meresap, tahan lama dan lebih otentik.
2.      Mereka berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri.
3.      Dapat lebih meyakinkan tentang apa yang dipelajari dari pendidik, lebih memperdalam, memperkaya atau memperluas  wawasan tentang apa yang dipelajari.
4.      Dapat membina kebiasaan peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi dan komunikasi.
5.      Membuat peserta didik bergairah dalam pembelajaran dilakukan dengan berbagai variasi sehingga tidak membosankan.[31]

Kelemahan metode resitasi:
1.      Peserta didik sering kali melakukan penipuan diri, karena hanya meniru hasil pekerjaan orang lain, tanpa mengalami peristiwa pembelajaran.
2.      Adakalanya tugas itu dikerjakan orang lain tanpa pengawasan.
3.      Apabila tugas terlalu diberikan atau hanya sekedar melepaskan tanggung jawab bagi pendidik, apalagi bila tugas itu sukar dilaksanakan ketegangan mental peserta didik dapat terpengaruh.
4.      Apabila tugas diberikan secara umum, kemungkinan seseorang peserta didik didik mengalami kesulitan karena sukar menyelesaikan tugas dengan adanya perbedaan individual.[32]
            Dari beberapa  metode pembelajaran Qur’an Hadith. Setiap metode pembelajaran mempunyai kelemahan dan kelebihan. Tidak ada satu metode pembelajaran  dianggap tepat untuk segala situasi. Sebab, suatu metode pembelajaran dapat dipandang tepat untuk  suatu situasi, namun tidak tepat untuk situasi yang lain. Seringkali terjadi pembelajaran dilakukan dengan menggunakan  berbagai metode pembelajaran secara bervariasi. Dapat pula
suatu metode pembelajaran dilaksanakan secara berdiri sendiri. Ini tergantung pada  pertimbangan, di dasarkan situasi pembelajaran yang relevan.

E.    Evaluasi Pembelajaran Al-Qur’an Hadith
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Secara umum alat yang digunakan dalam evaluasi hasil belajar Al-Qur’an Hadith di Madrasah Ibtidaiyah (MI) dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu test dan non test.[33]
Evaluasi atau penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermaknadalam pengambilan keputusan. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil karya berupa proyek atau produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan cara evalusi adalah:
a.       Untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik, yang dilakukan berdasarkan indikator.
b.      Menggunakan acuan kriteria.
c.       Menggunakan sistem penilaian berkelanjutan.
d.      Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut.
e.       Sesuai dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam kegiatan pembelajaran.
Adapun hal-hal yang akan diavaluasi adalah menyangkut dengan kemampuan siswa dalam memahami materi Al-Qur’an hadith yang diharapkan setelah proses pembelajaran berlangsung, yaitu:
a)      Siswa mampu memahami cara melafalkan huruf-huruf hijaiyah dan tanda bacanya;
b)      Siswa mampu menyusun kata-kata dengan huruf-huruf hijaiyah baik secara terpisah maupun bersambung.
c)      Siswa memahami cara melafalkan dan menghafal surat-surat tertentu dalam Juz’ Amma.
d)      Siswa memahami arti surat tertentu dalam Juz’Amma
e)      Menerapkan kaidah-kaidah ilmu tajwid dalam bacaan Al-Qur’an
f)       Memahami dan menghafal Hadist tertentu tentang persaudaraan, kebersihan, niat, hormat kepada orang tua, silaturahmi, menyayangi anak yatim, taqwa, shalat berjamaah, ciri-ciri orang munafiq, keutamaan memberi dan amal shaleh.[34]

Cara mengukur prestasi belajar yang selama ini digunakan adalah dengan mengukur tes-tes, yang biasa disebut dengan ulangan. Tes dibagi menjadi dua yaitu: tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif adalah tes yang
diadakan sebelum atau selama pelajaran berlangsung, sedangkan tes sumatif adalah tes yang diselenggarakan pada saat keseluruhan kegiatan belajar mengajar, tes sumatifmerupakan ujian akkhir semester.
Menurut Suharsimi Arikunto dalam bukunya Evaluasi Pendidikan menyebutkan “Tes  dibedakan  menjadi tiga macam yaitu tes diagnostik, tes
formatif, tes sumative”.[35]
 Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk menentukan kelemahan dan kelebihan siswa dengan melihat gejala-gejalanya sehingga diketahui kelemahan dan kelebihan tersebut pada siswa dapat dilakukan perlakuan yang tepat.
Tes formatif adalah untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memahami suatu satuan pelajaran tertentu. Tes ini diberikan sebagai usaha memperbaiki proses belajar.
Tes sumatif dapat digunakan pada ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada akhir catur wulan atau semester. Dari tes sumatif inilah prestasi belajar siswa diketahui. Dalam penelitian ini evaluasi yang digunakan adalah dalam jenis yang di titik beratkan pada evaluasi belajar siswa di sekolah yang dilaksanakan oleh guru untuk mengetahui prestasi belajar siswa.
Sebagaimana yang telah diuraikan di atasbahwa tes ini  dilaksanakan
dengan berbagai tujuan. Khusus terkait dengan pembelajaran, tes ini dapat berguna untuk mendeskripsikan kemampuan belajar siswa,  mengetahui tingkat keberhasilan PBM, menentukan tindak lanjut hasil penilaian, dan memberikan pertanggung jawaban



[1]Muhaimin, Dimensi-dimensi Studi Islam, (Surabaya: Karya Abditama, 1994), hal. 86.

[2]Manna Khalil al-Qattan,  Mabahist fi ulum al-Qur’an, diterjemahkan oleh Drs, Muzdakkir As dalam “Studi Ilmu-Ilmu Al Qur’an”, (Jakarta:  Litera Antar Nusa, 1987), hal. 10.

[3]M. Idris A. Shomad M.A, Al-Qur'an Sebagai Wahyu Ilahi   Dalam Jurnal Kajian Islam Al-Insan, Nomor I Vol. I, Januari 2005. hal. 52.

[4]Tim Badan Litbang dan Diklat Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur'an, Tafsir al-Qur'an Tematik: Al-Qur'an dan Pemberdayaan Kaum Duafa, diterbitkan oleh Departemen Agama RI, 2008), hal. xii.
[5]M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hal.20.
[6]Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits (terj), (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), hal.15.

[7]B.Uno, Hamzah, Perencanaan Pembelajaran, Cet. V, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 35.
[8]Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP,  Cet. IV, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), hal. 133.

[9]B.Uno, Hamzah, Perencanaan…, hal. 39.
[10]Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, Cet. I, (Jakarta: Ciputra Pers, 2002), hal. 138.

[11]Wina Sanjaya,  Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hal. 108.
[12]Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, Cet. II, (Bandung: Wacana Ilmu, 2008),  hal. 97.
[13]Departemen Agama RI, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Madrasah Ibtidaiyah, (Jakarta: Depag, 2006), hal. 22.
[14]Departemen Agama RI.,  Kurikulum 2006, Pedoman Umum Pengembangan Silabus Madrasah Ibtidaiyah, (Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2006), hal. 19.
[15]Tim Bina Karya, Bina Belajar Al-Qur’an Hadits untuk Madrasah Ibtidaiyah Kelas IV, (Jakarta. Erlangga, 2009), hal. 15.

[16]Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hal. 2.
[17]Suprihadi Saputro, Dasar-Dasar Metodologi Pengajaran Umum, IKIP Malang, 1993), hal. 143.
            [18]Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran Untuk Memecahkan Problematika Belajar Mengajar, Cet. VII, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 217.

[19]Syaiful Sagala, Konsep dan Makna…,  hal. 217-218.
      [20]Hafni Ladjid, Pengembangan Kurikulum Menuju Kurikulum Berbasis Kompetensi, Cet. I, (Ciputat: Ciputat Press Group, 2005), hal.32.

[21]Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, Cet. II, (Bandung: Wacana Prima, 2008), hal. 101.
       
                [22]Syaiful Tayar Anwar Yusuf, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, Cet. I, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 119.

[23]Syaiful Tayar Anwar Yusuf, Metodologi Pengajaran… hal. 212.

                [24]Sudarwan Danim, Media Komunikasi Pendidikan, Cet. I, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 36.
[25]Abdul Azis Wahab, Metode dan Model-Model Mengajar, Cet. II, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 85.

[26]Abdul Azis Wahab, Metode…, hal. 91.

[27]Syaiful Tayar Anwar Yusuf, Metodologi Pengajaran, …, hal. 203.

[28]Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran,  (Jakarta: Media Prenada, 1996), hal. 29.
[29]Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran…, hal. 35.
[30]Oemar Hamalik, Metode Belajar dan Kesulitan-Kesulitan Belajar, (Bandung: Tarsito, 1990), hal. 29.
[31]Oemar Hamalik, Metode Belajar…, hal. 43.
               
                [32]Sudarwan Danim, Media Komunikasi Pendidikan, Cet. I, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 36.
[33]Dinas Pendidikan Nasional, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Depdiknas, 2006), hal. 23.

[34]Departemen Agama RI, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Madrasah Ibtidaiyah, (Jakarta: Depag Direktorat Pendidikan Madrasah, 2006), hal. 22.
[35]Suharsimi Arikunto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Rosda Karya, 1986), hal. 26.

No comments:

Post a Comment